Bab 22.

7.7K 1K 53
                                    


Saat ini, Raka tengah ditangani oleh dokter. Lelaki itu tidur disebabkan oleh obat bius. Karena Raka tak berhenti merintih kesakitan. Dokter yang menanganinya menggeleng pelan.

"Tuan muda mengalami fraktur lutut, " ujarnya setelah selesai memeriksa. "Hantaman berturut-turut pada lututnya meyebabkan luka tersebut ada. Saya sarakan agar anda membawa tuan muda ke rumah sakit. Lututnya harus di gips. Jika dibiarkan, saya takut jika lutut tuan muda harus dioperasi."

"Saat ini lutut tuan muda mengalami fraktur stabil. Jadi, tolong segera bawa beliau agar mendapatkan penanganan lebih cepat. Sebelum fraktur tersebut menjadi tidak stabil dan memiliki resiko yang jauh lebih besar." Dokter menjelaskan sembari membereskan peralatannya.

"Saya izin pergi. Jangan lupa untuk menebus obat yang telah saya resep kan. Jika anda memutuskan membawa tuan muda, obat tersebut tidak perlu ditebus, " ujarnya sebelum pergi dari kamar Raka.

Karvino tidak mengatakan apapun. Akan tetapi tatapan mata tajamnya memandang Raka lekat dan tak memiliki niat untuk mengalihkannya sedikit pun. Pipi Raka sedikit memerah meski bibir itu sedikit pucat. Bulu mata lentiknya bersatu hingga menambah ketebalan di kedua sisi. Padahal sedang tidur, namun wajah Raka sangat nikmat untuk di lihat.

Matanya bergulir pada lutut yang ditumpu oleh bantal. Lutut tersebut berwarna keunguan. Sangat kontras dengan warna kulit Raka. Melihat itu mengingatkan Vino pada kejadian sebelumnya. Dia berdecih kemudian melangkah keluar.

Tujuannya sekarang adalah Reyhan. Setidaknya, dia harus memberi pelajaran pada adik kurang ajarnya itu. "Dia benar-benar melebihi batas!" geramnya. Sama seperti sang ibu, Karvino sudah sangat marah dengan tingkah Reyhan.

Langkahnya berhenti ketika dia melihat Reyhan tengah bermain ponsel di sofa. Tertawa sedikit melihat tontonan yang tidak Vino ketahui apa. Dia pun mendekati Reyhan, merebut ponsel anak itu secara kasar.

Reyhan terjengit kaget, dia mendongak mendapati kakaknya memandang dirinya tajam. "K-kak kenapa?" Sejujurnya, Reyhan teramat takut dengan saudara sulungnya sejak dulu. Bukan Vino yang memukul temannya, tetapi memang dari dulu.

"Kau masih bisa santai setelah apa yang kau lakukan pada Raka?" ujar Vino datar. Memandang sosok Reyhan seolah siap menerkam mangsanya kapan saja. Ingatkan dia untuk menahan diri. Dia takut mengangkat meja di depannya dan menghantamnya pada kepala Reyhan supaya anak itu sadar atas salahnya.

Reyhan meringsut takut, aura kakaknya begitu mengintimidasi. "Tapi yang melukai Raka bukan aku kak. Siapa tau Agra salah paham. Atau Raka telah berbuat sesuatu pada Agra hingga temanku itu marah." Meski dilanda gugup, Reyhan mencoba untuk membalas ucapan Vino.

"Kesalahan apa yang dibuat Raka hingga dia berani menyakiti Raka dikediaman Mavendra!?!" Suara Vino naik satu oktaf, Reyhan benar-benar menguji kesabarannya. Kalau saja anak didepannya ini setidaknya merasa bersalah.

Tetapi alih-alih menyesal dengan apa yang dilakukan. Reyhan masih bisa untuk menjadikan orang lain kambing hitam demi tidak ingin di salahkan. Berpikir sejak kapan cacing kecil seperti Reyhan mencoba untuk mencari keberuntungan.

"Kak, kakak salah paham. Agra itu orangnya friendly. Tetapi ketika dia memiliki dendam dengan seseorang, dia pasti akan berlaku kejam. Mungkin saja Raka telah membuatnya kesal semasa disekolah. Kita tidak ada yang tau bukan, " Kata Reyhan beralibi.

Vino berdecih, kemudian dia membalas. "Lalu bisa kau jelaskan. Dari mana datangnya lebam di lutut Raka. Lutut dia telah luka sebelum Agra menambah luka disana." Bersedekap dada bertanya dengan nada datar.

Kegugupan Reyhan bertambah. Dia menunduk dan menatap apapun asalkan jangan wajah sang kakak. "S-siapa tau Raka jatuh kan. Bisa jadi dia hanya pura-pura kesakitan demi menarik perhatian ayah dan ibu, kakak juga."

"Sekarang dia berhasil melakukannya. Kakak menyudutkan aku karena Raka." Suara Reyhan lirih. Lelaki tersebut menunduk dalam. Mengingat betapa khawatirnya sang kakak pada Raka. Sampai-sampai dia disudutkan.

Vino? Jangan ditanya. Urat-urat di rahangnya sudah menonjol. Bahkan seluruh wajahnya mengetat. Apakah dia benar-benar harus membiarkan manusia didepannya. Sungguh? Haruskah dia?

"Apakah Raka menfitnahku dan mengatakan bahwa aku yang menyebabkan dia terluka? Lalu kakak datang menanyakan sebab dia terluka?" Reyhan menatap Vino, air mata meluruh karena dia mengangkat wajah. Memandang Vino dengan tatapan terlukanya.

"Sejak dulu, kakak tidak pernah menyayangiku. Kakak selalu berada disisi Raka.. Membela dan selalu melindunginya. Saudara kakak itu aku, bukan dia yang sama sekali tidak memiliki hubungan darah dengan kakak. Kakak bahkan sampai percaya pada omong kosongnya."

"Kak sadar.. Siapa tau, dia melukai diri sendiri demi menfitnahku seperti ini." Reyhan mendekati Vino. Meluruh ke lantai tepat di bawah sang kakak. Memegang tangan kakaknya menambah kesan menyedihkan.

"Percaya padaku kak. Aku tidak bohong."


***

"Langsung ke alamat tujuan. Jangan berhenti dimanapun."

Aksa, menatap datar keluar jendela. kembali untuk bertemu adik kesayangannya. Setelah merelakan cuti kuliah di semester akhir. Aksa tak bisa menahan kerinduan setelah berbulan-bulan tidak bertemu. Sengaja  tak memberitahu siapapun karena ingin memberikan surprise bagi orang rumah, termasuk Raka.

Dengan memesan taksi dan langsung pulang sesaat ketika dia sampai. Berharap adiknya terkejut dan memeluk dirinya ketika dia berada di mansion. Oh ya ampun, Aksa sangat merindukan adiknya.

Akan tetapi, harapannya sirna ketika yang menyambut dia adalah hal lain. Raka mendengar sesuatu yang tak ia sangka. Argumen antara kakak serta sosok yang Aksa tidak sukai sejak dulu tentang adik kesayangannya.

"Percaya padaku kak. Aku tidak bohong."

Aksa sadar dari keterdiamannya. Dia segera berlari meninggalkan koper miliknya untuk segera menemui sang adik. Dalam hati berdoa semoga apa yang dia pikirkan bukanlah hal yang akan menjadi kenyataan.

Argumen dua orang dibawa merujuk pada adiknya. Lutut? Apa yang maksud dengan lebam lutut. Luka yang disebabkan oleh Agra? Siapa Agra? Banyak pertanyaan yang ada dalam benaknya. Namun Aksa lebih memilih menanyakan semuanya pada Raka. Karena pada Raka, dia akan mendapatkan jawaban sempurna.

"Raka, kakak data-"

Langkah Aksa kembali terhenti, melihat wajah pucat seseorang yang berada di ranjang. Dengan luka yang berada di lututnya. Membuat jantungnya berpacu dua kali lebih cepat.

Aksa berjala pelan, dia mulai mendekat dan duduk disamping Raka. "Raka, kau kenapa?" tanyanya dengan nada pelan. Dia melihat dari atas hingga bawah. Bukan hanya lutut, tapi siku adiknya juga sedikit memerah.

Sebenernya, apa yang telah terjadi pada sang adik ketika dia berada di negeri sakura. Disetiap percakapan online yang dia lakukan dengan adiknya, Raka selalu menyatakan bahwa dirinya baik-baik saja.

Seharusnya Aksa tidak percaya pada jawaban Raka ketika adiknya itu menolak di ajak untuk video call.






Tbc.

Uncomfortable position - EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang