Bab 3.

12.2K 1.4K 40
                                    


Claudia mendekati suaminya, memegang bahunya dan memandang Aswara penuh kasih. "Aswara, ucapan Raka itu ada benarnya. Lagi pula, jangan terlena dengan masa lalu. Semua telah terjadi."

Aswara membalas tatapan Claudia. Membawa tangan yang ada di bahunya untuk dia kecup. "Tapi dialah penyebab luka dihatimu, Claudia."

Claudia tersenyum kecil, suaminya sangat lembut, hanya saja caranya benar-benar salah. "Lukaku sudah sembuh. Tidak ada lagi yang tersisa. Ingat ucapan Raka? Reyhan adalah putra kita, dan kamu sebagai ayahnya."

Aswara mengepalkan tangan kuat, menggigit bibirnya dan berkata. "Claudia, kau harus ingat, dialah penyebab ayah dan ibumu meninggal. Mengetahui fakta bahwa kau sakit karena dia, membuatku tidak bisa bersikap lembut padanya."

Claudia menggeleng. "Tidak Aswara. Semua itu adalah takdir." Claudia terkekeh miris, "Walaupun pada awalnya, aku juga bersikap demikian. Terapi ucapan Raka membuatku sadar, bahwa selama ini kita salah."

Aswara segera mendekap istrinya, membawanya ke dalam pelukan hangat miliknya. Melihat tatapan luka diwajah sang istri, membuat relung hati Aswara tergores. "Jangan bersedih, ini bukan salahmu."

"Aku adalah ibu yang tidak becus menjaga anak-anak kita."

"Jangan menyalahkan dirimu sendiri. Jika ada yang harus disalahkan, itu adalah aku." Aswara mengecup Claudia. Mengelus kepalanya penuh perhatian. Mengatakan kalimat pemenang dikala tangis istrinya.

Karvino berdiri, dia segera beranjak dari sana ketika mengingat bahwa Raka terkena tamparan keras ayahnya. Dia terlalu terpaku hingga baru menyadarinya. Dia pergi membiarkan kedua orang tuanya melakukan pembicaraan dalam diikuti oleh Aksa.

Vino berjalan mendekati kamar Raka yang tidak ditutup rapat. Dia segera masuk dan melihat Raka tengah mengobati diri sendiri sembari meringis kecil. Melebarkan langkahnya, Vino semakin mendekat, dia lantas menarik dagu Raka dan melihat jika sudut bibir Raka robek.

Sedangkan Raka, dia terkejut saat tanpa aba-aba Vino menarik dagunya dan menatapnya lamat. Hingga Vino melepaskannya disertai decakan lidah. Vino merebut kapas yang sudah di beri obat dan melanjutkan kegiatan Raka barusan.

"Shh.. Pelan kak." Tentu Raka langsung meringis. Vino melakukannya secara kasar. Dia merasakan perih sekaligus sakit karenanya. Sejak dulu, Vino memang orang yang kasar, tetapi sebenarnya.. Pria itu merupakan orang yang peduli terhadap saudara.

"Pelan okay?" Meraih tangan Vino, dia memandang sulung Mavendra itu dengan tatapan melas.

Vino menghela nafas, dia pun mengiyakan. Ketika selesai, Vino membereskan semua peralatan dan memasukkannya ke dalam kotak p3k. Lalu Vino kembali menatap Raka. Mengulurkan tangan untuk mengelus lebam di pipi Raka.

"Apa yang kau pikirkan saat itu?"

Raka menyingkirkan tangan Vino. Dia membaringkan tubuh keranjang. "Aku berpikir, bahwa aku melakukan hal benar." Dia bergerak memposisikan diri menyamping. Vino tetap berdiri  disebelah ranjang meski dia dipunggungi oleh Raka.

"Reyhan bagian keluarga Mavendra. Sangat tidak pantas jika dia diperlakukan sedemikian rupa. Seharusnya, akulah yang mendapatkan penolakan. Bukan Reyhan, yang murni anggota keluarga." Menarik selimut lalu merematnya.

Dia masih terbayang-bayang wajah sendu Reyhan serta senyuman terakhir anak itu sebelum memilih melompat. Walaupun Reyhan telah bersimbah darah dibawah, keluarganya memilih dia yang terduduk karena shock.

Memikirkan kenangan tersebut, Raka prihatin. Raka merasa bersalah atas semua perhatian yang telah direbut tanpa sengaja. Meskipun dari awal, Reyhan memang mendapatkan perlakuan lain. Kendati demikian hati nuraninya berkata bahwa dia masihlah bersalah.

Dia memang tak pernah ikut campur atas semua perlakuan keluarga terhadap Reyhan. Tetapi salahnya terletak dimana dia yang tidak peduli walau Reyhan di bentak dihadapannya.

"Kau selalu mengatakan seperti ini Raka. Sejak ayah mengikrarkan bahwa kau adalah putranya. Sejak itulah kau bagian Mavendra. Jangan menyudutkan dirimu sendiri dan berkata bahwa kau pantas mendapatkan perlakuan kasar."

"Lalu kakak pikir, Reyhan pantas!!" Raka meninggikan suaranya. Dia semakin meringkuk layaknya janin. Perasaan kesal, marah serta menyesal memupuk dalam hati.

Vino melebarkan matanya mendengar bentakan yang dia dengar pertama kali. Dia melihat sosok yang bersembunyi dibalik selimut itu bergetar tak karuan.

"Aku semakin merasa bahwa kehadiranku membawa petaka bagi Reyhan kak!"

"Aku tidak tau, permasalahan apa yang ada di keluarga Mavendra hingga membenci Reyhan." Ya, Raka dahulu.. Tidak mengetahui kebenaran tentang mengapa mereka membenci Reyhan. Tetapi, Raka sekarang tau.

"Namun apapun itu semua adalah takdir. Dari pada menyalahkan.. Kenapa tidak kalian genggam tangan Reyhan. Kenapa kalian tidak berdiri disampingnya alih-alih menyalahkan!! Aku disini merasa seperti menjadi beban saat melihat anak kandung Mavendra diacuhkan sementara aku begitu disayang!"

Ah, apakah itu sebabnya Raka selalu canggung pada keluarga Mavendra?

Itu merupakan pertanyaan Karvino dalam hati. Sebab itulah, Raka  canggung dan terkesan enggan meski diperlakukan selembut mungkin. Vino menunduk, dia berpikir sangat dalam.

Sebelum mendongak dan memandang gundukan di ranjang. "Baiklah.. Kakak akan berubah. Bukan hanya kakak, tapi semua keluarga. Demi kamu Reyhan, demi menghilangkan rasa canggung yang menjadi beban pikiran bagi kami."

"Kami akan berubah. Jadi kakak harap, kau menghilangkan tembok transparan yang telah kau pasang selama ini."

Dibalik pintu, Reyhan mendengar semuanya. Perkataan Raka yang membelanya dan mengutarakan isi hatinya. Ucapan kecil yang berhasil menggerakkan seluruh keluarga. Bahkan untuk ibunya yang jarang memerhatikan dirinya.

Beberapa kalimat yang seakan mengubah masa depan miliknya. Perkataan terucap dari orang yang telah dia tak sukai kehadirannya. Memiliki beban tak kasat mata yang tak ia ketahui. Menimbulkan perasaan bersalah karena tidak memahami.

Bukan hanya dia, tetapi sosok yang dia benci juga memiliki beban dipundak. Kebutaan terhadap menginginkan kasih sayang membuat dia tanpa sadar membenci orang yang bahkan masih berduka.

Reyhan meluruh kebawah. Dia terduduk di lantai dengan tangis sendu.

Masing-masing orang telah memikirkan langkah selanjutnya. Gerakan yang Raka lakukan menimbulkan masa depan berbeda. Gebrakan yang bahkan tidak ada di misinya, telah berhasil mengubah masa depan.

Semua orang mengintropeksi diri masing-masing. Hati mereka tergerak karena ucapan dari anak yang telah kehilangan orang tua. Konflik antara keluarga bersama si bungsu seakan menghilang sedikit demi sedikit.

Penghuni satu atap tersebut mengeluarkan segala beban mereka. Mencoba menerima dan mengikhlaskan serta memahami.

Raka.. Langkah kecilmu, membawa perubahan besar dalam hidupmu.






Tbc.



200 vote, up.

Uncomfortable position - EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang