prolog

830 45 0
                                    

Samar-samar kulihat gorden yang melambai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Samar-samar kulihat gorden yang melambai. Dari arah yang sama, sinar mentari menelusup masuk lewat celah kisi-kisi. Kepalaku mendadak pening, serta-merta merasakan tubuh yang lelah serupa telah bekerja berat seharian. Aroma yang familiar menyergap indra pembau. Aku merapatkan tubuh, merasakan dingin mendadak menerobos serat-serat kain.

Ah, sebentar. Apa ini?

Mataku terbuka sepenuhnya. Ketika jari-jariku menari mengelus permukaan tubuh yang halus, adrenalinku serasa dipacu. Debar-debar menggetarkan kecemasan. Aku meringkuk tatkala menarik selimut hingga menutupi badan.

Suara decitan engsel pintu terdengar. Jantungku seperti dipompa lebih cepat. Ya, Tuhan! Apa yang aku lakukan? Mengapa aku seperti ini? Mengapa ... mengapa tubuhku hanya ditutupi sehelai kain?

"Nad, udah bangun? Maaf, tadi Mas nyari sarapan," ucap sebuah suara yang aku tebak tidak jauh dari ranjang.

Kumohon, pergilah. Jangan mendekat.

Kehadirannya hanya akan mengulik kembali percintaan panas kami semalam. Bagaimana aku pasrah di bawah tubuhnya dan kami mengubah malam yang sunyi dengan semarak kenikmatan. Lantas mengapa aku tidak senang? Mengapa aku tidak bahagia? Mengapa aku tidak lega? Aneh. Aku ... aku merasa ini salah. Jantungku seperti akan jatuh melorot ke perut mengingat lelaki yang semalam bergumul denganku di ranjang hangat ini.

"Nad?" Dia memanggilku lagi. "Maaf."

Air mataku merebak tatkala suara lirihnya terdengar. Meski tangisku tanpa suara, tetapi sakitnya luar biasa. Ya, Tuhan! Apa yang aku lakukan? Bagaimana dengan papa dan mama?

Maaf saja rasanya tidak cukup, tetapi marah pun aku tidak sanggup. Sebab ini semata bukan ulahnya. Hanya ... kami melakukannya karena sama-sama ingin. Tidak, Nadira! Ini tidak bisa dibenarkan.

Lelaki itu agaknya duduk di tepi kasur karena kurasakan ranjang sedikit berderit. Kumohon ... pergilah ... pergilah.

"Nadira, ayo sarapan. Mas nggak akan pergi sebelum kita bicara," tuturnya.

Apa yang mau dibicarakan? Aku membenci keadaan ini. Dari balik celah selimut yang terbuka, aku menatap profil lelaki itu. Mantan pacarku, Mas Raja.

Hi, Oneders!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hi, Oneders!

Berhubung 'Calon Pasutri' sudah tamat di KaryaKarsa, aku akan melanjutkan kisah kedua masnya Kiara. Tapi, di lapak ini khusus cerita Raja dan Nadira. Ceritanya balik ke belakang, sebelum Kiara ataupun Sadam menikah.

Thank you✨

Bittersweet PasutriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang