Raka dengan cepat memasuki kamarnya. Tak lupa mengunci dan langsung bersandar pada pintu tersebut. Dia menangis tanpa bisa ditahan. Tubuhnya meluruh ke lantai.. Raka tersedu, menggelengkan kepala ribut.
Fakta yang baru saja dia dengar membuat tubuhnya melemas tanpa tenaga.
"Raka, tante turut berduka cita."
Suara Claudia menyapa pertama kali. Dia menutup telinganya mendengar perkataan Claudia. Berduka cita? Atau bersuka cita? Raka memejamkan erat matanya.
Tak ingin mendengar suara Claudia yang terdengar memuakkan untuknya.
"Mula hari ini, kamu tinggal disini ya nak. Panggil tante ibu. Sekarang kamu adalah bagian dari kami."
Ucapan lembut Claudia beserta wajah sakitnya membuat Raka terpedaya. Raka bahkan berhambur pada pelukan Claudia saat itu. Dia memeluk erat wanita tersebut seakan dia merupakan malaikat yang diturunkan oleh Tuhan.
"Kau tenang saja, kau akan aman disini. Kami juga sedih atas kepergian orang tuamu."
Tepukan hangat tangan lebar Aswara di bahunya seolah masih terasa. Pria itu tersenyum lembut seakan dia merupakan orang yang berhati lapang.
Dia tidak sadar, bahwa senyuman itu merupakan senyuman penuh kemenangan.
"Jangan bersedih sayang. Kami selalu ada untukmu."
Raka menggaruk-garuk lengannya. Tidak peduli jika lengan itu akan terluka karena cakarannya. Mengingat bahwa dia menyambut pelukan itu dengan hangat.
Dia membalas erat pelukan dari pelaku pembunuh orang tuanya. Mereka membunuh ayah ibunya dan hidup tenang. Lega karena bisa menyingkirkan penghalang untuk memilikinya?
Gila!!
"Hikss... Kenapa?!!" Raka meraung.
Raka kecewa.. Dia amat terluka. Orang yang selama ini dia anggap orang tua. Ternyata dalang asli dari kematian kedua orang tuanya. Apakah ini sebab mengapa dimasa depan dia merasa kematian orang tuanya janggal.
Apakah ini juga jawaban kenapa Raka merasa tak tenang setiap kali berada di ranah Mavendra.
"Raka, kami melakukan semua ini karena takut kau kenapa-kenapa."
"Argh!!" Raka menggeleng brutal. Berniat mengenyahkan suara Claudia.
Bukan karena peduli, tapi Mavendra melakukan semuanya karena terobsesi padanya. Kenapa harus dia. Apa yang membuatnya berbeda.
"Enggak!! Enggak!! Pergi! Ayahh! Ibu!!"
Raka tidak peduli pada penampilannya, dia tak sanggup untuk berdiri apalagi melangkah. Raka menyeret tubuhnya mendekat kearah ranjangnya.
Kepala Raka sakit, nafasnya tak teratur. Kebenaran yang dia dapatkan menjadi pukulan telak baginya.
Mengapa Mavendra sekejam itu hingga membunuh kedua orang tuanya, hanya demi ingin memilikinya.
Yang lebih menyakitkan bahwa dia bisa tertawa dan hidup nyaman sementara fakta menyakitkan ini membayang-bayangi dirinya tanpa dia sadar akan kebenaran nya.
"Nak, jangan menyalahkan dirimu. Kematian kedua orang tuamu merupakan takdir, Raka."
"Bohong!! Itu semua bohong!! Kalian yang membunuhnya. Kalian yang telah melenyapkan kedua orang tuaku!"
Bug!
Bug!
Raka memukul lantai berulang kali. Melampiaskan emosi yang tak bisa dia ungkapkan. Berbagai emosi memupuk hingga menyebabkan dia kesulitan bernapas.
Raka memegang dadanya, dia menangis hingga tak mengeluarkan suara. Bayang-bayang Mavendra dengan keji menyuruh orang-orang untuk membunuh ayah serta ibunya.
Kematian mereka tepat dihadapannya. Membawa trauma besar yang dia bawa seumur hidup.
Kenyataan bahwa semua yang dia rasakan merupakan skenario Mavendra untuk memilikinya. Membuatnya bergantung pada Mavendra dan bisa mengekangnya tanpa bisa keluar membuat Raka ingin sekali membanting dirinya.
Raka marah pada diri sendiri. Kenapa dia harus jatuh dalam perangkap Mavendra. Seharusnya dia sadar bahwa perilaku mereka sangat berlebihan untuk dirinya yang hanya anak angkat.
Menelantarkan anak kandung mereka yang bahkan kematiannya tidak dipedulikan. Kenapa dia tidak sadar ketika semuanya sangat.
"Ayah.. Ibu.." suara Raka lirih. Dia total lemas. Raka melihat sekitar dengan pandangan berkunang-kunang. Semuanya benda berubah menjadi dua.
"Ibu..." Mata itu sepenuhnya tertutup ketika air mata jatuh melewati hidungnya. Tiba-tiba saja, Raka merindukan mereka.
*
Reyhan membawa kaki pincangnya ke lantai tiga. Wajahnya tidak bisa dikatakan baik. Matanya sedikit membengkak karena dia menangis sangat lama. Keadaan sepi, tidak ada siapapun di lorong sana membuat dia dengan leluasa bergerak.
Dia membawa sebuah satu kunci untuk salah satu ruangan yang berada disana. Raut wajahnya datar, tatapannya menyorot pada satu pintu didepannya.
Reyhan memasukkan kunci tersebut, dia membukanya. Setelah itu tak lupa memencet sandi kamar yang telah dia hapal sejak beberapa bulan terakhir. Reyhan menyeringai ketika dia berhasil membukanya.
Dia pun melangkah masuk kedalam. Menyeret vas bunga yang sejak tadi dia bawa. Reyhan terkekeh melihat pemilik kamar sedang berada di lantai. Sorot matanya menjadi dingin dan tajam. Dia benar-benar benci orang itu.
Kakinya yang tak sakit, menendang-nendang kaki, perut hingga kepala Raka secara pelan. Setelah memastikan bahwa Raka tak bangun. Reyhan mengangkat vas tersebut tinggi. "Kau akan mati malam ini, Raka Arjuna!" desis Reyhan.
Set!
Prang!!
Akh!!
Reyhan berteriak sakit ketika lengannya tak sengaja terkena pecahan vas. Dia merasakan sakit bersamaan dengan matanya yang tak sengaja menangkap sosok Aksa berdiri di hadapannya. Memandang dirinya dingin.
"B-bang Aksa. I-ini tidak seperti yang abang kira!!" teriaknya beralibi. Dia beringsut mundur ketika Aksa berjalan mendekatinya.
"J-jangan mendekat!!" Sungguh, Reyhan teramat takut. Aksa tidak seperti biasanya. Aksa terlihat menakutkan. Siapapun tolong selamatkan dia, bawa dia pergi dari hadapan Aksa sekarang.
Aksa mengangkat kaki Reyhan, menyeretnya kasar menuju balkon. Tidak dia pedulikan jeritan Reyhan yang meminta untuk dilepaskan. Setelah sampai di pinggiran Balkon, dia berhenti sejenak.
"Dimasa depan.. Kau juga menjadi pengganggu. Tak cukup dengan hidupmu, matimu pun menjadi parasit untuk Raka, " ujarnya.
"Awalnya, aku ingin membiarkanmu. Tetapi melihatmu barusan, kau tidak bisa dibiarkan!"
Reyhan menggeleng.. "Apa maksud abang. Parasit sebenarnya adalah Raka! Bukan aku bang!!"
"Kenapa aba-AKH!!"
Aksa mengangkat tubuh Reyhan, dia sontak melemparkan Reyhan kebawah tak ingin mendengar perkataan Reyhan lebih lanjut. Baginya, Reyhan adalah orang berbahaya yang harus dibasmi. Dia tak segan mengotori tangannya untuk membunuh siapapun yang membahayakan keselamatan adiknya.
Reyhan menangis disana, luka yang ditorehkan Aksa belum sembuh. Aksa kembali mendorongnya dari ketinggian. Bahkan sekarang 2× lipat dari sebelumnya. Dia bisa saja mati terjatuh dari ketinggian ini.
"Apakah aku akan mati?"
Satu tetes air mata jatuh menyentuh tanah lebih dulu, Reyhan menutup kedua matanya. Bersiap untuk segala sesuatu yang akan terjadi. Merelakan takdir akan membawanya ke mana.
Kemana saja itu, Reyhan berharap merupakan akhir dari penderitaannya.
Walau pada akhirnya, jika dia mati.. Dia mati di tangan saudaranya.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Uncomfortable position - End
Teen FictionRaka Arjuna mengulang waktu saat dimana dia berusia 17 tahun. Penyesalan yang dia bawa dari masa depan membuat dirinya harus terjebak dimasa lalu. Walaupun kehidupan saat itu merupakan masa lalu kelam yang tak ingin Raka alami kembali. Akan tetapi...