Mobil melaju kencang menuju klinik terdekat. Jendra tak memberi jeda pada kakinya untuk berhenti menginjak pedal gas. Lelaki itu juga sesekali menatap gadis yang berbaring tak sadarkan diri di kursi belakang.
"Naru! Sabar, Sayang!" ujar Jendra, walau Narumi tidak mendengarnya.
Citt!
Akhirnya Jendra menemukan klinik yang buka 24 jam. Pria itu segera keluar dan menggendong tubuh Narumi memasuki fasilitas kesehatan tersebut.
"Sus, tolong!"
Seorang berpakaian suster segera mengarahkan Jendra untuk membaringkan Narumi pada brankar di sebuah ruangan tidak jauh dari pintu masuk tadi.
"Tunggu sebentar, ya, Pak! Saya panggilkan dokternya." Suster tersebut berlalu pergi.
Jendra mengangguk singkat. Dia kembali menepuk-nepuk pipi Narumi, tapi gadis itu sama sekali tidak meresponnya.
"Naru! Bangun! Kamu dengar saya?"
Kemudian, seorang dokter wanita seumuran Malini datang. Dia segera memeriksa keadaan vital Narumi, dari mata, mulut, dan detak jantung. Dokter itu juga memerintahkan suster tadi untuk mulai menginfus Narumi.
Jendra sendiri berdiri tak jauh dari sana. Dia memperhatikan dengan wajah frustrasi. Kenapa menantunya selalu membahayakan dirinya sendiri? Tidak bisa, kah, sehari membuatnya tenang?
Selesai menangani Narumi, dokter wanita berambut panjang itu mengajak Jendra berbicara di luar.
"Bagaimana keadaannya, Dok?" tanya Jendra tidak sabaran.
"Penyebab utamanya karena asam lambung naik karena perutnya belum diisi. Dia sudah tidak apa-apa. Sebentar lagi sadar. Sarannya jangan sampai telat makan lagi. Jika itu sampai terjadi, akibatnya bisa sangat fatal. Jika keadaan pasien masih lemah, saya menyarankan Bapak segera membawanya ke rumah sakit. Saya permisi!" pamit dokter tersebut.
Jendra bernapas lega. Setidaknya, Narumi tidak apa-apa. Dia hanya telat makan saja. Pria itu melangkah masuk, lalu duduk di samping brankar. Tangan besarnya mengelus pelan pipi mulus Narumi. Wajah gadis itu sudah tidak sepucat tadi.
"Apa yang sebenarnya terjadi, Naru? Apa ini semua ada kaitannya dengan Ghakean?" tanyanya, tentu saja tak mendapat jawaban.
Bukan. Ghakean sama sekali tak ada kaitan dengan kesedihan Narumi kali ini.
"Engh ..." Jari jemari Narumi mulai bergerak pelan. Jendra yang sejak tadi terjaga segera memanggil dokter klinik tersebut lagi.
Narumi kembali diperiksa. Dokter tersenyum ramah dan mengatakan kondisi Narumi sudah mendingan. Narumi juga boleh diperbolehkan pulang setelah infusan habis.
"Papa, kok, di sini?" tanya Narumi lemah.
"Seharusnya, saya yang tanya begitu, Naru. Kenapa kamu pulang ke sini?" cerca Jendra balik. Dia menggenggam sebelah tangan Narumi yang terlihat kecil dibanding tangannya.
Narumi diam. Dia belum siap bercerita. Hanya air mata mulai keluar dari sudut mata. Baiklah. Jendra pikir untuk saat ini ia tidak bisa memaksa Narumi menceritakan semua. Melihat keadaan menantunya baik-baik saja, Jendra sangat lega.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hangatnya Ranjang Ayah Muda
ChickLitNarumi tidak pernah menyangka akan terlibat perasaan dengan mertuanya sendiri. *Cover bikinan temenku @dewandaru Banyak adegan 1821-nya. Bocil jauh-jauh sana!