Bab 8.

10K 1.3K 69
                                    


Keluarga Mavendra tengah berkumpul di ruang keluarga. Sejak dahulu, Aswara memang selalu memerintahkan anggota keluarganya untuk berkumpul selepas makan malam. Minusnya, tanpa Reyhan.

Kali ini, Reyhan turut andil. Bersenda gurau bersama Claudia juga Aswara. Tiga serangkai yang seakan tak bisa dipisahkan. Menikmati waktu mereka seolah hanya ada mereka bertiga di ruangan tersebut.

Reyhan yang kerap kali terabaikan, kini menjadi kesayangan. Reyhan yang terlupakan, kini direngkuh oleh hangatnya pelukan kedua orang tua. Reyhan yang menangis karena ketidakadilan, tertawa bahagia seakan tak akan ada hari esok.

Raka senang, namun lagi-lagi hatinya berdenyut sakit. Antara kenangan bersama Mavendra, ataupun bersama kedua orang tuanya. Menyandarkan kepala, Raka menatap langit-langit. Memandang indahnya lampu hias yang menggantung di atas. Juga menjadi saksi semua yang terjadi di ruang keluarga.

Raka tidak terganggu karena gurauan tawa Reyhan maupun Claudia. Raka hanya mencoba untuk mengurangi sesak didada. Karena nyatanya inilah misinya. Mencoba ikhlas dan tabah juga menekankan diri bahwa dia bukanlah siapa-siapa diantara Mavendra.

"Besok sekolah kan?" Tanya Aksa disamping Raka. Yang menatap Raka sejak anak itu bergerak untuk memandang langit-langit mansion.

Raka menoleh ke arah Aksa. Wajah Aksa sama seperti Claudia, hanya saja.. Bentuk wajahnya tegas seperti Aswara. Tampan dan juga mapan. Diimasa depan, Aksa menjadi bajingan. Beristri namun memiliki pasangan lain.

"Iya, karena besok ujian."

"Besok berangkat bersama. Kondisimu sedang tidak fit. Jangan memaksakan diri berangkat sendiri, " papar Aksa.

Raka mengangguk. "Sepertinya iya. Besok aku akan berangkat denganmu bang. Aku tidak ingin jatuh dari motor." Aksa yang perhatian, menjadi seorang yang tak bertanggung jawab. Raka tak ingin mengubah masa depan, tetapi jika bisa.. Dia ingin mengubah sikap Aksa.

Tuk!

"Akhir-akhir ini, jika diperhatikan... Kau seperti memiliki banyak beban pikiran. Ada apa?" Aksa mengetuk dahi Raka. Menyadarkan si empu dari lamunannya.

Raka tertawa kecil, dia berkata. "Hanya saja... Siapa orang tidak beruntung yang akan menjadi istrimu nanti."

Aksa menaikkan alis. "Tidak beruntung? Omong kosong macam apa itu? Jelas siapapun itu, pastinya dia akan bahagia karena memiliki suami setampan abang." Aksa bersama kepercayaan dirinya.

'Tapi nyakitin, '  lanjut Raka dalam hati kemudian terkekeh. "Semoga saja, iya."

'Karena kau adalah pria tak setia bang.'

"Memangnya hari ini kau tidak sekolah?" sahut Vino tiba-tiba. Dia yang sejak tadi mendengar percakapan keduanya ikut nimbrung dalam obrolan.

"Dia demam, jadi Raka istirahat hari ini." Bukan Raka, melainkan Aksa yang menjawab. Nada bicaranya ketus. Jangan lupa bahwa Aksa kesal dengan kakaknya karena bersenang-senang tanpa mengajak Raka.

Vino sontak memegang dahi Raka menggunakan punggung tangan yang langsung ditepis Aksa. "Dia sudah mendingan." Vino menaikkan sebelah alis. Mengapa adiknya ini bersikap judes padanya.

"Kenapa tidak bilang-bilang?" Vino mengelus rambut Raka. Memandang adik angkatnya menuntut meminta jawaban. Mengapa dia tidak tau bahwa sang adik demam? Dia hanya tau bahwa Reyhan lah yang sakit.

"Tidak ingin menambah kekhawatiran." Raka menjawab diselingi senyum lebar. Mengingat Vino dimasa depan. Mungkin Aksa lebih baik. Raka tidak ingin menjelaskan mengapa. Yang penting, Aksa yang seorang bajingan lebih baik dari Karvino.

"Jangan diulangi. Tentu kami akan khawatir jika kau sakit. Kakak juga akan lebih khawatir jika kamu tidak mengatakan apa-apa hingga tidak mengetahui kebenaran kecil ini." Ibu jari Vino mengelus pipi Raka, mengusap lembut pipi tersebut.

"Ehh.. Kalian sedang mengobrol tentang apa? Mengapa tidak ajak-ajak ibu?" seru Claudia yang baru menyadari bahwa ketiga putranya yang lain saling mengobrol satu sama lain. Tersenyum lembut karena keluarganya kembali harmonis. Inilah keinginannya...  Lengkap sudah kebahagiaannya.

"Kami sedang membahas ujian besok ibu, " jawab Raka. Dia memandang Claudia dengan senyuman mata. 

Aksa dan Vino saling lirik mendengar jawaban Raka. Mereka sama-sama mengerti bahwa Raka tak ingin membahas tentang dirinya yang sakit terhadap sang ibu. Walaupun keduanya tak tau tujuan Raka menyembunyikannya.

"Wah.. Kamu besok ujian?" Raka mengangguk.

"Jika itu kau. Pasti akan mendapatkan peringkat pertama, " seloroh Aswara kemudian terkekeh. Melipat tangan di dada bangga karena pencapaian Raka.

"Kan? Raka pasti akan mendapatkannya. Dia pintar seperti Syahra, " timpal Claudia menyetujui ucapan Aswara.

"Ugh... Sepertinya aku harus berlajar dengan giat. Aku selalu mendapatkan peringkat diatas 20." Reyhan berceletuk mengundang tawa dari Claudia dan elusan kepala dari Aswara.

"Tidak perlu menjadi juara ataupun rangking kelas. Naik kelas saja sudah cukup sayang, " ucap Claudia menghibur Reyhan. Mengecup pipi bungsunya sayang. Mengapa dia baru sadar bahwa putra bungsunya se menggemaskan ini.

"Gemesin banget sih!"

"Ibu sakit!" seru Reyhan mengelus pipi yang baru saja digigit oleh Claudia.

"Maafkan ibu sayang. Habisnya kamu manis sekali." Claudia memeluk Reyhan erat.

Keduanya kembali ke dunia mereka. Tanpa memperdulikan yang lain. Aksa bedecih dibuatnya. Raka hanya menggeleng maklum. Claudia dan Aswara sedang bucin-bucinnya dengan Reyhan. Raka pun memilih untuk berdiri dan pergi, tak ingin mengganggu pasangan anak-ibu tersebut.

Akan tetapi kepergian dirinya menimbulkan kesalahpahaman bagi Aksa.

( ͡° ʖ̯ ͡°)


"Peringkat dua?" Aswara melihat hasil ujian Raka. Dia memandang Raka yang tengah belajar. Bertanya karena Raka mendapatkan peringkat kedua. Tumben sekali pikirnya.

Awalnya dia ingin pergi ke ruang kerja miliknya. Tetapi dia mengingat bahwa selama minggu terakhir dia tak bersitatap dengan Raka karena sibuk dengan pekerjaan serta putra bungsunya. Yah, bisa dibilang.. Dia memang telah sadar dan dekat dengan putranya tanpa bergantung pada ucapan Raka.

"Iya... Aku tak fokus dan membalikkan jawaban nomer 4 dan 10," jawab Raka.

Aswara mengernyit tak suka. "Kenapa tak fokus? Apa yang kau pikirkan?" Menatap Raka lamat hingga membuat Raka gelisah ditempat. "Wajahmu pucat... Ayah juga mendengar bahwa kau demam?"

Sebenarnya Aswara mendengar sedikit obrolan ketiga putranya. Apalagi dibagian demam. Awalnya Aswara berpikir bahwa ketiganya membahas Reyhan, akan tetapi sekarang dia sepenuhnya sadar, kalau yang dibahas mereka adalah Raka.

Menarik dagu Raka paksa, Aswara memandang Raka tajam. "Jaga dirimu baik-baik Raka. Katakan pada kami kalau kau sakit. Jangan sampai kau tak fokus dalam pelajaran dan membuat peringkatmu turun." Kemudian melepasnya.

Aswara memilih pergi setelah mengatakan itu pada Raka. Dia hanya kesal karena Raka tak mau jujur. Padahal dia berubah atas keinginan Raka walaupun pada akhirnya dia memang mengerti bahwa dirinya memanglah salah.

Lalu pada akhirnya, Raka berbohong tentang kesehatan sendiri pada dirinya maupun istrinya.

Akan tetapi Aswara tidak tau, bahwa Raka menangkap hal lain di balik ucapannya.



Tbc.

Uncomfortable position - EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang