07

363 29 2
                                    

Hanya sekedar kisah keluarga kami. ~Mahendra Brothers.
.
.
.
.

Saat matahari mulai tinggi, keluarga Mahendra berangkat menuju taman kota. Mereka memilih tempat di bawah pohon besar yang rindang, dekat dengan danau kecil yang tenang. Tikar piknik digelar, dan makanan-makanan lezat dikeluarkan.

"Mas, minta tolong bawakan alat pancing yang sudah ayah siapkan," ucap ayah kepada Aka.

"Abang jangan lupa mainannya," teriak Chandra ke arah Natta yang tengah membawa gitar.

"Kakak, minta tolong untuk taruh es nya di sana ya," ucap Buna sambil menunjuk ke arah sebelah ayah.

Kini semuanya telah siap. Makanan, minuman, permainan dan berbagai hiburan yang mereka bawa. Di atas tikar piknik yang telah digelar, di bawah pohon rindang, sebuah permainan kini tengah dimainkan sambil menikmati makanan yang telah dibuat. Sebuah permainan kartu dengan sedikit modifikasi dalam peraturan yang dibuat.

"Nanti yang kalah harus dikasih bedak terus makan keripik pedas yang sudah Chandra bawa. Nggak boleh ngucapin warna sama angka kartunya, kalau sampai terucap ambil satu kartu. Terus nggak boleh numpuk kartun yang plusnya sama, harus diatasnya," jelas Chandra sambil memperlihatkan jenis kartu yang ada.

"Ada lagi?" Tanya Riga sambil memperhatikan beberapa kartu yang ada.

"Udah. Keripik sama bedaknya udah Chandra taruh di sini. Sekarang siapa mau kocok kartunya?" Tanya Chandra sambil memberikan kartu yang sudah dia satukan di tengah-tengah kelimanya.

"Abang aja," ucap Natta sambil memulai mengobrak-abrik kartu yang ada.

Dari jenis permainan yang disebutkan oleh Chandra. Sudah ketahuan bukan kartu apa yang sedang mereka mainkan.

"Tujuh atau lima?"

"Tujuh, biar seru!"

Kini di depan masing-masing pemain sudah terdapat tujuh kartu. Dan sisanya Natta letakkan disamping bedak dan keripik.

"Batu gunting kertas!"

"Oke, dimulai dari Kak Riga kemudian ke Chandra dan seterusnya."

Matahari semakin tinggi di langit, menghangatkan suasana siang itu. Keluarga Mahendra menikmati setiap momen kebersamaan mereka di taman kota. Angin sepoi-sepoi dari danau kecil menambah kesejukan, membuat suasana piknik menjadi semakin nyaman.

"Aduh, kalah lagi!" seru Aka, yang harus menerima bedak di wajahnya sambil mengunyah keripik pedas dengan raut muka yang sedikit meringis karena kepedasan.

"Kak Riga, giliranku sekarang, ya?" kata Chandra sambil melihat kartu di tangannya dengan serius.

"Natta, jangan lupa nyanyi lagi nanti setelah giliranmu, ya," pinta Aka sambil tersenyum, mengingat betapa merdu suara adiknya saat menyanyikan lagu-lagu favorit keluarga mereka.

Buna sibuk menyiapkan minuman dingin untuk semuanya, memastikan setiap anggota keluarga tetap segar di bawah terik matahari. Sesekali ia tertawa melihat kelucuan dan kehebohan yang terjadi di atas tikar piknik.

"Mas, ayo sini, cobain minuman segar buatan Buna. Pasti enak deh!" ujar ayah sambil menyerahkan segelas minuman dingin kepada Aka.

"Nah, sekarang giliran siapa lagi yang kena bedak?" Tanya Riga sambil tertawa, melihat Natta yang berusaha keras menahan tawa melihat wajah Chandra yang sudah putih terkena bedak.

"Mau lagu apa? Sambil nunggu," jawab Natta sambil mengambil gitar dan mulai memetik senarnya.

"Hihihihihi, lagu favorit kita, Abang," celetuk Ghana sambil berteriak girang.

Mahendra BrothersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang