Kesalahan di masa lalu

9.3K 322 14
                                    

Nungguin, ya? Eh, happy 300k, makasih yang udah nungguin. Tapi votenya jauh banget ih. Bentar lagi aku tamatin aja, deh, ya. 🤭Atau mau lanjut di mana?

....



Gundukan tanah merah itu tertutupi taburan bunga yang cukup tebal. Sepasang nama cantik tertulis jelas di nisan yang tertancap di sana. Malini Adipati, ya, Malini akhirnya menyandang kembali nama suaminya terdahulu. Walau statusnya sekarang masih menjadi Nyonya Bayangsara. Namun, karena permintaan Janu, Jendra mengiyakan saja. Dia sama sekali tidak keberatan.

Mereka bertiga masih di sana. Terduduk lemas di depan pusara Malini. Narumi tampak merengkuh Janu di sampingnya yang tampak sangat rapuh. Sementara, Jendra dengan segala ketahanan, pada akhirnya menangis jua. Hidungnya memerah, dengan bibir terkatup rapat.

Tidak ada kehilangan yang tidak menyedihkan, walau Malini sudah mewanti-wanti mereka untuk tidak bersedih. Pada kenyataannya, kehilangan tetaplah semenyedihkan itu.

"Kalian pulanglah lebih dulu. Naru, bawa Janu pulang. Jangan ke apartemen, pulang ke rumah saja," titah Jendra setelah sekian lama terdiam.

"Aku masih ingin di sini, Om, menemani Mama," jawab Janu. Air matanya kembali menetes. Mengingat kembali semasa Mamanya masih ada, dia memang akhir-akhir ini tidak pernah punya waktu luang untuk wanita paling disayanginya itu. Hingga tidak tahu sakit yang diderita Malini selama ini. Lagi-lagi Janu menyesal akan hal itu.

"Kita pulang dulu. Besok bisa ke sini lagi." Narumi menanggapi. Gadis itu, walau sedih, tetapi dia masih lebih kuat. Dari semalam yang menemani Janu, bahkan selalu di samping pria itu sepanjang waktu karena suaminya benar-benar hancur.

Jendra kembali memberikan kode lewat tatapan untuk membawa Janu pulang. Di depan makam, sudah ada Pak Ali yang bersiap dengan mobilnya.

Narumi mengangguk pelan. Dia membantu Janu untuk berdiri. Walau tampak masih enggan, pria itu mengikuti langkah pelan istrinya meninggalkan area pemakaman kelas atas tersebut.

Jendra hanya menatap lekat sampai keduanya menghilang bersama mobil yang dikendarai sopirnya. Pria itu beralih pada pusara Malini. Jendra mengecup nisan bertulis nama wanita yang menemaninya tiga tahun ini.

"Malini, aku tahu, aku sudah melakukan kesalahan fatal beberapa waktu ke belakang. Di saat kamu terbaring lemah, aku malah ingin memerawani menantumu. Maafkan aku, Mal. Entah sejak kapan rasa sayangku padamu berubah menjadi rasa sayang seorang anak kepada ibu. Namun, aku masih tetap menyayangimu sampai kapan pun. Terima kasih, tiga tahun ini menemani, melayani, dan menyayangiku dengan baik. Aku sempat tidak percaya, kamu pergi begitu cepat, Mal. Apa kamu memang sudah merencanakan ini dari awal? Karena kamu ingin menemani pria di sebelahmu itu?"

Ya, pusara Malini berdampingan dengan suami pertamanya, Kainan Adipati. Sudah sejak lama, Malini menyiapkan pemakamannya sendiri di samping suaminya itu. Tanpa sepengetahuan Jendra tentunya.

"Aku pergi dulu. Tidurlah dengan damai, Mal, bersama Kainan. Pria yang selalu kau sebut namanya ketika ingin tidur. Kamu telah kembali bersamanya." Jendra bangkit, tangannya terulur kembali pada nisan Malini, sebelum benar-benar pergi dari sana.

Di rumah, Janu dan Narumi baru saja sampai. Keadaan Janu masih seperti tadi, Narumi yang kewalahan membawa pria itu naik ke kamarnya di lantai dua.

"Bik, siapkan makanan untuk Janu, ya," pinta Malini pada asisten rumah tangga mertuanya yang juga tadi ikut di mobil.

Perempuan paruh baya itu mengangguk dan segera menyiapkan makanan untuk Janu.

Hangatnya Ranjang Ayah MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang