Bab 18.

9.7K 1.2K 79
                                    


"Selamat malam dan selamat datang di Cafe Harmony. Silahkan pilih tempat duduk yang anda inginkan." Raka tersenyum ramah. Dia memberi art paper yang menunjukkan beberapa tempat pada pelanggannya.

Wanita yang menjadi pelanggan Raka kali ini memiliki wajah judes. Dia mengambil art paper dan memilih dengan tampang sinis. "Aku akan menempati ini, meja nomer 09. Pastikan tempat itu bersih."

"Baik, nona." Mengambil kembali art paper tersebut dan menyerahkan kembali art paper khusus menu serta buku lengkap dengan bolpoin. "Silahkan bawa nona, jika anda menyelesaikan pesanan. Seseorang akan datang untuk mengambilnya."

Wanita tersebut tak menjawab, melainkan berjalan meninggalkan Raka. Dia sangat tak menyukai Raka pada pandangan pertama. Sebab wajah Raka yang imut. Padahal dia harus menghabiskan produk kecantikan untuk memiliki wajah seperti Raka, melihat Raka yang menurutnya pekerja bisa mendapatkan muka idamannya.

Pikirnya.. Raka yang miskin pasti tak akan mampu membeli cream apapun. Apalagi perbedaan gender yang tak sama membuatnya menebak jika wajah Raka merupakan turunan dari orang tua. Mengingat itu dia menjadi kesal tanpa sebab.

Raka menggeleng pelan, kemudian mengangkat tangan memanggil Aluna dan menunjuk wanita yang lewat barusan. Sementara dia akan menyambut tamu datang. Bunyi lonceng pertanda seseorang masuk membuat dirinya sadar  jika ada pelanggan.

"Selamat dat-" suara Raka mengambang. Dia mendongak menatap seseorang yang lebih tinggi darinya. Mulutnya bungkam dan tak bisa mengeluarkan suara apapun.

"Apa yang kau lakukan di sini?" suara dingin itu bertanya dengan nada rendah. Respon dari orang yang Raka hindari amatlah dingin. Tatapan tajamnya siap menembus tubuhnya kapan saja. Seakan dengan tatapan itu, Raka telah ditelanjangi.

"Lalu pakaian apa yang kau pakai?" Pertanyaan kembali terlontar. Orang itu melangkah satu langkah lebih mendekat. Ketika Raka ingin mundur, orang tersebut menarik lengan Raka untuk lebih mendekat.

"Kabur dari mansion untuk bekerja? Kau sangat berani Raka Arjuna!"  Oh tidak, kenapa.. Dari semua orang harus sulung Mavendra. Tatapan tajam Vino mengingatkan Raka tentang bagaimana Vino dimasa depan.

Raka menelan ludah gugup, sejak tadi dia sudah mencoba untuk lepas dari Vino. Namun semakin dia berusaha. Semakin Vino mencengkram lengannya hingga Raka merasakan sakit. "Kak, sakit!" Desisnya.

"Pulang!" Karvino berbalik dan menarik Raka. Awalnya dia datang karena undangan dari seorang wanita menyebalkan baginya. Dia tak menyangka bahwa akan bertemu dengan sosok yang di cari-cari sejak kemarin.

Raka menahan diri, dia mecoba melepaskan diri. "Tidak bisa kak, aku sedang bekerja. Waktu pulangku kasih lama." tentu Raka beralibi. Karena sejujurnya dia tak ingin kembali. Raka tak ingin merusak kesenangan Mavendra dan menganggu ketenangan Reyhan.

Akan tetapi Karvino tak mendengarkan. Dia kekeh dengan ucapannya. Menarik Raka keluar dari Cafe dan akan dia bawa pulang ke mansion. "Kak! Tunggu, setidaknya biarkan aku izin dengan boss dulu!" Seru Raka. Dia sadar bahwa tak bisa melawan Karvino.

Karvino tetap melanjutkan langkah tidak menghiraukan Raka. Sebelum langkahnya berhenti karena tiba-tiba dia merasakan tarikan. Dia berbalik dan menatap jika seseorang telah menarik tangan adiknya dibelakang.

Raka juga menatap Edo yang tiba-tiba ada di belakangnya menarik tangannya. "Edo!"

"Lepaskan!" Raka dibuat merinding, suara Vino berubah. Dia menoleh hanya untuk melihat ekpresi Vino. Mimik wajah yang sangat Raka kenali. Yang seharusnya tak pernah Vino tampilkan di umurnya yang sekarang.

Edo membalas tatapan tajam Vino. "Bukankan Raka sudah menolak. Kenapa kau tetap bersikukuh menariknya menjauh, " ujarnya sembari menarik Raka lebih kuat hingga posisi mereka tergerak kearah Edo.

"Itu sama sekali bukan urusanmu bocah! Kau siapa hingga berani mencegahku membawanya pergi!" Vino langsung menghentakkan tarikan hingga Raka tertarik masuk kedalam pelukan sementara tautan Edo terlepas.

Jujur saja, Raka merasakan penat di kedua lengannya. Ditarik oleh dua orang yang seolah memiliki kekuatan besar.

"Kau-"

"Edo." Edo menoleh kearah Raka. Pemuda itu menggeleng kecil tanda bahwa Edo tak perlu melangkah lebih jauh lagi. Raka hanya tak ingin Edo terluka. Vino merupakan orang tak sabaran. Mungkin untuk saat ini, Raka akan menurut. Tetapi ia akan kembali keluar jika urusan mereka telah selesai.

Karvino tersenyum penuh kemenangan, dia pun segera membawa Raka pergi masuk kedalam mobil miliknya yang sudah terparkir apik diluar.

Edo menggigit keras bibir bawahnya sampai mengeluarkan darah. Mengepalkan tangan kuat disertai tatapan yang tak bersahabat. Apalagi setelah melihat tatapan mengejek Karvino. Melengos masuk kedalam, Edo menahan kekesalannya.

Mungkin saat ini, dia akan mengalah. Tapi tidak untuk yang kedua kali.


***

"Raka, putra ibu." Claudia mendekap erat Raka. Dia menangis histeris dengan wajah pucatnya. Menenggelamkan wajahnya di perpotongan leher Raka.

Raka tak bisa berkata-kata, dia mengelus punggung bergetar Claudia. Sejujurnya dia tak menyangka akan melihat sosok Claudia yang terbaring lemah di ranjang. Bertanya dalam benak mengapa Claudia seperti orang yang sangat tertekan.

"Hiks.. Jangan pergi lagi nak. Ibu tidak bisa melihatmu menjauh." Claudia melepaskan pelukannya, kemudian menangkup wajah Raka yang sangat dia rindukan. Dalam hati tertawa puas ketika Raka kembali ke sisi mereka tanpa mereka bergerak. Melirik Vino di belakang, putra sulungnya itu menarik bibir menyeringai.

Raka memegang tangan Claudia yang berada di pipinya. "Ibu, bagaimana ibu bisa sakit?" Tentu dia khawatir. Claudia merupakan sosok ibu kedua setelah ibu kandungnya. Yang telah merawat dia bertahun-tahun lamanya.

Claudia menggeleng lemah. "Ibu merindukan nak. Ibu tak bisa makan dan tidur dengan benar mengetahui bahwa kau tidak bersama ibu. Kenapa kau pergi meninggalkan ibu." Claudia memandang Raka dengan tatapan menyedihkan.

"Aku ingin hidup mandiri ibu. Aku tidak bisa terus-menerus merepotkan keluarga ini, " ujar Raka. Mengatakan salah satu niatnya pada Claudia.

"Kau tak pernah merepotkan kami nak. Bagaimana mungkin kau berpikir seperti itu." Claudia kembali menarik Raka kepelukannya. "Kau adalah putra ibu Raka. Tentu kami tak akan merasa direpotkan sama sekali. Kau membuat ibu terluka nak." Claudia semakin terisak.

"Ibu ak-"

"Kembalilah ke kamarmu dengan kakakmu. Ibu baik-baik saja." Claudia mengusir Raka setelah melepaskan pelukannya. Dia menatap Raka sembari tersenyum. Lalu Raka yang polos menangkap tatapan itu sebagai tatapan sedih.

"Ibu.." Belum sempat Raka berbicara, Vino lebih dulu menarik dirinya untuk berdiri dan pergi dari kamar Claudia. Raka keberatan, apalagi melihat tatapan Claudia semakin membuatnya merasa bersalah.

Bagaimana ini, bukan ini maksudnya. Tidak seperti ini yang dia inginkan. Bukankah seharusnya Claudia bahagia dengan Reyhan. Mengapa Claudia berkata bahwa dia sakit karena memikirkan dirinya.

Oh, Raka polos kita.






Tbc.

Uncomfortable position - EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang