Ciwalk, Bandung
"Gila, kenyang banget." Rayhan berjalan di sampingku dan Alfa di sisi yang lain. Sarah dan Salsa sedang mengobrol dengan Kakak, dan Atalarik dan Al mengobrol dengan Jeki sementara Johan berjalan pelan di belakang Alfa.
Rayhan meregangkan tubuhnya. "Udah porsinya lumayan besar, dapet tambahan pula. Puaas."
"Tempat sampah lu," Alfa dengan santai memainkan sebatang rokok yang belum dinyalakan. "Mau aja makan sisa orang."
"Sisa si Salsa, gak apa-apa kok."
"He." Alfa menjepit rokok di antara bibirnya. "Emang kalau punya hi halha kenapa?"
"Yaa nggak najis-najis amat, misalnya kalau sisa Jeki. Nah itu aku ogah."
Aku tertawa. "Ray, jahat amat."
"Yee orang aku jujur kok." Rayhan melambaikan tangan pada Jeki yang menoleh, menggesturkan bahwa dia tidak memanggilnya. "Liat, Salsa kan mungil, lucu, manis, pinter lagi. Kalau aku makan sisa makanan dia kali aja jadi barokah, terus aku ketularan jadi lucu, manis, dan pinter. Nah kalau Jeki? Kecil, tua, jerawatan. Gak ada bagus-bagusnya."
Jeki menoleh lagi. "Aing denger sia ngomong naon, Ray."
"Hehe," Rayhan terkekeh tanpa rasa bersalah. "Sori, Ki."
"'Ki' dari Jeki atau Aki?" tanyaku.
"Aki lah, apalagi. Ampun ya Ki."
Jeki mengacungkan jari tengahnya pada kami. Aku dan Rayhan tertawa, sementara Alfa menyeringai.
Rombongan yang berada di depan—Sarah, Kakak, dan Salsa—berhenti di depan Game Master. Kami mengikuti dan berdiri membentuk lingkaran yang berantakan.
"Sekarang mau ke mana?" tanya Salsa.
"Terserah," terdengar jawaban yang sama dari mulut-mulut yang berbeda. Di samping Salsa, Sarah bersedekap, wajahnya tampak agak jengkel.
"Jangan cuma terserah dong, jawab apa kek gitu."
Aku memikirkan jawabannya sejenak. "Aku ikut yang lain aja."
Al mengajakku tos. "Aku ikut yang lain aja."
"Aku ikut yang lain aja," beo Rayhan.
Satu per satu semua orang yang berada dalam lingkaran mengatakannya seperti merapal mantra ritual. Semua, kecuali Alfa dan Johan. Kami menatap mereka berdua. Alfa baru menyalakan rokoknya, dan dia menatap kami dengan mata disipitkan dari balik asap yang membumbung ke udara. "Yang penting gua bisa ngerokok."
Tinggal Johan. Salsa bertanya, "Johan? Ada usul?"
Johan tampak kaget dilibatkan dalam pembicaraan itu. Dengan cepat dia kembali menguasai diri dan melempar senyumnya yang khas, matanya menatap kami satu per satu. "Aduh, berasa gak enak padahal aku kan cuma tamu."
"Ya gak apa-apa," kata Jeki. "Kan kamu ikut bukber, jadi kamu juga berhak nentuin."
Johan mengetuk-ngetuk lekuk dalam siku kirinya dengan jemari tangan kanan, bibirnya sedikit mengerucut. "Hmm... usulku..."
Tiba-tiba tatapannya jatuh padaku. "Kayaknya... tempat yang enak buat ngobrol aja, deh."
"Di mana?"
Johan tersenyum dan tertawa kecil. "Kalau yang itu aku gak tau, sori ya. Hmm, mungkin di pelataran sana?" Dia menunjuk area kosong yang lega di depan pintu masuk utama Ciwalk. Beberapa keluarga sedang bermain di sana, dan bagian tengahnya dipenuhi makhluk-makhluk mungil yang tingginya belum mencapai satu meter, berlari-lari dan saling berkejaran.

KAMU SEDANG MEMBACA
[ID] tanya+ | Novel: Finished
Ficción GeneralDITULIS DAN DIPUBLIKASI TAHUN 2015. ‼️Cerita ini mungkin memuat unsur misinformasi dan/atau representasi keliru mengenai kelompok minoritas Lesbian/Gay, Biseksual, Transgender Biner dan Non-Biner, Panseksual, dan orientasi seksual/identitas gender l...