Selamat menikmati kisah keluarga kami. ~Mahendra brothers.
.
.
.
.Setibanya Natta dan Sagara di rumah. Sagara langsung meminta Natta untuk kembali beristirahat di kamarnya. Sementara Sagara akan pergi ke dapur untuk menaruh cemilan yang telah mereka beli di toples agar Natta lebih mudah memakannya nanti.
Natta duduk di pinggir kasur miliknya. Mengamati ruangan yang telah lama menjadi kamarnya. Pikirannya masih menerawang siapa sekiranya yang mengawasi mereka tadi.
Natta masih tetap berada di posisinya. Meski pusing mendera, namun rasa ingin tahunya akan siapa orang dibalik itu masih menjadi misteri. Pikirannya yang berkecamuk membuat dirinya menjadi termenung hingga tidak memperhatikan sekitar.
"Adek! Ayah panggil kenapa tidak menjawab?" Tanya Sagara sambil menggoyangkan badan Natta. "Kenapa tidak tidur? Malah bengong."
"Ah ..... Maaf ayah. Abang tidak memerhatikan tadi."
"Kenapa? Sepertinya banyak pikiran," tanya Sagara kembali sambil mendudukkan diri di hadapan sang putra. Dirinya baru saja menarik kursi belajar milik Natta.
"Tidak ayah. Hanya sedikit pusing. Jadi terlihat melamun," jelas Natta sedikit tersenyum. Mencoba meyakinkan sang ayah bahwa dirinya tidak sedang banyak pikiran.
"Oke. Kalau ada apa-apa bilang. Sekarang istirahat saja," ucap Sagara sambil menuntun Natta berbaring. Meminta Natta untuk beristirahat agar cepat pulih.
.
.
.
.Sagara kini sedang berada di ruang TV. Mengerjakan beberapa tumpukan tugas mahasiswanya selama ia izin sakit kemarin. Selain itu juga ada beberapa laporan hasil lab. yang telah dikirim oleh pihak kampus.
Dirinya tengah berkutat dengan laptopnya. Membuka beberapa rooms aplikasi untuk mensupport pekerjaannya. Serta terkadang membolak-balik halaman berkas yang tengah berserakan di meja.
Suara tv menggema mengisi ruangan. Walau sebenarnya tidak diperhatikan oleh Sagara, karena fokusnya terpusat pada laptop dan laporan.
Di tengah fokusnya itu, pintu rumah terbuka. Menampilkan tiga pemuda dengan beda usia. Mereka adalah Aka dan dua bungsu Mahendra. Ketiganya baru saja pulang dari kegiatan belajarnya.
"Ayah sedang apa?" Tanya Chandra sambil menghampiri sang Ayah yang tengah sibuk di ruang tv. Dengan Ghana yang mengekor dibelakangnya.
"Sudah pulang? Maaf ayah tidak tahu. Ada beberapa pekerjaan ayah yang harus dikerjakan," jelas Sagara dengan menatap kedua anak bungsunya. Aka sendiri telah pergi ke kamar untuk berganti pakaian.
"Ayah kenapa kerja? Ayah baru sembuh," ucap Ghana sambil meneliti berbagai jenis kertas di atas bangku. Dirinya merasa pusing melihat berbagai jenis kertas yang ada.
"Ayah sudah sembuh. Lagian hanya sedikit," jawab Sagara sambil tersenyum.
"Ayah! Itu satu meja penuh! Ghana saja pusing lihatnya," ucap Ghana sedikit protes. Dirinya itu hanya tidak ingin sang Ayah kecapekan. Baru saja pulang dari rumah sakit, masa langsung kerja begini.
"Tidak. Sudah sana ganti baju," usir Sagara.
"Buna mana, Yah?" Tanya Aka dari arah tangga. Dirinya baru saja berganti pakaian.
"Buna masih di toko. Tadi ada sedikit masalah. Makanan ada di meja," ucap Sagara sambil sibuk mendorong Ghana menjauh dari berkas-berkasnya.
"Okay. Ayah dan Natta sudah makan?" Tanya Aka sambil berjalan mendekat. "Ghana, Chandra. Ganti baju, lalu kita makan," seru Aka kemudian setelah berada di sana. Dirinya sebenarnya setuju dengan ucapan Ghana, namun sang ayah juga punya kewajiban terhadap orang lain. Jadi dia hanya akan membantu sedikit saja,
"Tapi Mas! Lihat ayah!" Elak Ghana sambil menunjuk ke arah meja.
"Tak apa. Mas akan bantu Ayah. Sekarang kalian ganti, oke!"
"Hah. Baiklah."
Aka duduk di samping Sagara. Membantu meringankan pekerjaan sang Ayah walau hanya sedikit yang ia bisa. Setidaknya, Sagara bisa sedikit istirahat mengingat dirinya yang baru keluar dari rumah sakit.
"Ayah. Apa Natta baik-baik saja? Mas merasa ada yang aneh dengannya," tanya Aka sambil membenarkan laporan yang sudah selesai.
Sagara terdiam, dia masih menyusun kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan mendadak tersebut. Keterdiamaan Sagara tentu membuat Aka sedikit curiga. Apalagi tidak biasanya sang ayah demikian.
"Ayah, apa Natta baik-baik saj...."
Ucapan Aka terpotong begitu saja oleh Sagara. Setelah berdiam cukup lama untuk merespon pertanyaan dari si Sulung.
"Natta baik Aka. Itu hanya efek dari sakit demam yang dialami oleh Natta. Aka sudah sering melihat seperti apa Natta ketika sakit bukan? Jadi Aka tenang saja, adek Aka itu kuat. Dia baik-baik saja," terang Sagara dengan cukup panjang.
Aka tidak semerta-merta langsung percaya. Dirinya tahu, bahkan tahu dengan benar seperti apa kebiasaan dari adiknya itu ketika sakit. Namun kali ini berbeda. Apalagi dengan respon sang ayah yang terbilang cukup lama dari biasanya membuatnya semakin percaya jika ada hal yang tidak beres sedang terjadi.
Aka yang tersenyum dalam diam. Menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Dia akan mencari tahu sendiri nanti. Karena sepertinya, sang ayah juga tidak ingin membicarakan ini. Atau mungkin, sang ayah memang tidak ingin berbagi dengannya.
"Ayah! Mas! Sudah makan?" Tanya Chandra setelah turun dengan setelan kaos dan celana pendek. Diikuti Ghana yang kembali mengekor dibelakangnya.
"Belum. Ayo kita makan. Ayah mau ikut?" Jawab Aka sambil merapikan tatanan laporan sang Ayah.
"Kalian saja. Ayah sudah," seru Sagara sambil kembali menatap layar laptop di pangkuannya.
Aka pun berpamitan kepada Sagara. Dirinya mengajak kedua adik bungsunya untuk ke arah meja makan. Sambil menikmati makanan yang ada, Aka terus terpikirkan akan apa yang sebenarnya terjadi. Karena tidak biasanya sang Ayah dan adik keduanya itu berperilaku seperti ini. Sekalipun keduanya sedang dalam keadaan sakit.
.
.
.
.Langit telah berubah gelap. Keadaan sekitar pun akan gelap jika bukan karena lampu yang dinyalakan. Kediaman Mahendra kini tengah ramai. Mereka tengah bersiap untuk makan malam.
Keadaan meja makan itu telah terpenuhi oleh masakkan dari Aruna dibantu oleh Riga. Sagara dan yang lainnya juga telah duduk rapi di kursi tak terkecuali Natta.
Mereka makan dalam keadaan hikmat. Dengan diselingi candaan dari dua bungsu Mahendra. Dan sedikit tatapan penuh selidik dari sulung Mahendra. Dirinya memang memasang wajah yang tampak ceria menanggapi celetukan kedua adik kecilnya, namun mata dan pikirannya tetap tetap waspada terhadap gerak-gerik dari adik kedua dan ayahnya.
'Haruskah? Namun aku penasaran.'
.
.
.
."ARGHHHHH!!!"
"BUNA?"
"SAYANG! ADA AP..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahendra Brothers
MizahKeluarga Mahendra milik Sagara dan Aruna. Sebuah keluarga kecil dengan lima anak laki-laki yang hanya berjarak beberapa tahun. Keluarga harmonis yang teduh, dengan kejahilan milik si bungsu. start :06152024 finish : -