1 - Janis part 3

671 38 14
                                    

Ibuku pulang persis sebelum aku tidur. Bahkan dengan wajah lelah ia tetap tersenyum dan menyempatkan untuk menanyakan kabarku. "Ada berita apa?"

"Yah, Bu, jadi waktu aku nonton Minion sendirian itu kan aku ketemu dengan seorang cewek yang cuakep dan sejak saat itu aku jadi rada uring-uringan. Terus ternyata cewek itu transjender. Ibu tau apa itu transjender? Mereka itu cewek-cewek yang lahir sebagai cowok atau visa versa Bu. Tapi dia cantik banget, bahkan lebih cantik dari aku. Dan kayaknya aku naksir dia. Tapi dia transjender Bu. Udah gitu dia juga ngajak aku kencan. Jadi menurut Ibu gimana? Aku masih ragu-ragu sebenarnya untuk datang atau nggak, tapi berhubung cewek ini cantik banget dan aku belum pernah ketemu orang trans sebelumnya kayaknya aku bakal datang deh. Semoga nggak bakal jadi curiosity killed the cat ya Bu."

Alih-alih ocehan panjang yang ingin kukatakan aku hanya bilang, "Nggak tahu, aku gak ada nonton teve hari ini."

Tertawa kecil, ibuku menyalakan teve dan mencari saluran berita. "Kapan sih terakhir kali kamu nonton teve?"

Aku sungguhan berusaha mengingat-ingat. "Sekitar... tahun lalu? Yeah, waktu teve lagi dipenuhi berita soal pemilu presiden. Nggak pernah lagi sejak saat itu."

Ibuku menggeleng-gelengkan kepala, tapi bibirnya tersenyum juga. "Trauma ya, kamu."

"Aku mengalami PTSD pemilu presiden. Masa-masa yang mengerikan."

"Tidur, sana, kamu udah siap dengan piama begitu."

"Ibu nggak?"

"Aah," ibuku menenggelamkan dirinya di sofa, mata terarah ke teve. "Nanti aja, nunggu ngantuk dulu."

Aku mengernyitkan dahi. "Ibu kelihatannya capek."

Mata ibuku berbinar-binar. "Memang. Tapi saking capeknya aku sampai nggak ngantuk. Semoga aja berita pasar saham bisa bikin aku ngantuk."

Sekali lagi, ibuku mengusirku. "Udah, kamu tidur sana."

"Hmm," aku mengerucutkan bibir. Akhirnya aku mengambil selimut Harry Potter milikku yang sudah tua dan menyerahkannya pada ibuku. "Aku tidur, ya."

Ibuku tersenyum. "Dadah."

"Daah."

***

Aku berbaring terlentang di atas tempat tidur dan mengulang lagi kejadian hari ini, serta kejadian kemarin, berulang-ulang dan berulang-ulang hingga aku tidak lagi yakin mana yang sungguhan terjadi dan mana yang hanya bumbu tambahan dari imajinasiku yang terbilang aktif. Aku bertemu seorang gadis. Cek. Aku tertarik padanya. Cek. Gadis itu ternyata seorang trans. Cek. Gadis itu menggodaku dan mengajakku kencan. Cek cek.

Aku membenamkan wajah ke bantal. Astaga.

Astaga astaga astaga astaga astaga.

Aku bahkan tidak tahu apa warna favoritnya.

Mungkin biru, pikirku. Bagaimanapun juga, itu kan warna rambutnya.

Aku berusaha mengingat-ingat malam ketika aku jatuh cinta setengah mati pada Johan, siswa kelas sebelah waktu aku SMP dulu. Apa aku juga mengalami hal yang sama dengannya? Sedikit percakapan di sana-sini, diikuti senyuman dan tersipu malu yang kemudian kuputar ulang bagaikan dongeng sebelum tidur pada malam hari?

Iya.

Menakjubkan bagaimana tahun-tahun bisa berlalu tapi satu hal tetap sama: aku tidak menaksir semua orang yang kutemui tapi aku jatuh cinta dengan mudah dan cepat. Jika ada kamus bergambar dengan kata jatuh cinta serta sembrono kedua kata itu akan memiliki foto wajahku. Aku membungkus kepalaku dengan selimut flannel tuaku. Ini berbeda.

[ID] tanya+ | Novel: FinishedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang