Merawat

3K 289 22
                                    

Kamarnya yang nyaman dengan lampunya yang warm menemani tidur Qiya malam ini. Beruntungnya tangan kanan Qiya hanya terkilir dan tak memiliki luka serius. Ajeng, ibunda Qiya juga sudah mengetahui keadaan anaknya dari Raffa dan jauh merasa lebih tenang saat Raffa berada disamping Qiya.

Qiya tidur bersama Sadhina Reffaal Hutama atau dikenal dengan Reffa yang merupakan adik dari Raffa. Reffa yang mengetahui calon kaka ipar nya kecelakaan melalui Petter itu sengaja datang. Mungkin ini kali pertama bagi Reffa dapat mengobrol dengan sang kaka ipar, maksudnya calon.

Reffa dan Qiya sendiri memang baru mengenal nama dan belum banyak ngobrol. Usia keduanya yang sama membuat keduanya cepat sekali beradaptasi dan memiliki beberapa kesamaan. Itu sebabnya Reffa meminta menginap dirumah Qiya dengan alasan tangan Qiya yang sakit.

"Qiy, lo beneran ngga apa-apa kalau nikah sama kaka gue? Ya bukannya gue ngga setuju, tapi lebih ke kasian kalau lo harus ngerasain tinggal sama kaka gue. Gue aja ngga betah makanya kabur ke Korea" ucap Reffa yang sedang menatap langit-langit kamar Qiya

Mata Qiya beralih kepada Reffa, menatap wanita itu lekat. Yang diperhatikan juga menyadari hal tersebut lalu menatap Qiya balik. Tawa mereka pecah bersamaan. Ini bukan soal lelucon, tapi soal keyakinan hati untuk menikah yang memang Qiya ragukan dan dapat ditebak oleh Reffa.

Perbincangan semakin seru, bahkan semakin malam dan lupa akan waktu sehingga keduanya baru tertidur pukul 03:00 pagi.














****











Ayam sudah berkokok, dua wanita yang baru saja akrab masih terlela. Ketukkan pada pintu yang dilakukan oleh Ajeng tak membuat keduanya bangun dari mimpi-mimpi yang sedang mereka rajut.

"QIYAAAAA!!" Kini giliran Satya membangunkan sang adik

Berhasil? Tentu tidak! Qiya benar-benar terlelap, mungkin juga pengaruh obat yang ia minum satu jam sebelum dirinya terlelap pukul 03:00.

"Boleh saya yang coba?" Usul Raffa yang berjalan dari ruang tamu rumah Qiya

"Boleh-boleh!" Balas Satya

"Qiya, Reffa saya Raffa. Ini sudah siang, bisakah kalian bangun?" Ucap Raffa dengan suara yang tegas

Awssshhh....

Erangan itu terdengar dari luar. Raffa tentu panik, tak hanya Raffa, Satya dan Ajeng juga merasa khawatir.

"Qiya, kamu baik-baik saja?" tanya Raffa

"Baik dok" balas Qiya dengan sedikit teriakan

"Giliran sama calon suami bangun tuh anak" keluh Satya yang berlalu dari hadapan pintu

"Bener-bener malu-maluin ibu bang" tambah Ajeng yang membuntuti Satya untuk berlalu dari hadapan pintu kamar Qiya.

Sedangkan Qiya berada didalam kamar sedang mengeluh karena ia lupa bahwa tangannya sedang sakit. Mendengar suara Raffa membuatnya kaget dan langsung terduduk. Qiya seakan lupa bahwa tangannya sedang sakit.

Setelah rasa sakitnya perlahan berkurang ia berjalan menuju pintu kamarnya. Raffa sudah kembali duduk sehingga Qiya bisa menuju kamar mandi lebih dahulu untuk mencuci mukanya dan menggosok gigi.

Langkahnya ia arahkan menuju Raffa yang terduduk diruang tamu setelah dirinya selesai dengan urusan kamar mandi.

"Dokter ngapain disini si?" Tanya Qiya pada laki-laki yang sedang sibuk dengan smartphone nya.

"Sudah ke kamar mandi?" tanya Raffa dan Qiya mengangguk sebagai jawaban

"Sini duduk!" Perintah Raffa untuk duduk disampingnya. Qiya menyiritkan keningnya, namun tubuhnya ia arahnya untuk duduk bersama Raffa.

Bangsal TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang