Mas Raja mengantarku ke kampus pagi ini. Aku harus mendaftar untuk sidang. Sebelum melahirkan, aku benar-benar harus merampungkan pendidikanku. Tidak ada yang tahu seperti apa kehidupan ke depannya. Aku pasti akan disibukkan dengan mengurus anak.
"Sudah masuk data, ya, Mbak. Selamat menunggu jadwal sidang," kata petugas di balik meja kerjanya.
Aku hanya mengangguk dan tersenyum ramah. Lega sekali rasanya. Aku keluar dari kerumunan orang-orang yang juga datang untuk mendaftar. Sepasang mataku menangkap keberadaan mama yang baru saja keluar dari lift. Beliau berjalan dengan seorang pria yang aku kenali sebagai ketua prodi kami.
Ketika sepasang mata menangkap keberadaanku, aku mengulas senyum untuk menyapa. Namun, mama malah melengos dan berjalan cuek melanjutkan obrolan dengan rekan kerjanya. Aku seketika merasa menjadi sangat asing dengan ibuku sendiri.
"Sampai kapan mama akan seperti ini?" gumamku.
Namun, aku tidak mau terlalu berpikir buruk dan menyalahkan sikap mama yang bersikeras menentang hubunganku dengan Mas Raja. Hal itu bisa saja terjadi. Orang tua mana yang tidak sakit hati dan kecewa karena tindakan anaknya yang dianggap sangat kurang ajar?
Mama sudah mengandungku selama sembilan bulan. Beliau merawat dan membesarkan aku hingga usiaku dewasa. Namun, tiba-tiba aku malah merusak kepercayaannya. Untung saja mama dan papa tidak sampai berpikir ingin melaporkan Mas Raja.
"Nadira," sapa seseorang.
Aku menoleh dan menemukan seorang gadis melambai padaku. Seorang gadis bernama Ranti yang aku ketahui berada di kelas yang sama denganku, tetapi kami tidak terlalu akrab. Namun, di situasi dan posisi semester akhir begini, bahkan dengan mahasiswa dari kelas lain pun mendadak jadi teman karena berada di bimbingan yang sama.
"Lama banget nggak ketemu. Abis daftar, ya?" tanya Ranti.
"Iya, nih. Kamu jarang kelihatan di kampus, sih," ucapku berusaha terdengar akrab
Ranti terkekeh sambil menggaruk lehernya yang tidak gatal. "Aku masih penelitian. Kan aku membantu mengerjakan penelitian mama kamu juga buat bahan skripsi. Nggak tau, ya?"
Oh ... aku baru mendengarnya. Dulu mama sering mengikutsertakan aku dalam penelitiannya. Namun, lihatlah sekarang? Aku bahkan sudah tidak diajak lagi.
Aku mengulum senyum tipis. "Bagaimana kabarmu? Gendutan, ya, sekarang. Bahagia nih kayaknya." Ranti terdengar seakan kami sangat akrab.
"Oh ya, sepertinya begitu."
"Kok sepertinya? Sudah menikah, ya pasti bahagia, 'kan?" Gadis berambut keriting itu terkekeh sebentar.
Aku mulai tidak nyaman dengan pembicaraan ini. Karena sudah mulai merambah ke hal-hal privasi. Seketika aku ingin kabur dari hadapan Ranti. Namun, wanita itu malah menggandengku keluar dari lantai utama gedung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet Pasutri
Romance[Slow update] Ketika dua garis positif menggemparkan keluargaku, maka tidak ada jalan lain selain meminta pertanggung jawaban. Namun, kenapa mama malah ingin menggugurkan? Tidak, ini buah hatiku. Tidak, ini janinku. Meski ia hadir sebelum aku dan ca...