Selamat menikmati kisah keluarga kami. ~ Mahendra brothers.
.
.
.
."
Buna. Abang belum pulang?"
Suara khas bangun tidur terdengar. Ghana baru saja dibangunkan oleh sang Buna bersama Chandra. Namun yang ditanyakan olehnya bukanlah 'Apakah sudah pagi?/Lima menit lagi Buna' namun malah mencari keberadaan sang Abang tercinta.
"Abang belum pulang. Siang Abang baru kembali. Jadi sekarang Ghana dan Chandra bersih-bersih lalu turun untuk makan," seru Aruna lembut sambil mengelus Surai hitam kedua putranya itu.
Dengan wajah yang lesu dan lemas. Baik Ghana maupun Chandra keduanya berjalan dengan lunglai menuju kamar mandi.
"Hah.... Aku berharap semuanya berjalan dengan lancar."
Aruna kemudian berlalu kembali menuju dapur. Dirinya harus menyelesaikan beberapa hal sebelum seluruh keluarganya datang dan melakukan sarapan bersama.
Ketika berada di anak tangga terakhir. Sebuah suara menginterupsi Aruna untuk berhenti. Membuatnya menoleh mencari sumber suara yang ada. "Ada apa sayang?"
"Buna. Natta tadi baru saja memberikan kabar. Katanya semua sudah aman."
"Syukurlah kalau begitu. Buna lega rasanya. Sekarang lebih baik kita sarapan dahulu. Ghana dan Chandra juga sedang bersiap."
Keduanya kemudian berlalu bersama menuju dapur. Aruna dengan kesibukannya sementara sang putra tengah duduk di meja makan menantikan seluruh anggota keluarga hadir untuk melakukan ritual pagi.
Tak selang lama. Seluruh keluarga telah hadir minus Natta. Dirinya sekarang tengah berhembus ria di luar sana. Entah apa yang tengah ia rencanakan bersama sang Buna dan kakak.
"Buna. Chandra tidak mau ini," Proton keluar dari mulut sang bungsu. Dirinya menyingkirkan beberapa jenis makanan yang memang tidak ia suka. Bisa saja ia memakannya, namun sekarang tengah tak berselera.
"Sayang, jangan seperti itu. Tidak baik. Dimakan ya, walau hanya sedikit," nasehat Aruna lembut.
Namun tampaknya sang bungsu tetap enggan melakukannya. Dirinya tetap menyingkirkan dan tidak menyentuhnya sama sekali.
"Chandra!"
Suara tegas yang menginterupsi dirinya membuat Chandra tersadar. Dan dengan segera memasukkan beberapa makanan yang telah ia sisihkan. Sang ayah benar-benar beruang menyeramkan - pikir Chandra dalam hati.
Suasana kembali hening. Ghana dan Chandra juga diam tanpa berkomentar lagi. Rasa-rasanya seperti keluarga yang mati. Padahal hanya karena perkara kemarin dan Natta tengah pergi saja.
.
.
.
.Selepas sarapan selesai. Aruna dan Riga tengah menyiapkan beberapa makanan ringan dan kue. Sengaja katanya karena ada yang spesial. Sementara Sagara dan Aka tengah berbenah di halaman belakang. Katanya ada beberapa hal yang harus dikerjakan. Sementara dua bungsu Mahendra tengah tergolek lemas di depan tv tanpa gairah hidup.
Keadaan keduanya seperti sebuah kain tak bertulang. Dengan wajah cemberut yang menandakan bahwa keduanya tengah dalam kondisi hati yang tidak baik. Mainan PS yang sengaja Chandra buka pun rasanya seperti tidak berpengaruh.
"Buna. Apakah Abang belum akan pulang?"
Entah sudah pertanyaan keberapa ini. Sepertinya kedua bungsu itu benar-benar sangat ingin bertemu dengan Natta. Sampai rasanya Riga sudah muak mendengar rengekan itu tiada henti hari ini.
"Sebentar lagi sayang. Sabar menunggu Abang ya," balas Aruna lembut dari dapur. Dirinya tahu pasti kedua bungsunya itu tengah bosan sekarang.
Keheningan kembali mengisi keadaan rumah Mahendra. Benar-benar bukan keluarga Mahendra sekali.
.
.
.
.Sekitar tengah hari. Aruna meminta kedua bungsunya untuk ikut ke halaman belakang. Aruna mengatakan bahwa mereka akan melakukan makan siang di sana. Sekalian menyatu dengan alam - Aka berbicara demikian.
"Buna apakah tidak akan panas?" Tanya Chandra sambil berjalan di samping snag Buna.
"Tidak sayang. Di belakang banyak pohon dan ada kanopi yang menghalau sinar matahari,- terang Aruna lembut sambil mengusap Surai sang putra.
Keduanya hanya diam lalu berjalan menuju tempat yang diminta sang Buna. Tidak biasanya namun juga sudah bukan hal yang aneh.
"ABANG!"
Kedua bungsu Mahendra langsung saja berlari ketika melihat siluet orang yang telah mereka cari keberadaannya dari kemarin. Ah, rasanya sangat lega sekali seperti menemukan lotre berisikan uang triliunan.
"Bisakah kalian tidak berlari. Jika jatuh pasti menangis," seru Natta ketika mendapat tubruk kan dari kedua adiknya. Dapat ia rasanya keduanya menangis secara pelan.
"Maaf Abang. Janji tidak ulang." Keduanya kompak berkata demikian. Mereka sangatlah menantikan kehadiran sang Abang tercinta sejak kemarin.
"Hm...."
Gumaman yang diberikan Natta membuat keduanya sontak menoleh. Menatap wajah sang Abang yang kebetulan lebih tinggi.
"Abang marah?" Suara bindeng khas menahan tangis disertai hidung yang memerah dan mata yang berair membuat Natta terdiam. Apakah dirinya salah kali ini?
"Tidak. Kenapa?"
Mendengar demikian keduanya langsung menangis saat itu juga. Bagai terkena sambaran petir saja rasanya hati ini.
"Abang marah!"
"Astaga. Tidak. Berhenti menangis, Abang membawakan sesuatu untuk kalian berdua."
Keduanya tetap menangis namun sedikit lebih tenang. Menatap ke arah sang Abang yang memberikan masing-masing paperbag berbeda.
"Bukalah!"
Perintah itu membuat keduanya otomatis membuka apa yang dibawakan oleh Natta. Memastikan bahwa sanga bang Tod sedang marah - lebih ke takut sang Abang akan pergi lagi saja.
"Woah! Apa ini?"
"Keren!"
"Selamat ulang tahun Ghana dan Chandra!"
Suara nyaring dari kelima orang keluarga Mahendra membuat kedua bungsu terdiam. Apakah keduanya lupa jika hari ini ulang tahunnya? Astaga.
Hallo semua 👋🤗
Sebelumnya maaf karena cerita kali ini dibuat dadakan dan tidak gregetnya sama sekali. Aku minta.maaf akan hal itu. Dan kemungkinan akan ada sedikit keterlambatan waktu akibat jadwal yang tengah padat sekarang.
Maaf ya sekali lagi. Dan tunggu Kisah Mahendra yang sesungguhnya di part selanjutnya.
See you guys 😁😊

KAMU SEDANG MEMBACA
Mahendra Brothers
HumorSedang dalam tahap revisi. Keluarga Mahendra milik Sagara dan Aruna. Sebuah keluarga kecil dengan lima anak laki-laki yang hanya berjarak beberapa tahun. Keluarga harmonis yang teduh, dengan kejahilan milik si bungsu. start :06152024 finish : -