(pengakuan)

514 39 2
                                    

Tanganku bergetar ketika merogoh ponsel ke dalam tas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tanganku bergetar ketika merogoh ponsel ke dalam tas. Suara teriakan Papa dan pukulan pada daun pintu kamar menyapa indra pendengaranku, seakan-akan merobek gendang telinga. Menyedihkan sekali.  Padahal sebelumnya aku ingin menanggung ini sendirian, tetapi tidak akan bisa. Aku tahu, tidak akan.

Dengan setengah terpaksa, aku menghubungi Mas Raja.  Ya, Tuhan ... jalan apa yang sudah aku ambil? Apa yang aku lakukan? Mestinya kusingkirkan saja calon bayi yang tidak tahu apa pun ini. Namun, apa aku tidak akan terlihat sangat jahat?

 Namun, apa aku tidak akan terlihat sangat jahat?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Nadira!" teriak Papa membuatku seketika melempar ponsel ke lantai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Nadira!" teriak Papa membuatku seketika melempar ponsel ke lantai.

Suara Papa terdengar seiring pintu yang didobrak paksa. Papa tidak sendirian, ada Mang Uci yang membantunya. Daun pintu terjengkang kasar ke belakang. Sorot mata Papa jauh lebih parah dari beberapa jam lalu ketika dua benda mengerikan itu ditemukan oleh Mama. Benda yang memuat informasi kalau aku ... aku benar-benar sedang mengandung.

"Katakan! Katakan siapa orangnya?!" teriak Papa saat meraih bahuku. Cengkeraman Papa menambah rasa sakit yang mendera seluruh tubuh. "Katakan!"

"P-Papa ...."

"Atau perlu Papa cari tahu sendiri dan menghajarnya? Oh, Papa laporkan saja ke polisi karena sudah membuatmu seperti ini. Ya, Allah, Gusti!" Lagi-lagi suara menggelegar Papa terdengar mengudara di kamarku yang agak berantakan.

Aku menunduk dalam diam, merasakan cengkeraman Papa makin melonggar. Air mataku berderai tanpa henti, tanpa bisa kukendalikan. Aku meremas selimut terdekat dengan erat. Sebelum suaraku yang bergetar menyebut nama satu orang.

"Mas ... Mas Raja."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sampai bertemu di chapter 1 😊

Bittersweet PasutriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang