Bab 5.

10.1K 1.2K 35
                                    


Raka duduk santai disofa di dekat kolam bagian kiri Mansion. Dia membaca buku tebal tentang pelajaran. Maksudnya, buku misi yang dia sembunyikan dibalik buku paket tebal itu. Misinya sangat sempurna dan dia melakukan permulaan yang bagus.

Terik matahari begitu menyengat, tetapi udara terasa dingin karena adanya angin. Melihat air jernih di kolam renang, Raka ingin sekali menceburkan diri ke dalamnya.

Lalu dia menutup buku dan beranjak. Membuka kaos putih yang dia pakai menyisakan celana pendek diatas lutut. Kemudian dia ber ancang-ancang melompat ke dalam kolam.

Byur!

"Brrr..." Raka sontak memeluk diri sendiri saat dingin menjalar dari atas rambut hingga ke ujung kaki. Tak menduga bahwa matahari sepanas itu tidak membuat air kolam menghangat sedikitpun. Yah, mengingat dari udara, tentu airnya tak akan terpengaruh oleh paparan sinar matahari.

Raka diam sebentar sebelum akhirnya berenang bebas. Dahulu, dia tak memiliki spot untuk berenang di cuaca terik. Mavendra terutama Aswara dan Karvino melarang keras dirinya dan mengancam akan diberi hukuman jika dia melakukannya. Kehidupannya sangat membosankan dan penuh kekangan.

Tetapi kali ini, Raka harap.. Semua perhatian serta sikap posesif Mavendra beralih pada Reyhan. Mereka harus berpusat pada bungsu mereka daripada dirinya, hanya sekedar orang asing malang yang baru kehilangan kedua orang tua.

Yah, beberapa hari ini Mavendra total berubah. Mereka menjadi lebih perhatian terhadap Reyhan. Raka bersyukur untuk itu. Walaupun Raka merasa bahwa sekarang, dia benar-benar sendirian. Namun tak masalah baginya selagi dia tak lagi mencuri perhatian dari orang tua untuk anaknya yang lain.

Raka berenang menuju pinggiran, dia menarik tubuh dari air dan duduk disana. Menyugar rambut kebelakang dan mengelap sisa air diwajah. "Dingin tapi menyegarkan."

Setelah beberapa menit berjemur, Raka memilih keluar dari air dan kembali ke tempat semula. Disana sudaah ada Javas yang menaruh handuk dan jus jeruk pesanannya. "Terimakasih Javas."

"Sama-sama tuan muda."

Raka terkekeh kecil. "Ayolah kawan. Sampai kapan kau akan memanggilku seperti itu, " ujar Raka santai. Dia mengambil jusnya dan meminumnya sedikit. Meraih handuk dengan tangan bebas dan mengusapkannya pada rambut basah miliknya.

"Tidak sopan ketika saya memanggil majikan saya dengan nama tuan muda, " jawab Javas.

"Kau terlalu kaku. Juga, aku bukan majikanmu Javas. Aku hanyalah anak angkat disini." Menaruh gelas yang sudah sisa setengah dan handuk yang dia sampirkan dimeja. Javas tak membalas ucapannya.

"Kau bisa pergi Javas. Aku akan tidur disini."

"Anda harus berganti pakaian dulu tuan, " tandas Javas melihat celana Raka basah. Pemuda itu juga telah memakai kaos putihnya kembali.

"Tidak perlu. Celana ini akan kering sendirinya. Kau bisa pergi Javas. Bawa gelas dan handuknya pergi."

"Tapi tuan.."

"Kau mengatakan aku majikanmu. Lalu, turuti perintahku sekarang." Javas mengulum bibir mendengar ucapan Raka. Oh Javas, yang kau hadapi itu bukanlah remaja lagi. Tetapi seseorang yang mengalami dua kali masa remaja.

"Baiklah, setidaknya.. Biarkan saya membawakan bantal dan selimut untuk anda."

"Terserah.


(˵ ͡° ͜ʖ ͡°˵)

Matahari semakin meninggi, atap yang melindungi Raka darinya pun tak bisa menahan sinar agung itu untuk mengintip pemuda yang sedang terlelap hingga berani untuk membuat pipi bulat itu kemerahan.

Berhasil membuat sang empu terganggu hingga bangun dan melenguh. "Ugh, jam berapa sekarang?" Raka mengangkat tangan menghalau panas. Suaranya serak, sepertinya dia tertidur cukup lama.

Raka berdiri untuk pergi kedalam, namun baru satu langkah, dia limbung. Kepalanya berdenyut sakit. Sontak Raka memegang kepalanya. Pantas saja suaranya begitu serak, dia juga merasa bahwa seluruh tubuhnya panas.

"Kenapa Javas tidak membangunkanku!" Bibirnya mengerucut mengingas Javas. Atau setidaknya satu anggota Mavendra datang untuk membuat dia bangun. Memegang celananya, Raka menghela nafas. Celananya sungguh kering. Ya ampun, berapa lama dia tertidur.

Raka melangkah masuk kedalam dengan susah payah. Ayolah, dia hanya berenang sebentar, lalu ini yang dia dapat? Menyusahkan saja.

Setibanya didalam, Raka langsung menuju ke kamarnya di lantai atas. Sebelum masuk kedalam kamar miliknya, dia bisa melihat Dorota yang tergesa-gesa membawa wadah dan handuk. Dia pun bertanya. "Bibi ada apa? Kenapa kau panik?"

Dorota berhenti untuk menjawab ucapan Raka. "Tuan muda Reyhan terkena  demam tuan. Nyonya Claudia menyuruh saya membawa air hangat untuk mengompresnya karena tuan muda Reyhan panas."

Raka mengangguk mengerti. "Kalau begitu bibi bisa pergi. Maaf karena sudah menahanmu."

"Tak apa tuan muda.. Tapi, apakah anda baik-baik saja?" tanya Dorota melihat wajah pucat Raka. Belum lagi suaranya terdengar serak. Dia menjadi sedikit khawatir.

"Aku tidak apa-apa bibi. Aku akan istirahat dikamar."

"Tuan, Javas tengah memanggil dokter. Haruskah saya menyuruhnya untuk memeriksa anda setelah selesai mengecek kondisi tuan muda Reyhan?" Dorota khawatir. Karena baru kali ini dia melihat wajah pucat Raka.

Raka tersenyum tipis. "Tidak usah bibi. Cepatlah pergi atau ibu akan marah karena bibi terlalu lama."

Maka dengan berat hati, Dorota segera melangkah pergi ke kamar disebelah. Kamar Reyhan yang di dalamnya sudah ada Claudia dan Aswara. "Ini nyonya."

"Terimakasih bibi.. Tapi kenapa lama?" ucap Claudia disertai pertanyaan. Dia segera mengambil handuk kecil dan dimasukkan ke dalam air hangat dan memerasnya kemudian menaruh di dahi Reyhan yang tengah menggigil.

"Maaf nyonya, tadi saya berpapasan dengan tuan muda Raka."

"Ah iya bibi. Kemungkinan Raka belum makan siang. Tolong siapkan untuknya, " seru Claudia setelah mengingat Raka. Dia dilanda panik karena Reyhan terkena demam hingga melupakan sosok Raka.

Setelah seminggu berbaikan dengan bungsunya. Beban Claudia terasa terangkat. Dia juga bisa menjadi lebih dekat dengan putra bungsunya. Pun suaminya, yang saat ini berada disisi ranjang sana dan memandang Reyhan khawatir.

Ternyata setelah mencoba berdamai dengan masa lalu, keluarganya semakin harmonis. Reyhan juga semakin lengket padanya maupun suaminya.

Claudia juga merasa bersalah pada Raka. Karena setelah malam itu, dia fokus berdekatan dengan putranya tanpa menoleh kepada pemuda itu. Sampai-sampai dia lupa, bahwa masih ada Raka di mansion. 'Kau melakukan kesalahan Claudia.'

Dorota menjawab. "Ya nyonya." Sebenarnya dia bimbang. Haruskah dia mengatakan kepada tuannya bahwa dia melihat wajah pucat Raka? Tetapi melihat Aswara dan Claudia begitu khawatir terhadap Reyhan membuat Dorota bingung.

Apalagi dia tau bahwa kedua orang itu baru-baru ini telah dekat dengan si bungsu. Apakah dia akan menganggu momen ini jika mengatakan bahwa di khawatir terhadap kesehatan Raka.

"Ada apa?" Tanya Aswara melihat kebingungan diwajah Dorota. 

Dorota terkesiap, mungkin memang dia harus mengatakannya. "Sebenarnya tuan, tadi saya.."

"Shhh ibu pusing." Reyhan berlirih. Dia meringkuk layaknya janin menyembunyikan tubuh masuk lebih dalam kedalam selimut tebal yang menutupinya. Claudia semakin panik dibuatnya.

Aswara beralih. "Dimana Javas!! Kenapa dia lama sekali?! "

"Dorota apa yang kau lakukan?! Cepat pergi dan panggil Javas!" Titah Aswara.

Dorota sontak pergi mendengar perintah Aswara yang dipenuhi penekanan. Memilih menutup mulut rapat karena takut tuannya marah.






Tbc.




200 up, vote.

Uncomfortable position - EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang