Hampir saja

5.5K 170 8
                                    

Alert !!! Yang belum cukup umur, get out lu pada! Jangan direport ya, skip aja!

.....


Lelaki itu menghabiskan hampir lima batang nikotin, tetapi gundah dalam hatinya belumlah reda. Malah makin kusut seperti benang layangan yang tak digulung dengan benar.

"Aku harus mencari tahu semuanya dulu. Aku yakin, ini semua berhubungan. Ya, benang merah itu pasti penghubung semua peristiwa ini," putus Jendra akhirnya. Dia hendak mencuci muka dan lanjut tidur. Namun, suara rintihan tertangkap indera pendengarannya.

Setelah membersihkan wajah dan gigi, pria itu memastikan kembali suara rintihan tadi berasal dari kamarnya. Narumi ternyata mengigau. Gadis itu berbicara tak jelas dalam tidurnya. Jendra mendekat, dielusnya pipi cabi menantunya. Basah. Narumi menangis.

"Hei, bangun, kamu kenapa, Naru?" Jendra mencoba membangunkan.

Perlahan mata Narumi terbuka. Dia menatap langit-langit sebentar, lalu beralih pada Jendra yang berjongkok di samping ranjang.

"Kenapa? Kamu bermimpi buruk?" tanya Jendra lagi, kini ia duduk di sisi ranjang.

Narumi mengangguk pelan. Air matanya kembali menetes tanpa sadar. Jendra yang melihat itu cepat-cepat menghapusnya.

"Mimpi apa?"

"Aku mimpi Ibu dipukuli, aku sembunyi di lemari. Tapi gak tahu siapa yang mukulin Ibu."

Jendra membawa Narumi ke dalam pelukannya. Dielus pelan rambut sepunggung Narumi kecokelatan itu, mengalirkan tenang yang ia miliki.

"Cuma mimpi, tidur lagi, gih!" titah Jendra menenangkan.

"Gak bisa, Pa. Itu rasanya bukan mimpi. Itu seperti nyata."

"Mungkin cuma efek pingsan tadi. Sebaiknya kamu tidur. Sudah lewat tengah malam."

Benar, jam weker yang bertengger di nakas menunjukkan ke angka 12 lewat sekian.

Narumi tetap menggeleng. Ia malah makin membenamkan wajahnya di dada bidang Jendra yang tak tertutup apa pun. Jendra mengerang pelan. Deru napas Narumi menganggu fokusnya.

"Tidur lagi, ya. Saya temani di sini," bujuk Jendra.

Dalam hati, lelaki itu memaki-maki hasratnya yang tiba-tiba naik lagi. Padahal, tadi sudah bisa dikendalikan. Efek lama tidak terlampiaskan, dengan sangat mudah jiwa kelaki-lakiannya bangkit saat mendapat sedikit sentuhan seperti ini.

"Gak bisa, Pa. Bayangan lelaki itu memukuli Ibu terbayang-bayang. Aku sangat takut." Suara Narumi teredam, membuat perut Jendra makin tergelitik.

"Jadi, apa yang membuatmu bisa tidur lagi? Atau mau saya yang menidurkan?" Pertanyaan seduktif Jendra membuat Narumi melepaskan tangannya yang tadi mengait erat tubuh sang papa.

"Maksudnya?"

'Ini anak benar-benar polos atau bego, sih? Ya Tuhan, ampuni aku, aku tidak bisa terus menahannya,' erang Jendra dalam hati.

Ditatap dari bawah oleh mata sembab berbulu lentik itu, membuat pertahanan Jendra luluh lantak seketika. Kenapa Narumi semakin menggemaskan? Jendra sampai memohon ampunan pada Tuhan karena malam ini tak dapat menahan.

"Naru, kamu benar-benar tidak mengerti apa maksud saya?" tanya Jendra lagi. Suaranya sudah berubah serak dan berat. Tatapan matanya sayu, tapi tajam bak elang siap menerkam mangsa.

Glek!

Narumi menelan kasar liurnya yang tiba-tiba mengering. Dia bukan anak kecil, tatapan itu tatapan menginginkan lebih dari sekedar pelukan yang baru saja ia lakukan.

Hangatnya Ranjang Ayah MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang