"Nadira, kenapa nggak bilang ke Tante kalau kamu lagi hamil?"
Selama sekian detik aku terdiam mengamati wajah Tante Ambar yang menampilkan kekhawatiran. Wanita yang menemaniku selama masa-masa sulit, bahkan saat mamaku sendiri tidak pernah mengerti akan posisiku. Mama mungkin jarang menemani dan mendengar isi hatiku, tetapi selama ini Tante Ambar-lah yang menggantikan peran tersebut.
Akan tetapi, sekarang aku malah menyembunyikan sesuatu yang amat penting darinya. Wajar saja Tante Ambar langsung menanyakan kebenaran tentang kehamilanku. Mungkin mama atau Mas Agas yang memberitahu Tante Ambar.
"Nadira, ayo ajak tantemu masuk," tukas Mama Ayudia menegur lagi.
"I-iya, Ma." Aku menggandeng lengan Tante Ambar. "Kita bicara di dalam saja, Tante."
Kubawa Tante Ambar masuk ke rumah. Untung hari ini agak sepi, jadi Tante hanya menyapa Mama Ayudia dan aku. Tante Ambar dipersilakan duduk di ruang tengah oleh mertuaku. Sementara beliau beranjak hendak ke dapur untuk membuat minuman.
"Mama, biar aku aja yang bikin minum," ucapku seraya berdiri dari sofa.
"Nggak usah, kamu temani Bu Ambar saja."
Tanpa mau dibantah, Mama Ayudia melenggang ke dapur. Meninggalkan aku dan Tante Ambar di ruang tengah. Aku merasa sedikit canggung karena sudah cukup lama tidak bertemu.
"Tante senang melihatmu sehat begini. Hari ini kamu sidang, kan? Mas Agas yang kasih tau. Lancar kan, Sayang?" tanya Tante Ambar.
"Lancar, Tante. Aku benar-benar sudah lulus, lho."
Senyum terukir di bibir Tante Ambar yang dipoles lipstik nude. "Selamat ya, Tante ikut bahagia melihat kamu sekarang. Proses dan usahamu nggak sia-sia, Nad. Kamu berhak mendapatkan yang terbaik atas usahamu."
"Iya, Tante. Papa bilang, aku harus fokus untuk persalinanku setelah ini."
"Percayalah, walaupun papa dan mama kamu bersikap keras, tapi dia ingin yang terbaik buatmu. Pilihanmu adalah menikah dan menjadi seorang ibu, mereka nggak bisa berbuat apa pun selain membantu dan terus memberikan support-nya."
Aku hendak menjawab tatkala Mama Ayudia datang. Beliau membawa nampan berisi minuman dan meletakkan di atas meja. Tante Ambar tersenyum ramah menanggapinya. Kini Mama Ayudia ikut bergabung dengan kami.
"Ini pertama kali Bu Ambar datang, ya? Nanti kalau Nadira melahirkan, harus sering datang, nih," ucap Mama Ayudia.
"Pasti, Bu Ayudia. Saya baru tau kalau Nadira hamil. Agak kaget, tapi wajar saja, kan? Namanya juga punya suami." Tante Ambar berkata setelah menyeruput minumannya.
Seketika Mama Ayudia menatap heran ke arahku. Mungkin selama ini dia berpikir semua keluargaku sudah tahu tentang kehamilan dan alasanku menikahi Mas Raja. Padahal sebenarnya aku menyembunyikan itu dari Tante Ambar dan Mas Agas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet Pasutri
Roman d'amour[Slow update] Ketika dua garis positif menggemparkan keluargaku, maka tidak ada jalan lain selain meminta pertanggung jawaban. Namun, kenapa mama malah ingin menggugurkan? Tidak, ini buah hatiku. Tidak, ini janinku. Meski ia hadir sebelum aku dan ca...