Istri mana yang tidak terluka, saat menyaksikan laki-laki yang baru beberapa hari ini menjabat suaminya bermesraan dengan wanita lain. Begitupun, dengan Narumi. Hatinya terasa begitu sakit seperti ditusuk jarum paling tajam. Air matanya pun menganak sungai membasahi kemeja marun sang papa mertua yang menjadi tempat tumpahan perasaannya tersebut.
Jendra mengepalkan tangan kuat. Matanya berkilat marah dengan ekspresi datar menatap tajam ke arah sepasang manusia yang masih bertukar saliva. Dalam hati, lelaki itu ingin memukul Janu hingga babak belur. Entah kenapa, ia tak tega mendengar isakan Narumi yang kian menyayat hati.
Cekrek!
Tanpa Narumi ketahui, Jendra memotret momen Janu yang baru saja berhenti dari kegiatannya bertukar saliva dengan Laura. Lelaki itu menyimpan ponselnya kembali, lalu mengelus pelan kepala Narumi yang masih bersandar di dadanya. Bukan apa-apa, Jendra hanya ingin menyimpan sebagai bukti, jika sewaktu-waktu dibutuhkan, ia memiliki bukti kuat perselingkuhan Janu.
Janu sendiri baru saja berpisah dengan Laura setelah ciuman panjang mereka. Kemudian, lelaki itu menuju mobilnya yang memang dia tinggalkan di parkiran bandara. Dia sempat membaca pesan Narumi, tetapi lega karena tidak menemukan istrinya itu di sekitaran bandara.
"Aku harus pulang. Untung tadi sempat beli oleh-oleh. Hitung-hitung sebagai permintaan maaf pada Narumi," ucapnya yakin, lalu mulai melajukan mobil meninggalkan parkiran bandara.
Sementara, Narumi sudah lebih tenang. Kini, dia sudah berada di mobil Jendra. Walau tangisnya reda, tetapi wanita itu masih diam memandang keluar. Pikirannya kacau, entah apa yang akan terjadi dengan pernikahannya yang masih seumur jagung itu.
"Naru! Kamu mau papa antar pulang atau ke mana dulu?" tanya Jendra sembari menatap teduh ke arah sang menantu yang sejak tadi menatap keluar jendela.
"Aku gak tahu, Pa. Yang pasti saat ini, aku gak mau pulang dulu. Aku belum siap ketemu Mas Janu." Satu bulir air mata kembali menetes.
Jendra yang melihat itu, sigap menghapus dengan tangannya yang bebas.
"Baiklah kalau begitu. Kamu memang butuh tempat dan waktu untuk menenangkan diri."
Jendra mulai menyalakan mobilnya, lalu meninggalkan area parkir bandara. Tujuannya, kali ini membawa Narumi ke suatu tempat tenang yang cocok untuk menjernihkan pikiran.
Selama perjalanan tidak ada obrolan. Narumi yang masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya tadi, tetapi pada kenyataanya tidak begitu. Kedua mata beningnya melihat sendiri Janu berciuman mesra dengan seorang wanita. Batinnya ingin menyangkal, tetapi logikanya lebih bermain bahwa memang ada sesuatu tersembunyi dari awal pernikahan.
Narumi baru mengingatnya. Ranjanu yang dia nikahi, bukan Ranjanu di awal mereka kenal. Di awal mereka menjalin hubungan. Lelaki itu berubah perlahan. Termasuk, jadi sangat susah dihubungi. Sewaktu pergi seminggu ini pun, bisa dihitung jari Janu membalas pesan-pesan beruntun Narumi yang mengkhawatirkannya.
Apa yang kurang dari dirinya? Dia kurang cantik? Memang, wanita bersama Janu tadi sangat cantik. Tubuhnya tinggi semampai seperti model. Sementara, dirinya lebih pendek dari perempuan kebanyakan, bahkan wajahnya sering dikira bocah SMP yang berdandan menjadi dewasa. Apa dia tidak semenarik itu, hingga Janu bermain api di belakangnya? Mungkin. Mungkin saja. Memikirkan itu, air mata Narumi yang sudah surut, turun lagi tak terbendung.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hangatnya Ranjang Ayah Muda
ChickLitNarumi tidak pernah menyangka akan terlibat perasaan dengan mertuanya sendiri. *Cover bikinan temenku @dewandaru Banyak adegan 1821-nya. Bocil jauh-jauh sana!