Bab 15.

10.6K 1.3K 238
                                    

Raka membuang sampah terakhir. Dia merenggangkan ototnya kemudian memijat pipinya karena terasa kaku. Wajar saja, dia telah tersenyum sepanjang hari. Bukan dirinya sama sekali.

Dia berdiri menyandar pada tembok. Sedikit mengistirahatkan punggung yang terasa pegal. Tiga hari bekerja dia sudah selelah ini. Padahal dia sudah banyak istirahat. Akan tetapi, Raka harus kuat. Demi hidupnya.

"Semangat Raka, kamu pasti bisa!" serunya sambil mengelap air mata yang turun begitu saja. Entahlah, tiba-tiba Raka teringat kedua orang tuanya. Sosok yang selalu bertanya tentang kesehatan serta merangkulnya ketika sedih.

Ayahnya yang siap menjadi penghibur kala dia sedih karena demam. Lalu ibunya yang menyanyikan lagu tidur untuknya saat dia tak bisa tidur. Raka rindu semuanya. "Ayah, ibu. Doain Raka ya. Semoga Raka kuat dan bisa bertahan didunia ini tanpa kalian."

Raka berpikir, mengapa dia tidak di tempatkan saat malam kelam itu terjadi. Maka, tak akan berpikir lama, Raka mengikuti jejak ayah serta ibunya. Menyerahkan diri pada penyerang dari pada lari seperti pengecut.

"Raka." Suara langkah kaki terdengar bersamaan dengan namanya dipanggil. Aluna, pelayan perempuan keluar dan memanggilnya. Mengibaskan tangan keatas dan kebawah mengkode Raka untuk mendekat.

Raka cepat-cepat menghapus air matanya. Dia segera mendekat dan bertanya. "Ada apa kak?"

"Kau kan sudah waktunya pulang. Beres-beres gih. Sudah ditunggu seseorang diluar, " ujar Aluna menjelaskan.

"Oh iya kak. Makasih sudah memberitahu."

Aluna tersenyum kemudian mencubit pipi Raka. "Sama-sama manis." Dia pun kembali masuk kedalam. Sementara Raka berjalan menuju ruangan karyawan laki-laki untuk ganti baju.

Setelah pamit pada semuanya, Raka pergi keluar dan menghampiri Edo yang berdiri bersandar pada mobil. "Edo."

Edo mendongak lalu menyimpan ponselnya. Dia memutar badan dan melangkah menuju pintu kemudi. Raka yang paham pun juga segera masuk. Wajah Edo sedikit lebih serius hari ini, Raka penasaran.

"Raka, kita harus cepat. Aku sudah menyiapkan tempat yang cocok untuk kau tinggali kedepannya, " ujar Edo tiba-tiba. Dia fokus menyetir tetapi wajahnya menampilkan raut  serius.

"Kenapa?"

"Mavendra telah bergerak. Sepertinya mereka telah menyadari bahwa kau menghilang."

Raka terkekeh kecil, padahal sudah empat hari terlewati, tetapi Mavendra baru sadar. "Yasudah. Terserah aja." Tak mungkin Raka menolak jika itu demi kebaikan dirinya. Raka tak ingin ditemukan berakhir dipaksa untuk kembali.

Apalagi ketika menolak, Raka akan menjadi canggung pada Edo. Karena Edo benar-benar menjaga informasi tentangnya dan menjauhkan dia dari Mavendra sebisa Edo.

"Aku kesal... Bukan karena Mavendra yang mengejarmu sekarang. Tetapi karena mereka baru sadar? Hey, kemana mereka 4 hari ini? Apakah mereka memiliki penyakit pelupa akut?" geram Edo. Pemuda itu memukul stir karena kesal.

Seakan temannya sudah tak lagi berharga dan dibuang begitu saja. Lalu mereka datang dan kemudian ingin membawa Raka pergi untuk diacuhkan kembali. Edo tak akan membiarkan temannya jatuh dalam kesedihan lagi.

"Sabar Edo." Raka menepuk pundak Edo dua kali.

Edo menoleh kearah Raka dengan mulut menganga. Menurut Edo, siapa yang harus bersabar disini. Mengapa malah dia yang disuruh bersabar.

"Anak bodoh ini!!"

***

Claudia membaca untaian kata yang tertulis si kembar kertas yang ia pegang. Membaca satu persatu serta mencoba memahami setiap kata yang mengandung makna. Tetes demi tetes air mata jatuh membasahi kertas berisi tinta hitam tersebut.

Tangan Claudia bergetar tak kuasa memegang kertas yang ditinggalkan oleh Raka. Bahkan tubuhnya turut bergetar karena merasa bahwa dirinya gagal.

Claudia gagal, padahal dia sudah melakukannya sebaik mungkin. Apa yang salah dengannya. Dimana letak salahnya sehingga semua begitu kacau. Raka memilih pergi dari sisinya. Claudia tak bisa untuk tak sedih. Dia tak bisa menahan air mata jatuh melewati pipinya.

Aswara masuk, melihat istrinya menangis. Dia mendekati dan berjongkok di hadapan sang istri dan menatap langsung kewajah Claudia. Terkekeh tipis melihat mimik senang di sana. "Sayangku, kali ini, rencanamu gagal. Apa yang membuatmu terlihat senang. "

Claudia berdecih, suaminya mengganggu. Mengambil tali rambut yang ia pinta pada sang suami dan mencepol asal rambutnya. Sementara Aswara mengambil kertas kemudian membacanya. Claudia dibuat berdecih.

"Lihat wajahmu Aswara. Kau menampilkan raut yang sama denganku. Senang melihat Raka kita begitu manis bukan?" Papar Claudia. Dia menghapus jejak air mata diwajahnya kemudian berdiri.

"Kau perlu mengaca istriku. Raut wajahmu seperti orang mesum, " Balas Aswara. Dia melipat kertas berisikan tulisan tangan Raka dengan tapi dan dia simpan di saku celananya. Kertas itu, harus dia abadikan..

Mereka terseyum seperti orang gila. Menangis hingga tak sanggup memegang satu lembar kertas dan menampilkan raut tak biasa karena membaca tulisan Raka. Begitu manis dan menggemaskan menurut mereka..

"Cih, lalu bagaimana? Rencana kita kali ini gagal."

Aswara mengangkat bahu acuh. "Bukankah sudah kukatakan padamu. Bahwa rencana ini akan gagal. Raka kita merupakan orang yang polos. Dia akan berpikir kalau ini lebih baik." Dia sangat tak menyangka bahwa Raka aka langsng pergi.

"Tidak seperti yang terakhir kali. Kali ini Gagal total." Claudia menggigit kukunya cemas. "Dia menjauh dari kita." Wanita itu berdecak kesal.

Inilah sifat asli mereka, hanya orang awam saja yang tau. Memiliki banyak topeng untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan, termasuk Raka. Memainkan peran dan emosi sangat stabil. Hingga tak akan ada orang yang sadar bahwa mereka sedang mendrama.

Ayolah kawan, Mavendra tidak sesederhana itu.

"Aku begitu merindukannya. Memeluk anak itu -Reyhan- terlalu lama sangat menjengkelkan. Kenapa kita harus melakukan ini dan menjauhkan diri dari Raka."

"Berkat omong kosongmu. Jangankan cemburu, putra pemberani kita bahkan pergi tanpa sepatah kata pun." Aswara berjalan keluar kamar. Meninggalkan Claudia sendirian. Dia harus melampiaskan kekesalannya karena rencana jangka panjang yang mereka berdua lakukan telah gagal total.

Terlena dengan rencana tidak berhasil, menjauhkan mereka dari kesayangan. Salah paham berujung kehilangan. Aswara marah hingga rasanya ingin menghancurkan apapun yang ada disana..

Yah, mereka menyayangi Reyhan hanyalah kedok. Mereka melakukannya serta merta hanyalah untuk membuat Raka cemburu dan mencoba lebih manja pada mereka. Melihat Raka begitu gigih membuat mereka sadar, Aswara dan Claudia pun membuat sebuah rencana.

Akan tetapi hasilnya nihil. Mereka kecewa pada rencana gagal mereka.

Fakta yang perlu diketahui, tidak hanya posesif, Mavendra begitu obsesi pada Raka. Mereka melakukan tindakan apapun demi menarik Raka ke sisi mereka. Termasuk rencana jangka panjang yang membuat Raka sepenuhnya milik mereka.

Setelah melihat kecanggungan Raka terhadap mereka. Menuruti perkataan Raka agar pemuda itu cemburu dan menghilangkan segala kecanggungan yang ada. Karena sejatinya, mereka sama sekali tidak peduli pada Reyhan. Mereka peduli pada respon dari Raka.

Tetapi mereka meremehkan pemikiran Raka.

Itu sebabnya, Mavendra kehilangan pemuda manis itu.




Tbc.

Uncomfortable position - EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang