Rasa Malini

8.5K 222 7
                                    

Vote, lah!

...


Ruangan serba putih itu masih senyap. Hanya embusan napas teratur dari tiga orang yang tidur dengan posisi duduk saling mendominasi. Sementara, Malini terbangun karena merasakan kepalanya sangat sakit. Namun, dia bertahan saat melihat orang-orang yang disayanginya baru tertidur lelap beberapa jam saja.

Wajah lelah suami dan anak-anaknya membuat Malini enggan membangunkan mereka. Wanita 45 tahun itu mengusap pelan air yang merembes dari sudut matanya. Ya, jauh di dasar hati, dia ingin tetap merasakan kehangatan di antara mereka, tetapi Malini sadar, penyakitnya sudah menyebar ke mana-mana. Bahkan, penglihatannya pun mulai memburam sesekali.

"Mungkin, sudah saatnya aku pergi. Mas Kainan, aku akan segera menyusulmu," lirih Malini.

Kainan Adipati, ayah dari Ranjanu Adipati itu meninggal lima tahun lalu karena kecelakaan tunggal di jalan tol, saat ia hendak pulang ke Ibukota dari Lembang.

Malam itu, tepat ulang tahun pernikahan mereka yang ke 21 tahun. Malini dan Janu menunggu sang ayah di rumah untuk merayakan bersama dengan makan malam bertiga. Hanya masakan sederhana khas Sunda karena Kainan bilang dia sedang ingin merasakan masakan Malini.

Saat waktu malam tiba, Malini berinisiatif menelepon untuk menanyakan keberadaan sang suami. Janu pun demikian, dia sengaja pulang lebih cepat dari kegiatan kampus hanya untuk menemui Papanya yang beberapa hari dinas ke Lembang.

"Mas, kamu di mana?" tanya Malini saat panggilan diterima.

Bukannya menjawab, Kainan malah terkekeh geli. Pria berbalut jas yang sudah acak-acakan itu sengaja menggoda sang istri.

"Kamu kangen banget, ya, sama aku, Lin? Tenang, Sayang, Mas dikit lagi keluar tol," jelasnya masih disertai kekehan.

"Mas, kamu jangan bercanda, ya. Bukannya, aku sudah bilang, malam ini kita mau makan malam. Aku sudah masakin kamu banyak makanan."

"Iya, iya, Sayang. Kamu selalu cerewet seperti biasa. Tetapi, sepertinya aku akan datang terlambat, Lin. Aku minta maaf, ya. Sampaikan juga pada Janu. Tau, gak, Lin, aku rasa cinta dan sayangku tidak pernah berubah dari dulu ke kamu," ucap Kainan masih dengan kekehan.

Malini menatap ponselnya heran. Sejak kapan, suaminya jadi aneh begini?

"Kamu gak lagi kesambet setan Lembang, kan, Pa?"

"Hehehe, gaklah. Lin, aku saya--"

Brak!

Malini menegang, saat suara Kainan teredam suara benturan cukup keras. Jantung wanita itu berdegup kencang. Tersadar dari keterkejutan, Malini kembali memanggil sang suami karena sambungan masih terhubung.

"Mas! Mas! Ya Tuhan! Mas Kainan! Kamu kenapa, Mas?" tangis Malini pecah. Dia ke sana kemari, berharap suara Kainan menjawab panggilannya. Namun, yang terdengar hanya rintihan kesakitan dari suaminya itu.

Janu yang baru selesai mandi, segera turun dari kamarnya. Dia menghampiri sang mama yang terlihat kacau bolak-balik di dekat meja makan.

"Ma, Ma, kenapa?" panggil Janu.

Malini yang melihat Janu, langsung menghambur ke pelukan sang anak.

"Ma, kenapa?" tanya Janu lagi.

"Papa, Jan, Papa, ini teleponnya masih tersambung." Malini mengulurkan ponselnya pada Janu yang belum mengerti situasi apa yang sedang terjadi.

Pemuda berperawakan tinggi itu, segera menempelkan ponselnya di telinga. Hanya terdengar rintihan kesakitan yang Janu yakini berasal dari papanya.

"Pa, Papa dengar Janu, Pa?" panggil Janu tenang.

Hangatnya Ranjang Ayah MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang