Setahun lalu, di saat ia butuh seseorang untuk menyemangati dalam menyelesaikan skripsi, Narumi malah harus menelan pil kekecewaan. Ghakean, pria yang mendekatinya hampir setahun lamanya, mereka pun juga telah berkomitmen tentang hubungan ke arah yang serius. Namun, semua harapan dan angan itu kandas saat Narumi menerima surat undangan pernikahan atas nama Ghakean dan Diandra.
Narumi yang saat itu baru saja akan pergi ke kampus, tidak jadi melangkah. Dia kembali ke rumah dengan wajah yang tidak bisa diselamatkan dari lelehan air mata. Dunianya hancur seketika. Padahal, dua hari yang lalu, Ghakean masih mengajaknya makan bersama. Bahkan, lelaki itu memberinya sebuah cincin putih bertahta berlian kecil.
"Aku kira kamu akan jadi rumah buatku, Kean! Aku kira kamu laki-laki yang dikirim Tuhan. Tapi semua salah," tangis Narumi sembari membenamkan wajahnya pada bantal.
Dia sendiri. Tak ada lagi yang katanya rumah. Seharusnya, Ghakean tidak memberikan harapan pada Narumi, tetapi lelaki itu malah dengan sengaja melambungkan setinggi langit. Dan kini, Narumi benar-benar terhempas pada jurang paling dalam. Terkesan lebay, tetapi itulah kenyataan. Semenjak kematian sang ibu, Narumi hanya memiliki Ghakean. Sekarang, dia harus bagaimana? Mau tidak mau Narumi harus menata kembali hidupnya.
Kenangan yang menyesakkan bila diingat. Narumi menghela napas panjang sebelum membalas sapaan pria menjulang di depannya.
"Ya, saya Narumi. Ada apa, ya, Pak?" tanya Narumi formal. Wajahnya terkesan datar.
Rajendra yang melihat gelagat berbeda dari keduanya hanya diam. Dia tak menyangka Narumi bisa mengenal Ghakean si playboy cap mercon banting itu. Jendra sangat tahu sepak terjang bawahannya itu seperti apa.
Ghakean yang mulai jengah karena Narumi pura-pura tidak mengenalinya, malah duduk di sebelah Narumi. Membuat wanita itu bergeser hingga membentur dada bidang Jendra.
"Maaf, Pa," ringis Narumi merasa tidak enak.
Jendra mengangguk paham, dia membiarkan tubuh Narumi menempel begitu dekat dengannya. Bahkan, aroma stroberi dari rambut Narumi menyengat di hidung Jendra.
"Hei, kamu lupa sama aku?" Ghakean tertawa hambar.
"Maaf, Pak. Mungkin Bapak salah orang." Narumi masih mengelak. Wajahnya benar-benar datar.
"Hahaha, dunia begitu sempit, ya. Baiklah, kalau kamu lupa, aku ingatkan lagi!" Ghakean memegang tangan Narumi.
Plak!
Jendra yang sudah jengah menepis tangan Ghakean, hingga pegangannya terlepas. Wajah pria itu kembali memerah.
"Ini bukan urusan kau, Jendra!" bentak Ghakean tanpa takut. Dia kembali hendak meraih tangan Narumi yang kini sudah dalam perlindungan Jendra.
Rajendra memeluk pinggang Narumi erat dengan sebelah tangannya. Sementara, tangan yang lain menghalau Ghakean.
"Narumi anak saya. Dia juga sekretaris saya. Sekarang kau pergi! Sebelum saya benar-benar membuat kau menyesal, Kean!" desis Jendra penuh ancaman, membuat Ghakean berdiri kesal.
Pria itu segera keluar dengan perasaan dongkol luar biasa. Dia sampai membanting pintu, membuat Revina yang dari tadi mengekor seperti anak ayam nyaris terjengkang ke belakang.
Setelah kepergian Ghakean, Jendra beralih pada Narumi. Wanita itu tampak terdiam. Pandangannya kosong.
"Naru!" panggil Jendra pelan. Dia masih memeluk pinggang Narumi dengan tangan kanan mengelus lembut pipi menantunya.
"Naru!" panggil Jendra lagi, kali ini dia memutar tubuh Narumi agar menghadap ke arahnya sepenuhnya.
"Pa ..." lirih Narumi, matanya memerah siap menumpahkan air kesedihan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hangatnya Ranjang Ayah Muda
ChickLitNarumi tidak pernah menyangka akan terlibat perasaan dengan mertuanya sendiri. *Cover bikinan temenku @dewandaru Banyak adegan 1821-nya. Bocil jauh-jauh sana!