Perasaan terlarang

16.3K 169 7
                                    

Jangan pelit vote ya, komen kalo ada typo!

Janu mengendarai mobilnya kesetanan. Ia tak peduli saat ini tengah turun hujan deras. Di saat pengendara lain mengurangi kecepatan karena jalanan licin. Ia malah sengaja menantang malaikat maut yang bisa saja langsung datang menyapa.

Awalnya, ia ingin ke tempat Laura, tetapi mengingat perkataan sang mama, Janu akhirnya kembali ke apartemen. Laki-laki itu tidak mengerti dengan perasaannya sendiri. Kenapa dia mulai terganggu dengan sikap Narumi? Seharusnya, dia senang, kan? Ya, dong, senang. Dia tidak mencintai Narumi dan menikah dengan gadis itu hanya tugas yang diberikan 'kakak' untuknya. Namun, kenapa perasaannya mulai begini. Sial! Janu harus kembali menata niatnya menikahi Narumi.

Setibanya di parkiran apartemen, Janu bertemu dengan petugas keamanan yang sedang bertugas di pos jaga. Pria paruh baya dengan badan besar itu masih cukup sangar menjadi keamanan di sini.

"Malam, Dek Janu. Baru pulang?" sapa laki-laki itu melihat Janu menggeret koper hitam cukup besar.

"Ya, Pak. Oh, ya, Pak, boleh saya tanya sesuatu?"

"Silakan, Dek."

"Bapak lihat istri saya, gak, hari ini?" tanya Janu.

Penjaga keamanan bernama Pak Banu itu mengangguk, membuat Janu tak sadar mengulas senyum.

"Tadi siang, Dek. Turun ke bawah sudah cantik pake baju ijo gitu," kata Pak Banu.

Senyum Janu menghilang. Apakah benar tadi siang Narumi menjemputnya di bandara? Namun, ia tidak melihat keberadaan sang istri.

"Ya, sudah, Pak. Terima kasih kalau begitu. Saya duluan!" pamit Janu dengan langkah gontai. Berkali-kali ia menghela napas, otaknya benar-benar buntu sekarang.

Naik ke unitnya di lantai delapan, Janu masih termenung memikirkan Narumi. Tiba-tiba, ponselnya berbunyi, pertanda panggilan masuk dari seseorang. Dengan malas Janu menerima panggilan tanpa melihat siapa yang menghubunginya.

"Halo," sapa Janu malas karena si pemanggil tidak menyapa duluan.

"Ah, Janu! Akhirnya, kamu angkat, Sayang. Di luar hujan deras. Aku ketakutan!"

Janu mengernyit, lalu melihat siapa penelepon. Oh, dia membulat dan langsung mematikan ponsel. Hari ini, Janu tak ingin diganggu. Dia ingin tidur dan besok menyadari sesuatu jika Narumi bukanlah apa-apa.

Di sisi lain, penelepon yang sengaja bernada sensual, berdecak sebal. Sudah hampir sebulan lamanya, Janu tidak datang. Padahal, hampir setiap minggu jika akhir pekan, pria itu akan datang mencari kehangatan.

"Apa si Narumi boncel itu berhasil membuat Janu berpaling? Sialan!" umpatnya, lalu melangkah ke kamar mandi.

Di tempat lain, sepasang manusia masih saling berbagi kehangatan. Narumi sama sekali tidak terganggu, walau kini lelaki yang dipeluknya berkeringat. Ya, Jendra mulai kepanasan karena tubuh mereka yang sejak beberapa jam lalu masih dalam posisi sama.

Sejak beberapa waktu yang lalu, dia hendak menyingkir, tetapi pelukan Narumi tidak memberinya kesempatan. Wanita berstatus istri Janu tersebut tetap memeluknya erat, menempelkan wajahnya tepat di mana jantung Jendra berada. Narumi pasti mendengarnya, mendengar dengan jelas detak jantung Jendra yang menggila.

"Pa," panggil Narumi serak. Dia benar-benar tidur nyenyak rupanya.

"Apa, Naru?"

"Jam berapa sekarang?"

Jendra segera memastikan jam yang melingkar di tangan kiri. Masih sangat pagi, pukul 04.00 tepatnya.

"Jam empat. Kenapa? Kamu sudah mau pulang?" tanya Jendra lagi. Kini, ia mengelus pelan surai legam milik Narumi yang terasa sangat halus.

Hangatnya Ranjang Ayah MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang