Chp 7: Pulang Saja Kamu!

220 31 1
                                    

Aku selalu ingat bagaimana dulu kami berakhir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku selalu ingat bagaimana dulu kami berakhir. Bahkan hingga sekarang. Sampai detik di mana kami resmi tinggal di bawah atap yang sama.

Sehari setelah Mas Raja berhenti menemui dan mengabari, semangatku langsung menghilang. Tante dan Mas Agas sering datang, tetapi aku tidak seantusias dulu. Sampai akhirnya kuceritakan pada Mas Agas tentang Mas Raja.

Hari di mana aku jatuh sakit sampai dirawat inap, Mas Agas marah-marah. Dokter bilang mag-ku kambuh dan aku disalahkan oleh orang tuaku karena jarang mau makan. Mas Agas menganggap ini adalah ulah Mas Raja karena telah membuatku kehilangan semangat hidup.

"Mas Raja belum mengabariku hari ini. Aku mau ke kampus, mau ketemu Mas Raja. Mas, aku mau minta Mas Raja menarik kata-katanya."

Berbulan-bulan aku selalu mengatakan hal yang sama. Mas Raja. Mas Raja. Mas Raja. Aku mungkin sudah gila. Mengapa ada orang seperti aku? Aku yang jatuh cinta sebegitu gilanya.

Hari di mana aku tidak pernah keluar dari kamar, Mama dan Papa marah besar. Mereka mendobrak kamarku. Betapa terkejutnya mereka saat melihat semua benda-benda di kamarku berserakan. Aku menangis di pojok kamar, menyelimuti diri sambil mengingat kembali lelaki itu. Ya, Tuhan! Aku tidak menyangka patah hati akan seburuk ini.

"Di mana Nadira?! Di mana dia?" pekik Mama suatu hari. Seingatku ketika malam baru hendak tiba.

Semua orang gencar mencariku. Aku sendiri tidak ke mana-mana. Hanya mengunci diri di kamar mandi lantai bawah. Menenggelamkan diri di bawah air bathub. Tadinya kupikir aku lebih baik mati. Itu akan jauh lebih menenangkan, mungkin.

Rasa sakitku bukan hanya karena Mas Raja. Namun, mereka ... orang tuaku. Pagi, siang, sore, malam, kegiatanku selalu sama. Hanya ada jeda sebentar untuk beristirahat. Kata mereka, belajar itu penting. Mereka memintaku menjadi anak yang berguna.

"Nadira!" pekik Mama begitu menemukan aku di bathub. Aku tidak tahu bagaimana persisnya mereka menemukan di sini. "Apa yang kamu lakukan?"

Aksi itu berakhir dengan tamparan keras dari Papa saat menarik tubuhku keluar dari bathub. Mas Agas hari itu datang juga. Sengaja tidak mengajak Tante karena takut membuatnya khawatir. Baru kali itu aku melihat Mama menjerit meminta Papa berhenti memukulku.

Mas Agas masuk ke kamarku saat suasana sudah tenang. Ponsel di atas meja belajarku memperlihatkan panggilan yang kemudian untuk ke sekian kali dijawab suara kaku operator. Nomor yang Anda tuju salah ....

"Nggak. Mas Raja biasanya menghubungiku dengan nomor ini. Aku cuma mau cerita keadaanku yang sekarang. Kalau dia dengar, nanti aku pasti diajak pergi biar nggak capek belajar," kataku pada si operator seakan percakapan kami searah.

"Nadira, sudahlah. Sampai kapan mau seperti ini? Kasihan mama dan papa kamu melihatmu begini, Nad," komentar Mas Agas.

"Kasihan? Mereka nggak kasihan padaku. Kenapa aku harus kasihan pada mereka, Mas? Apa sebaiknya aku pergi saja? Kalau aku pergi, mereka nggak akan memaksaku terus. Mas nggak tau mereka mengurungku di kamar ini pagi, siang, sore, dan malam. Lihat!" Aku menunjuk catatan-catatan kecil yang tertempel di tembok.

Bittersweet PasutriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang