Sekedar kisah keluarga kami. ~Mahendra brothers.
.
.
.
.Brak...
Suara kegaduhan terdengar dari arah dapur, seolah setumpuk barang jatuh dari ketinggian tertentu, menghantam lantai dengan keras dan menimbulkan bunyi yang mengisi seluruh ruangan.
"Ada apa?" tanya Arya dengan nada cemas, segera melangkah dari ruang tamu.
"Sayang?!" seru Sagara, yang sudah berdiri dan siap mengikuti.
Winata, dengan wajah khawatir, segera menoleh ke arah dapur. Tanpa berpikir panjang, ketiga pria itu bergegas menuju dapur, langkah mereka tergesa-gesa, hampir berlari.
Setibanya di dapur, mereka mendapati pemandangan yang mengagetkan. Aruna, Arunika, dan Anindya tampak berdiri dengan wajah sedikit terkejut, sementara di lantai dapur, terlihat piring dan gelas yang berserakan, sebagian pecah berkeping-keping. Di antara pecahan itu, Riga dan Natta berdiri dengan ekspresi bersalah.
"Sayang, nggak apa-apa kan?" Sagara langsung mendekati Aruna, memeriksa apakah ada yang terluka.
Aruna menggeleng sambil tersenyum tipis. "Nggak apa-apa, Mas. Cuma piringnya yang jatuh. Tadi, Natta dan Riga bantu ambil piring dari rak, tapi nggak sengaja tersenggol."
"Maaf, Ayah. Raknya terlalu tinggi dan piringnya berat," ucap Natta dengan nada menyesal, menunduk sedikit malu.
"Nggak apa-apa, Abang. Yang penting kalian semua nggak terluka," kata Arya sambil menepuk pundak Natta dengan lembut.
Winata mendekati Riga, memastikan cucunya tidak terluka. "Kamu baik-baik saja, Riga?"
Riga mengangguk, merasa lega karena yang rusak hanya peralatan makan. "Iya, Kakek. Maaf, tadi nggak hati-hati."
Anindya yang melihat situasi tersebut hanya tertawa kecil. "Untung hanya piring. Kita bisa bersihkan ini bersama-sama."
Arunika ikut tersenyum, mencoba meredakan ketegangan. "Biar Oma yang bereskan. Kalian bantu angkat yang lain saja."
Sagara, Arya, dan Winata dengan cepat membantu membersihkan pecahan piring dan gelas yang berserakan di lantai, sementara Aruna dan Arunika menenangkan anak-anak mereka. Setelah semuanya beres, suasana kembali tenang.
.
.
.
."Sudah semua? Mau bikin makanan apa?" tanya Winata kepada ketiga wanita cantik beda usia di depannya, sambil melihat mereka yang kini sudah kembali fokus pada bahan-bahan di atas meja.
Arunika tersenyum lembut sebelum menjawab, "Aku pikir kita bisa buat nasi kuning dan beberapa lauk sederhana. Ini kan sarapan spesial, jadi kita buat yang istimewa."
"Setuju, Ma," sahut Aruna sambil mulai memotong sayuran. "Aku juga sudah siapkan bahan untuk membuat sambal goreng dan ayam bakar. Nasi kuningnya pasti bakal cocok."
Anindya, yang sedang mengeluarkan bumbu-bumbu dari lemari dapur, menambahkan, "Dan untuk penutup, aku akan buat es buah segar. Anak-anak pasti suka."
"Ah, itu pasti jadi favoritnya Ghana dan Chandra," ujar Aruna sambil tertawa kecil, membayangkan kedua putranya yang selalu antusias dengan makanan manis.
Winata mengangguk puas. "Wah, kelihatannya semua sudah siap. Kalau begitu, Papa bantu persiapan panggangan di luar. Biar nanti ayamnya matang pas waktunya."
Sagara yang baru saja kembali ke dapur setelah membuang pecahan piring, mendengar percakapan itu dan menimpali, "Bagus juga, Yah. Aku bantu Papa di luar, sambil siapkan meja makannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahendra Brothers
UmorKeluarga Mahendra milik Sagara dan Aruna. Sebuah keluarga kecil dengan lima anak laki-laki yang hanya berjarak beberapa tahun. Keluarga harmonis yang teduh, dengan kejahilan milik si bungsu. start :06152024 finish : -