Ada-ada saja

42.4K 468 4
                                    

"Ya ampun, maafin aku, Papa Jendra. Malu banget, ish! Dasar!" Narumi merutuki perbuatannya yang memalukan. Lagian, si papa mertua juga kenapa nunjuk-nunjuk gaun tidur tipis itu? Kan, bisa saja Narumi salah paham.

Kini, gadis itu sedang berada di halte tidak jauh dari mal. Dia berencana naik angkutan umum saja. Sebelum itu, Narumi menyempatkan mengecek ponsel. Siapa tahu ada pesan dari suaminya, tetapi nihil. Terakhir Janu mengirim pesan, ya, tadi pagi, itupun hanya dua pesan pendek yang mengabarkan kaus kakinya hilang dari koper.

[Mas, jangan kecapekan. Tetap jaga istirahatnya, ya!]

Narumi segera mengirim pesan tersebut, walau tetap centang satu selama beberapa menit. Sepertinya, Janu sedang tidak online. Sekarang sudah hampir sore, seharusnya suaminya itu kembali mengabari. Narumi menghela napas kasar. Mereka baru menikah lima hari, eh, enam hari tetapi sikap Janu sudah jauh berbeda.

Narumi mengenal Janu enam bulan lalu di sebuah pesta pernikahan temannya. Kebetulan Janu teman dari suami temannya. Semoga ngerti, Narumi terlalu malas menjelaskan lebih detil. Janu sosok yang hangat pada awalnya. Dia perhatian dan selalu mendengarkan semua keluh kesah Narumi yang saat itu baru lulus kuliah. Namun, Narumi tidak mempersalahkan sikap Janu, mungkin saja suaminya itu sedang ada masalah di pekerjaan. Mungkin. Narumi berpikir begitu hanya untuk menenangkan hatinya saja.

Sudah lima belas menit lamanya, Narumi duduk di halte. Dia hanya sendirian. Entah pada ke mana orang-orang. Ya, mereka lebih suka naik kendaraan pribadi daripada angkutan umum. Lihatlah mobil-mobil mewah itu melewatinya dengan kecepatan di atas rata-rata. Sampai sebuah Range Rover hitam berhenti tepat di depan Narumi, mata gadis itu membulat sempurna.

"Papa!"

"Naik, Naru!" titah Jendra tak ingin dibantah. Wajahnya sangat-sangat datar dengan tatapan tajam.

Narumi sampai harus menahan napas lama karena merasa ketakutan. Aura ayah mertuanya berbeda sebelum mereka berpisah. Kenapa coba Jendra harus marah? Kan, Narumi tidak salah. Tetapi kenapa dirinya merasa begitu ketakutan.

"A-aku pulang naik bus saja, Pa." Narumi berusaha menolak. Dia masih malu dengan kejadian tadi.

"Saya bilang, naik, Naru!" titah Jendra lagi penuh penekanan.

Mau tidak mau, Narumi menuruti walau dengan ogah-ogahan. Di mata orang-orang, mereka tampak seperti sepasang kekasih yang sedang bertengkar. Di mana sang wanita ngambek tidak mau pulang bersama prianya.

Brak!

Jendra menutup pintu cukup kencang, hingga membuat Narumi terlonjak kaget. Dia sampai harus mengelus dada pelan.

Mobil melaju membelah jalanan. Sepuluh menit perjalanan, hening menyelimuti keduanya. Narumi berkali-kali menggigit bibir saat menyadari ekspresi Jendra masih belum berubah. Mungkin jika bisa melihat aura, Narumi akan melihat aura hitam menyelimuti sang mertua.

"Pa," cicit Narumi. Dia menatap takut-takut pria di sampingnya.

"Pa, maafin Narumi, ya. Narumi tadi malu, makanya lari," ucap Narumi lagi.

Berhasil. Jendra kini menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Jarak ke rumah mereka masih beberapa menit lagi.

"Kenapa harus malu? Saya hanya bertanya tadi? Bukan berarti saya akan membelikan gaun itu. Saya sudah bilang pada Malini, bahwa akan pulang bersama kamu," jelas Jendra kembali melajukan kuda besinya.

Hangatnya Ranjang Ayah MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang