SUKA?

887 47 3
                                    

Setelah panjangnya jarak yang kita tempuh, ternyata Kak Arsel membawa gue ke salah satu tempat yang gue suka. Di mana rasa kedamaian sesat mengantikan penuhnya pikiran.

“ayo”

Kak Arsel menjulurkan tangannya berdiri setelah memakai sepatu luncur es.

“Benar kakak bisa?”

“iya, udah ayok.”

Gue mengulurkan tangan, meraih tangan yang lebih besar.

Dibawanya berseluncur menikmati udara buatan menembus kulit. Tangan kami tak lepas, tidak hanya ada kami tapi juga banyak pengunjung lain disini. Ada petugas juga yang siap membantu pengunjung yang jatuh akibat licinya es.

“mulai sekarang lo nggak perlu sendirian lagi.” Kak Arsel berhenti dan berbalik.

“gue bisa jadi petner lo, Kai. Ajak gue kedalam kedamaian lo itu.”

Gue terdiam.

Tersenyum, “baik Kak, ayo bermain sebentar.”

Berbagai tarian kita lakukan di atas permukaan es yang dingin ini, semua mata tertuju pada kita. Rasanya menyenangkan, Kak Arsel dengan lincahnya melakukan setiap gerakan.

....
Tak terasa matahari yang terik sudah tergantikan dengan langit jinga.

Langit jinga sangat indah di atasnya gedung tinggi, detik detik di mana matahari membenamkan diri dari hari yang melelahkan. Banyaknya pengendara yang melaju denga cepat.

“suka?” tanya Kak Arsel memecah keheningan.

“suka, Kak. Lain kali kita ke sana lagi ya?!”
“iya”

Kini bulan sudah sepenuhnya mengantikan matahari.

“Kak Arsel beneran mau ngajarin gue motoran kan?”

“iya nanti gue ajarin,” Jawab Kak Arsel dengan sungguh sungguh.

Gue bersorak senang “makasih, kak.”

Tangan gue menarik ujung baju Kak Arsel, bersandar di bahunya. Memejamkan mata merasakan lembutnya angin menembus kulit.

BRAK!!!

Semua terjadi begitu cepat.

Tubuh kami terseret beberapa meter dari motor. Rasa perih gue rasakan di beberapa bagian tubuh gue.

Helm masih terpasang di kepala.

“Kai, lo nggak papa?”

“Kak Arsel ga papa?” Gue melepas helm.

“gue nggak Papa”

“gimana ga papa? tangan Kak Arsel darah nya banyak banget itu.”

Darah dari tangan kiri Kak Arsel mengalir deras bahkan menetes ke terotoan.

Kak Arsel baru menyadarinya?

“ayok ke rumah sakit.”

Para pengendara yang kebetulan lewat mulai menghampiri.

“kalian tidak apa?” tanya seorang pria paruh baya. Orang itu bergidik ngeri ketika melihat tangan kiri Kak Arsel yang di penuhi darah. Kak Arsel mengunakan kaos hitam lengan pendek, luka yang ada di tangan terlihat jelas.

“astaga dek. Lukanya dalam banget itu, jika tidak segera di tangani kamu bisa kehilangan banyak darah.”

“saya ga papa.” Tidak ada raut kesakitan di wajah Kak Arsel.

“saya sudah menghubungi 119, sebentar lagi ambulan datang.” orang yang terlihat lebih mudah bersuara.

Gue melepas kemeja gue, menyobeknya memanjang.
Kak Arsel mencoba menghentikan aksi gue dengan alasan “jangan, nanti lo kedinginan.” karena hanya menyisakan kaos putih lengan pendek. Tentunya gue tidak mendengarkan nya.

Sobekan kain itu gue ikatkan di lengan kiri Kak Arsel, mencegah darah yang keluar semakin banyak.









....

ARSEL (B×B) END✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang