Rasa yang berbeda

8.7K 210 18
                                    

Nungguin, ya? Jangan lupa, Vote!


...


Jendra mondar-mandir di depan toilet wanita. Hampir setengah jam lamanya, pria itu berdiri di sana. Dia ingin masuk untuk mengecek keadaan Narumi, tetapi tidak enak karena itu toilet wanita.

Tidak berbeda jauh dengan Jendra, Revina juga menunggu bosnya di depan toilet pria. Wanita itu sejak makan malam berakhir tidak mendapati bosnya kembali lagi, menjadi sangat segan. Sebab Jendra mati-matian menahan kemarahannya.

Kebetulan, letak toilet pria dan wanita itu tidak begitu jauh. Revina akhirnya meminta bantuan pada Jendra untuk memeriksa ke dalam ruangan, sebab dia juga tidak enak untuk masuk ke sana.

"Tolong, ya, Pak," pinta Revina memelas.

Jendra pun segera masuk ke dalam. Dia membuka semua bilik toilet, tetapi nihil. Tak ada Ghakean di mana pun. Di bilik terakhir, dia hanya menemukan ponsel Ghakean yang tergeletak di atas kloset. Setelah itu, cepat-cepat ia keluar dan memberikannya pada Revina.

"Bagaimana, Pak?"

"Gak ada. Saya cuma menemukan ini. Sekarang giliran kamu bantu saya, tolong cek toilet wanita. Naru juga sejak tadi belum kembali."

Tak peduli wajah khawatir Revina, pria itu menitah segera. Dengan perasaan cemas karena bosnya, Revina segera masuk dan terkejut bukan main, saat mendapati Narumi tergeletak di lantai.

"Pak Jendra!" teriak Revina lantang bergema.

Jendra yang mendengar teriakan itu, segera masuk ke dalam.

"Ada apa, Rev?"

"Narumi, Pak!" Revina menunjuk tubuh Narumi yang tak sadarkan diri di depan salah satu bilik.

Mata Jendra nyaris keluar. Dia segera mendekat dan memeriksa keadaan vital gadis yang terpejam damai itu. Bernapas. Kekhawatirannya berkurang.

"Naru!" panggil Jendra seraya menepuk pelan pipi tembam Narumi.

Tak ada respon, Jendra segera membopong tubuh ramping Narumi. Dia juga meminta Revina untuk membawakan tas dan ponsel gadis itu.

Revina yang masih bingung dengan situasi yang terjadi, menurut saja. Padahal, bosnya belum ditemukan. Biarlah, nanti Revina akan mencarinya lagi.

Di tempat lain, Janu membawa Ghakean ke sebuah bangunan kumuh tiga lantai. Gedung bercat putih pudar itu dulunya difungsikan sebagai rumah sakit jiwa. Namun, kini kosong terbengkalai karena banyaknya kasus bunuh diri.

Janu tidak sendiri, dia bersama Devan yang tampak tersenyum tidak jelas. Dia sama sekali tidak membantu Janu menggotong tubuh jangkung Ghakean yang cukup membuat Janu kelelahan.

Setelah meletakkan Ghakean di salah satu brankar, Janu beralih menatap Devan yang masih menyungging senyum remeh. Geram, lantas Janu memberi satu pukulan kuat pada rahang pria berbadan besar itu hingga tubuhnya terhuyung ke belakang.

BUG!

"Brengsek! Lo apain istri gue, ha?" hardik Janu berapi-api. Dia bukan tidak tahu tadi Narumi mendapatkan suntikan dari orang di depannya ini.

Hangatnya Ranjang Ayah MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang