Chp 19: Kunjungan Tante Ambar

141 28 0
                                    

Aku baru saja keluar dari ruang sidang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku baru saja keluar dari ruang sidang. Proses sidang skripsiku berjalan dengan lancar. Bu Em memelukku dengan erat begitu aku dinyatakan lulus. Mata beliau bahkan terlihat berkaca-kaca saat menatapku. Sorotnya seperti mengatakan; ibu bangga padamu, Nadira.

Tepat ketika aku keluar dari ruang sidang, Mama melintas bersama Ranti. Langkah Mama melambat tatkala mata kami berserobok. Aku mengulas senyum, tetapi Mama melengos dan masuk ke ruang dosen. Padahal aku ingin sekali menghampirinya dan mengatakan bahwa tinggal sedikit lagi aku akan lulus.

Aku berharap bisa menyalurkan kebahagiaan hari ini. Namun, rupanya Mama tidak mau repot-repot menanggapiku. Dia bahkan hanya melirik sekilas ke arahku.

"Wah, selamat ya, Nad." Ranti mendekatiku sebelum menyusul Mama masuk ke ruang dosen. "Kamu keren banget udah mau lulus aja."

"Terima kasih." Aku memaksakan senyum.

Melihat kedekatan Ranti dan Mama, aku merasa sedikit iri. Bagaimana tidak? Seolah-olah terkesan hanya Ranti-lah mahasiswa Mama dan Ranti sudah seperti anaknya sendiri.

"Eh, selamat juga buat ...." Ranti melirik perutku yang ditutupi kemeja putih agak kebesaran. "Aku dengar kamu lagi hamil."

Kedua mataku melebar kaget saat mendengar perkataan Ranti. Ya, Tuhan! Dari mana dia mengetahuinya?

Ranti menyengir kaku, tampak canggung karena aku tak langsung merespons. "Aku duluan kalau gitu."

Aku menahan lengan kanan Ranti. "Siapa yang memberitahumu?"

"Mama kamu." Ranti tanpa ragu menjawab. "Sebenarnya aku udah curiga, sih, pas lihat kamu agak gendutan. Hehe, maklum aja, kan namanya juga ibu hamil. Makin gemas."

Lantas kudorong lengan Ranti, lalu bergegas pergi dari hadapannya. Apa maksud Mama sampai-sampai membeberkan ke Ranti segala? Seorang Ranti yang bahkan aku tidak terlalu akrab dengannya. Bagaimana kalau nanti Ranti menceritakan ke orang lain?

Maka kebenaran itu akan menyebar. Semua orang akan menatapku, mengusik dengan banyak pertanyaan, atau mungkin meremehkamku. Aku tidak mau itu terjadi.

"Eh, hati-hati, dong!"

Aku terkesiap kaget saat seorang cewek berseru ke arahku. Ternyata aku tidak sengaja menabraknya karena tidak fokus berjalan. Tatapan orang-orang terarah padaku. Mengamati dari ujung kaki hingga kepalaku dengan tatapan aneh.

"M-maaf, aku nggak sengaja," kataku terbata-bata.

"Lain kali hati-hati." Gadis itu lantas menjauh dariku.

Susah payah aku bergerak menuruni anak tangga. Lift tampak penuh, jadi aku malas menunggu dan berdesakan di ruang sempit itu. Tiba di lantai utama, aku memilih duduk di depan lobi utama, pada bangku panjang yang tersedia di sana.

Terik mentari membuatku menyipit. Padahal cuma turun tangga, tetapi melelahkan sekali. Kian hari, perutku terasa berat. Wajar saja, aku tengah menggendong seorang anak manusia.

Bittersweet PasutriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang