Tidurku selalu nyenyak setiap kali berakhir dalam pelukan Mas Raja. Dahulu aku sangat tersiksa karena mencintainya. Tak percaya bahwa dia akan meninggalkanku sampai-sampai rasanya aku akan mati oleh kondisiku sendiri. Apakah aku terlalu berlebihan?Mungkin karena itulah mama dan papa muak melihatku terus meratapi perpisahan dengan Mas Raja. Di sisi lain, mereka tidak tahu bahwa aku tersiksa dan tertekan oleh ekspektasi tinggi mereka terhadapku.
Tapi, bukan berarti kamu bisa mengecewakan mereka, Nadira. Merekalah yang merawatmu dari kecil.
Sampai detik ini rasa bersalah masih bercokol dalam rongga dadaku.
"Hari ini nggak ke kantor, Mas?" tanyaku pada Mas Raja tanpa membuka kedua kelopak mata.
Kutanyakan hal itu karena tubuhnya masih ada di sini; di tempat tidur kami. Bahkan tangan kananku masih bisa memeluk pinggangnya yang lebar. Aroma Mas Raja yang maskulin melekat hampir sepanjang hari—bahkan sampai berganti hari lagi. Jadi, aku yakin suamiku masih berada di sini, di sisiku.
Aku pun enggan bangkit dari kasur. Masih ingin berlama-lama dengannya. Seharian seperti ini rasanya tidak akan melelahkan. Asalkan ada Mas Raja.
"Mas kerja dari rumah hari ini. Mau menemani kamu," bisiknya sambil mengeratkan pelukan kami.
"Oh, memangnya boleh begitu?"
"Boleh, lah. Apalagi mood kamu lagi nggak stabil. Mas mau menemani kamu dalam kondisi apa pun. Ketimbang nanti kamu bengong terus mikirin yang nggak-nggak. Lebih baik kamu ditemani," ucapnya.
"Maaf, Mas. Aku jadi merepotkan kamu," kataku.
Mas Raja mengecup keningku selama sekian detik. "Kamu nggak pernah merepotkan Mas, Nadira. Justru Mas senang direpotkan. Itu berarti Mas ingin berguna sebagai suami kamu. Mas akan marah kalau kamu memaksa melakukan apa pun sendirian."
Ucapan Mas Raja tidak aku balas dengan kata-kata. Melainkan kubuka mata perlahan dan mendongak padanya. Wajah Mas Raja selalu tampan di mataku, entah dalam kondisi apa pun. Seperti saat ini, ketika wajahnya terlihat menahan kantuk dengan suara berat di pagi hari.
Semalam dia pasti tidak tertidur nyenyak karena aku yang tidak bisa tidur. Jadi, Mas Raja harus menemani dan menjagaku semalaman. Aku menjadi sedikit merasa bersalah.
Aku bangkit dari tempat seraya menepuk-nepuk punggung Mas Raja. "Tidurlah. Aku akan bangun dan membantu Mama Ayudia menyiapkan sarapan."
"Temani Mas lebih lama lagi." Dia menahan lengan kananku. Bermaksud mencegahku untuk turun dari ranjang.
"Nggak bisa, Mas. Aku nggak mau terlalu lama di sini. Aku harus membantu Mama di dapur."
"Kamu sedang hamil. Dokter bilang, kamu nggak boleh kelelahan, Nadira." Mas Raja berucap tanpa membuka matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet Pasutri
Romantizm[Slow update] Ketika dua garis positif menggemparkan keluargaku, maka tidak ada jalan lain selain meminta pertanggung jawaban. Namun, kenapa mama malah ingin menggugurkan? Tidak, ini buah hatiku. Tidak, ini janinku. Meski ia hadir sebelum aku dan ca...