Perdebatan

3.2K 292 23
                                    

Langkah nya nampak amat berat. Qiya, gadis cantik dengan mata yang sudah berkaca-kaca duduk di salah satu bangku taman yang berada di Rumah Sakit. Tak lama hujan datang mengguyur malam, namun Qiya masih setia pada bangku taman tersebut.

"Kalau mau mati jangan dirumah sakit ini, ngerepotin!"

Suara tegas yang sangat Qiya kenali dan berkurangnya intensitas air hujan membuat kepalanya mendongak.

"dr. Raffa?"

"Pulang!" perintah Raffa

"Sebentar lagi dok!" balas Qiya sopan

"Pulang SAQIYA ARTHANIA!"

"Dok, biarin saya sendiri boleh? Saya butuh privasi. Saya janji tidak akan merepotkan dokter atau temen-temen nakes dari RS!" terangnya

"Kamu ngga nurut perintah saya?" tanya Raffa

"Untuk dr. Raffa yang terhormat bukan kah dokter meminta saya untuk mengulang semester? Yang kedua bukankah ini bukan jam jaga sehingga saya tak diharuskan menuruti perintah dokter? Oh saya sekarang mengerti, dokter sedang mengerjai saya ya? Atau mempermainkan saya karena saya miskin? Semakin dewasa ko bukan semakin banyak diam dan bertindak malah semakin banyak bicara dan main-main! Perempuan mana yang mau sama laki-laki kaya dokter?"

"Saya juga akan tetap masuk ke state orthopedi, semuak apapun dokter pada saya! Dokter boleh ngga mau liat muka saya. Saya akan pindah kelas dan milih kelas prof Handoko! Saya permisi!"

Jelas Raffa diam, ia tak menyangka wanita itu pintar sekali merangkai kalimat demi kalimat hingga sangat tepat mengenai hati Raffa.

Raffa beranjak dari taman dengan payung ditangannya. Ia berjalan menuju ruangannya yang berada tepat di depan taman itu.

Lamunan Raffa liar berkelana mencari jawaban yang tak pernah ada, nyatanya. Raffa laki-laki itu merasa terkutuk perihal kalimat wanita berhijab itu mengenai "wanita mana yang mau dengan nya?" Kalau dipikir-pikir selama ini Raffa memang sibuk dengan pendidikan dan karirnya. Raffa juga tak memiliki orang spesial selama ini. Sesekali dirinya pernah dekat dengan lawan jenis namun berakhir gagal karena Raffa belum bisa dewasa dalam memposisikan diri dan membagi waktu. Emosi nya masih sering meledak-ledak dan waktunya terlalu sibuk sehingga tak ada wanita yang mau dengannya.

"Ngelamunin apa si Raf?" Tanya Petter yang datang dan duduk di sofa ruang tersebut

"Gua kenapa jomblo terus ya? Lo udah gonta ganti cewe" ujar Raffa yang masih setia dengan lamunannya

"HAHAHAHA LO KO BARU NYADAR?" teriak Petter

"Lo bisa ngga si ngga teriak-teriak ter?"

"Ngga! Lo tuh udah tua. Minimal pacaran deh"

"Gue mau minta nyokap jodohin gue aja lah biar kaya orang-orang" balas Raffa lalu ia rapihkan meja kerjanya, ia masuki beberapa barang yang sempat keluar dari tas nya.

"Mau kemana?" tanya Petter

"Minta nyokap cariin jodoh" balas Raffa lalu berlari keluar dari ruangan menuju parkiran










***









Qiya, wanita itu pulang dengan keadaan yang basah. Matanya sembab dan tubuhnya mulai membutuhkan kehangatan. Qiya berlari masuk kerumah yang begitu sederhana. Rumah dengan ukuran 60m2 di sebuah komplek. Rumah itu dibeli hasil dari menjual rumah yang diwariskan oleh sang ayah karena mereka membutuhkan biaya untuk awal masuk kuliah Qiya. Qiya memang mendapatkan beasiswa, tapi Qiya juga perlu membeli beberapa peralatan kedokteran. Paling tidak ia harus membeli stetoskop untuk mendukung nya dalam praktek.

Bangsal TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang