Bab 14.

9.5K 1.2K 92
                                    

Aku senang dengan komentar kalian.. Jadi, Triple up!

Selamat membaca..














"Kenapa sampai lupa kak? Kau bukan wanita tua yang mudah sekali untuk lupa." Floryn memijat pelipisnya. Kembali heran setelah mendengar seluruh cerita Claudia. Padahal sebelumnya kakaknya ini begitu perhatian, tapi sekarang hilang 4 hari pun tak dirasakan.

"Boleh untuk menebus kesalahan dengan lebih memperhatikan Reyhan. Tapi jangan melupakan Raka. Ini sama saja seperti kakak yang dulu. Bedanya, sekarang Raka lah yang telah kakak lupakan, " timpalnya.

"Kalian bukan anak kecil lagi. Sudah memiliki tiga putra kandung serta Raka disisi kalian. Bersikaplah adil kak. Jika kakak tak bisa, aku siap merawat mereka semua." Bukan sekali dua kali Floryn menasehati Claudia tentang sikapnya. Akan tetapi kakaknya ini seperti remaja labil yang berubah-ubah.

"Kakak tidak bermaksud Floryn. Aku hanya terpaku pada Reyhan. Tidak bermaksud melupakan keberadaan Raka." Claudia menunduk dalam. Terisak kecil memikirkan bahwa Raka tidak ditemukan.

Para lelaki tengah mencari Raka. Floryn menetap di ruang keluarga sembari menasehati kakaknya serta memberikan beberapa saran . Sedikit kesal karena Claudia selalu saja menjawab dan menyanggah.

"Tidak bermaksud tapi kakak melakukannya. Lepaskan Raka jika kakak sudah tidak membutuhkannya. Dengan begitu, kakak bisa tenang tanpa harus memikirkan Raka dan khawatir kalau sewaktu-waktu dia menghilang seperti ini, " ujar Floryn sarkas. Sudah lelah dengan sikap bebal kakaknya.

"Anak-anak tidak bisa disalahkan. Tetapi kalian orang tuanya lah yang salah. Tidak bisa adil hingga membuat perpecahan. Sampai kapan kakak hidup seperti ini? Sampai kakak kehilangan semuanya?!"

Floryn tidak peduli jika perkataannya akan mengganggu Claudia. Dia hanya kesal pada sang kakak yang tak pernah berubah. Jujur saja, dia juga sangat menyayangi Raka. Anak itu begitu tenang berbanding balik dengan putrinya.

Bukan pula ia tak menyukai Reyhan. Tetapi jika boleh memilih, Floryn lebih memilih Raka. Pemuda malang yang masuk kedalam keluarga egois seperti Mavendra.

"Floryn, kakak-"

"TOLONG!!"

Claudia dan Floryn dikejutkan oleh teriakan meminta tolong dari arah kolam renang. Claudia beranjak pergi dengan berlari karena suara itu merupakan suara Reyhan diikuti Floryn dibelakangnya.

"Reyhan ada apa?" tanya Claudia khawatir. Dia membolak-balikan tubuh Reyhan yang berdiri panik di samping kolam renang.

"Ibu, Naura.." Reyhan tak sanggup untuk berucap. Dia menunjuk kolam renang dimana Floryn sudah terjun bebas menolong putrinya untuk diangkat keatas.

"Naura!!" Claudia berjalan mendekati adiknya. "Ya Tuhan, Naura." Dia hanya bisa menutup mulut tak percaya melihat keadaan keponakannya.

Floryn melakukan pertolongan pertama. Dia tak panik seperti Claudia. Dikondisi seperti ini, Floryn harus tenang dan bersikap tegas alih-alih menunggu bantuan dari orang lain.

"Uhuk!"

"Uhuk!!" Naura terbatuk hebat hingga memuntahkan air. Menghirup udara sebanyak-banyaknya lalu memandang Floryn dengan mata berkaca-kaca. "Mama."

"Tidak apa-apa. Semua baik-baik saja." Floryn membawa putrinya kedalam pelukan. Tidak peduli meskipun bajunya basah. Mengangkat Naura ala brydal style. "Jelaskan pada mama, sayang." Mengecup kening Naura kemudian masuk kedalam.

Naura memeluk mamanya dengan tubuh bergetar. Matanya melirik Reyhan dan Claudia yang terpaku. Menarik ujung bibir membentuk seringaian puas. Menahan tawa yang akan keluar menimbulkan getaran pada tubuh.

Dia mendapatkan jackpot.

Beberapa saat sebelumnya. Ketika Naura telah selesai menyelidiki. Dia menemukan sesuatu dan menyimpulkannya. Lebih tepatnya, Naura salah paham.

Dia mengecek cctv di minggu terakhir sebelum kakak kesayangannya menghilang. Kemudian bertanya sesuatu pada Aksa tanpa memberitahu pada Aksa bahwa Raka menghilang. Kemudian menyatukan informasi yang dia dapat.

Naura mendapatkan jawaban. Yakni, kakaknya memilih pergi karena diacuhkan oleh keluarga Mavendra yang berfokus pada Reyhan. Padahal, jika itu dulu... Kakaknya merupakan prioritas utama ayah dan ibunya. Semua telah berubah ketika kakaknya mencoba menyadarkan kedua orang itu.

Sekarang kakaknya telah teracuhkan dan terabaikan hingga memilih pergi. Penyebab utamanya adalah Reyhan. Itulah kesimpulan Naura.

Maka ketika dia melihat Reyhan di pinggiran kolam. Dia mendekati Reyhan diam-diam dan ingin mengagetkannya supaya terjatuh. Dia juga sudah mengecoh cctv. Tetapi rencananya berbanding balik hingga dialah yang lebih dulu terjebur dalam kolam ketika Reyhan memiliki Refleks.

Walaupun melenceng dari yang seharusnya, Naura puas. Meskipun memiliki resiko tinggi karena dia tidak jago berenang. Naura memiliki umpan yang lebih besar dari pada rencana utamanya.

"Jangan katakan ini pada ibu, ma." Naura bersuara lemah. Wajah pucatnya menambah keseriusan cerita yang dia karang. Membuat Floryn begitu percaya.

"Mama tak akan mengatakannya." Suara Floryn terdengar rendah. Dia begitu marah saat ini. Mendengar seluruh cerita putrinya membuat Floryn harus merasakan amarah serta emosi tinggi.

Naura memeluk perut ibunya. Tubuhnya menggigil kedinginan. Akan tetapi dibalik itu, Naura tersenyum lebar. Bahkan ketika dicek di CCTV. Dia percaya, bahwa ialah yang akan menang. Karena kolam renang memiliki satu CCTV.

"Maa.. Hiks.. Mau kakak. Naura mau kakak ma."

Floryn mengusap air mata Naura. Ketika putri satu-satunya itu memanggil dirinya dengan nama. Maka Putrinya benar-benar kesakitan. Naura akan menjadi manja dan sedikit rewel.

Floryn tak percaya bawah Reyhan sengaja menceburkan putrinya kedalam kolam hanya karena disapa. Namun tidak mungkin dia tak percaya pada sang putri ketika putrinya tersebut hampir kehilangan nyawa karena tak bisa berenang.

Floryn tak akan pernah memikirkan bahwa putrinya menjadi gila dan membiarkan dirinya berada dalam bahaya. Maka, mau tak mau.. Floryn percaya pada ucapan sang putri. Tetapi sebelum itu, Floryn akan mengecek CCTV atas kebenaran asli.

"Sabar sayang, kakak akan segera pulang."

Naura mengangguk lemah, dia memandang satu Floryn. "Ma, nanti kalau kakak datang. Bangunkan aku ya? Aku sangat merindukannya, " ujarnya lirih.

Floryn menjawab dengan senyuman. Dia hampir menangis dihadapan putrinya. Dia lebih memilih putrinya bersikap liar dari pada melihat wajah pucat serta tubuh tak bertenaga Naura.

"Cepat sembuh nak. Tidurlah, mama akan memanggil dokter untuk memeriksa dirimu."

Perlahan namun pasti, Naura menutup kedua matanya. Menerima usapan lembut di kepala, membantu dirinya untuk tidur lebih cepat.

Dia ini lelah btw..

Drama yang ia mainkan begitu beresiko.




Tbc.

Uncomfortable position - EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang