Ini pertama kali aku melakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) untuk kandunganku. Bukan berarti aku tidak tahu banyak tentang hal ini. Bahkan jauh-jauh hari sebelum pemeriksaan pun sudah aku pelajari. Begitu berhadapan dengan dokter, aku merasa sangat gugup.Dalam hidupku selama ini, aku tidak pernah membayangkan bisa melihat transducer digerakkan di atas perutku. Lalu, layar monitor hitam-putih memperlihatkan kondisi janinku di sana. Bahkan rasa gugup itu belum kunjung menghilang meski pemeriksaan sudah selesai.
Dokter menuturkan sejauh ini tidak ada masalah pada kandunganku. Pada saat kabar itu terlontar dari bibirnya, aku seketika merasa lega.
"Minumlah," kata Mas Raja menyadarkan aku dari lamunan.
Kami bergerak ke supermarket setelah keluar dari rumah sakit. Hari ini kami berencana berbelanja keperluan sehari-hari bersama. Sejak tadi aku fokus meneliti hasil USG yang dikirim oleh dokter ke ponselku.
"Terima kasih, Mas," tukasku.
Mas Raja memamerkan senyum lebar. "Masih melihat hasilnya?"
Aku mengangguk antusias. "Semoga di minggu-minggu berikutnya lebih baik dan dia sehat." Mataku tidak beralih dari ponsel.
"Mau makan sesuatu? Biar Mas belikan."
"Nggak usah. Aku cuma haus. Setelah ini kita harus berbelanja."
Mas Raja tidak menjawab, hanya fokus padaku yang masih antusias dengan hasil USG sembari menikmati minuman di gelasku. Apakah semua ibu di dunia ini merasakan apa yang aku rasakan ketika melihat perkembangan sang buah hati? Apakah semua ayah di dunia ini ikut berbahagia seperti Mas Raja?
Aku memang bahagia calon bayiku sehat. Namun, di sisi lain, perlahan tumbuh ketakutan. Mungkin ketakutan itu selalu mengintai. Aku takut tidak bisa me jadi ibu yang baik untuk anakku.
Apalagi dengan sikapku terhadap mama dan papa. Mungkinkah aku bisa membuat anakku nyaman kelak? Bisakah aku berteman baik dengannya? Bisakah aku merawat dan memahami dia dengan baik pula? Mungkin masih terlalu dini untuk dipikirkan, tetapi aku tidak bisa mengelak dari ketakutan itu.
"Kenapa, Nad?" tegur Mas Raja.
"Um?" Aku mengarahkan pandang padanya. "Kenapa apanya?"
"Kamu sepeti sedang memikirkan sesuatu yang mengusikmu."
Aku meletakkan gelas di atas meja, lalu mengunci layar ponsel. Kutatap Mas Raja lamat-lamat, walaupun sebenarnya aku masih saja malu-malu saat beradu tatap dengan suamiku sendiri.
"Mas, menurutmu bagaimana kalau aku nggak bisa jadi ibu yang baik untuknya?" tanyaku dengan hati-hati.
Saat ini kami berada di area food court yang disediakan di sini. Beberapa pengunjung juga bergabung. Keheningan di antara aku dan Mas Raja terjadi begitu pertanyaan tersebut keluar dari bibirku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet Pasutri
Romance[Slow update] Ketika dua garis positif menggemparkan keluargaku, maka tidak ada jalan lain selain meminta pertanggung jawaban. Namun, kenapa mama malah ingin menggugurkan? Tidak, ini buah hatiku. Tidak, ini janinku. Meski ia hadir sebelum aku dan ca...