Khilaf

50.8K 470 12
                                    

Bintang 10, aku post double hari ini!

Wanita 22 tahun itu terdiam dengan mata terpejam saat tangan besar Jendra mengelus pipinya. Narumi merasakan sensasi berbeda, sensasi yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

"Naru, sekali lagi maafkan saya," ucap Jendra lagi.

Dan hal itu membuat kesadaran Narumi kembali. Ia membuka mata dan langsung menjauhkan tubuhnya dari Jendra.

"A-aku sudah memaafkan Papa. Terima kasih sekali lagi, Pa." Narumi kembali memencet beberapa angka kode akses pintu apartemennya hingga bunyi 'jeglek' terdengar. Namun, ketika dia melangkahkan kaki ke dalam, pria yang berada di belakangnya juga ikut masuk.

"Hah? Papa? Ada apa lagi?"

"Saya hanya memastikan kamu baik-baik saja. Tadi, Malini berpesan saya harus memeriksa apartemen kamu," jelas Jendra. Pria itu langsung berkeliling memperhatikan sekitar. Mata tajamnya tak luput barang se-inci pun melewatkan bagian kecil.

"Di sini aman, Pa. Gak ada apa-apa. Sebaiknya, Papa pulang, Mama sendirian." Narumi mengikuti langkah Jendra. Dia sudah seperti ekor yang mengikuti ke mana-mana.

Jendra tak menghiraukan kalimat Narumi, dia tetap berkeliling. Bahkan, masuk ke kamar membuka satu-satu benda tertutup dan segala macam yang mencurigakan.

"Kan, gak ada apa-apa? Sebaiknya, pulang, deh!" kata Narumi mulai jengah. Terkesan kurang ajar, tetapi mau bagaimana lagi, Jendra berubah menyebalkan begini.

Lelaki itu tidak menjawab. Kini, giliran kamar mandi menjadi sasaran. Bahkan, lantai yang masih bersih itu disentuh untuk merasakan kesat atau licin takut-takut nanti menantunya terpeleset. Kenapa kesannya, Jendra jadi begini? Mana dirinya yang cuek dan dingin? Entahlah.

"Huwwaaa!" Teriakan Narumi tiba-tiba membuat Jendra kembali ke kamar.

"Kenapa, Naru?"

"I-itu, Pa! Ada cicak gede banget!" Narumi yang berdiri di atas ranjang berlari ke arah Jendra. Bahkan, wanita itu tidak sadar memeluk leher mertuanya. Duh, bisa tidak sadar gitu, ya?

Jendra terdiam sebentar, lalu dia membenarkan posisi Narumi agar lebih mudah bergerak.

"Mana?"

"Itu! Tadi di balik gorden. Gede banget, Pa. Ya ampun, aku baru lihat, Pa. Merinding langsung, ih!" rengek Narumi. Dia masih tidak sadar dengan posisi mereka yang sangat intim. Narumi sudah seperti bayi koala yang digendong bapaknya, eh.

"Kamu turun dulu, biar saya cek kalau begitu." Jendra berusaha menurunkan Narumi, tetapi wanita itu malah makin mengencangkan cengkramannya pada leher Jendra.

"Gak mau, Pa. Gak mau!" rengek Narumi lagi seperti anak kecil.

Jendra menghela napas. Dia berjalan ke luar mencari sapu. Kemudian, kembali lagi ke kamar dengan Narumi masih menemplok di dadanya.

Sret!

Dengan sapu berwarna abu-abu itu, Jendra menyingkap tabir, eh, gorden putih tersebut. Tampaklah, sosok makhluk yang membuat Narumi ketakutan. Seekor tokek cukup besar berwana biru muda dengan totol-totol merah berbentuk polkadot.

"Kan, Paa! Aaarrh!" Bukannya turun, Narumi malah menggoyang-goyang tubuh Jendra agar menjauh dari sana.

Jendra kehilangan keseimbangan, membuat tubuhnya roboh ke belakang.

Bug!

Untung ia jatuh tepat di ranjang. Kalau di lantai, bisa dipastikan beberapa tulangnya retak. Di kasur saja, bunyinya begitu keras.

Deg!

Narumi baru menyadari posisi mereka. Dia berada di atas Jendra . Apalagi ia tepat menduduki bagian sensitif papa mertuanya itu.

Hangatnya Ranjang Ayah MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang