Selamat menikmati kisah keluarga kami. Mahendra brothers.
.
.
.
.Terik sinar matahari siang hari menyengat, memantul dari atap-atap bangunan dan permukaan aspal yang mulai memanas. Langit cerah tanpa awan memberikan kesan bahwa matahari berada tepat di atas kepala, mengirimkan sinarnya dengan intensitas penuh. Udara terasa hangat dan lembap, membuat bayangan pohon-pohon di halaman sekolah menjadi tempat berteduh yang sangat dicari.
Di gerbang sekolah, keramaian siswa yang pulang semakin terasa. Seragam mereka tampak berkeringat, dan wajah-wajah mereka memerah karena paparan sinar matahari. Tawa riang dan percakapan antusias menggema di udara, menciptakan suasana yang penuh semangat meskipun hari sudah semakin panas.
Di pinggir jalan, para orang tua menunggu dengan kendaraan masing-masing, sambil sesekali mengusap keringat dari dahi mereka. Suara deru mesin dan klakson mobil yang lalu lalang menambah riuh suasana. Beberapa siswa berlindung di bawah payung warna-warni, berusaha menghindari teriknya matahari sementara lainnya memilih untuk berjalan cepat menuju rumah atau halte terdekat.
Tepat di depan kantin sekolah, sekumpulan siswa berkerumun membeli minuman dingin untuk melepas dahaga. Es teh manis dan es krim menjadi pilihan favorit di tengah hari yang terik. Setiap tegukan terasa seperti oase di tengah padang pasir.
Secara keseluruhan, suasana sekolah yang ramai dengan siswa pulang di tengah teriknya matahari siang hari menciptakan pemandangan dinamis, penuh dengan kehidupan dan interaksi yang menandakan akhir dari satu hari belajar yang panjang.
"Chandra. Kita jalan?" Tanya Ghana sambil memegang es teh yang telah dibelikan oleh Chandra.
"Hm. Menunggu Abang tidak mungkin. Dan ayah juga masih ada kelas tadi. Buna juga sedang tidak bisa," jawab Chandra sambil membuka payung kecil yang ia dapatkan dari pos satpam.
"Tidak naik bus saja?" Tanya Ghana kembali.
"Tidak. Uang kita tidak cukup. Kita coba jalan saja ya. Pakai payung pak satpam," jelas Chandra.
Mereka meninggalkan area sekolah dengan menggunakan payung. Sambil Chandra yang memegang tangan Ghana. Keduanya berjalan beriringan di trotoar.
Keduanya terus berbincang. Untuk menghalau rasa panas yang dihasilkan oleh matahari. Juga untuk mengalihkan perhatian Ghana dari lamanya mereka pulang.
Tinggal sedikit lagi keduanya sampai di rumah. Hanya cukup melewati satu gang lagi untuk sampai wilayah rumah mereka. Masih dengan tangan yang bergandengan serta es teh yang Ghana bawa.
"Emmm!"
Payung itu jatuh dan es teh Ghana tumpah di jalan, menimbulkan bunyi keras yang mengagetkan. Sebelum Chandra dan Ghana sempat bereaksi, dua pria bertopeng muncul dari balik gang. Kain berbau aneh segera menutupi wajah mereka, dan dalam hitungan detik, kedua saudara itu jatuh tak berdaya, pingsan di bawah teriknya matahari.
.
.
.
.Chandra terbangun dengan perasaan pening dan kebingungan. Matanya berkedip-kedip menyesuaikan diri dengan kegelapan di sekitarnya. Ia berada di sebuah ruangan yang suram, hanya diterangi oleh cahaya remang dari jendela kecil di sudut ruangan. Di sebelahnya, Ghana masih terbaring tak sadarkan diri.
"Dimana kita?" gumam Chandra pelan, berusaha mengingat apa yang terjadi. Ia merasakan lantai kayu yang dingin dan kasar di bawahnya, dan suara gemerisik tikus di kejauhan menambah kesan mengerikan tempat itu. Chandra segera merangkak ke arah Ghana, menggoyang-goyangkan tubuh Ghana dengan lembut.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mahendra Brothers
HumorSedang dalam tahap revisi. Keluarga Mahendra milik Sagara dan Aruna. Sebuah keluarga kecil dengan lima anak laki-laki yang hanya berjarak beberapa tahun. Keluarga harmonis yang teduh, dengan kejahilan milik si bungsu. start :06152024 finish : -