3

674 50 0
                                    


🥂 HAPPY READING 🥂

"Don't forget to leave a comment and vote!"


***

Dengan gagah, Limario berdiri tegap di lobi ARIES Inc., tepat di bawah lampu gantung kristal yang memancarkan cahaya. Para pegawai sibuk berlalu-lalang di sekitar, sibuk dengan urusan masing-masing, tetapi sesekali melirik ke arah Limario dan Irene dengan sopan menyapa, diam-diam mengagumi pasangan keduanya yang tampak sempurna.

Irene, dengan kecantikan yang anggun, gemulai langkahnya mendekati Limario. Tubuhnya ramping dibalut gaun biru muda yang tampak sederhana namun elegan, dan rambut hitamnya tergerai jatuh melewati bahu. Tersenyum kecil dia tatkala diperhatikannya kerah kemeja Limario yang sedikit melengkung. Paham betul kebiasaan pria itu yang suka kurang rapi dalam berpenampilan.

"Sini, lebih dekat," ucapnya menatap Limario yang lantas langsung patuh.

Irene memangkas jarak, berdiri di hadapan sang pria, dengan jemarinya yang lembut, dia merapikan kerah itu, mengatur dasi liris-liris hitam di leher Limario agar tepat sempurna.

"Aku selalu suka caramu melakukan ini," Limario berbisik kecil, mata mereka bertemu sejenak, tatap-tatapan dalam senyum yang menghangatkan.

"Kalau bukan aku, siapa lagi yang bisa memastikamu terlihat sempurna?" jawab Irene seraya bibir yang kian tersenyum. "Kau ini seorang CEO, Lim. Pekerjaan besar selalu kau ingat, tapi untuk menjaga penampilanmu kau selalu lupa seperti ini," lanjutnya tatkala kedua tangannya menempel di dada sang pria.

"Aku tidak lupa. Aku hanya sengaja, karena aku suka kalau kau yang melakukannya untukku," dengan suara beratnya yang dalam Limario menggoda lantas membuat tunangannya itu terkekeh pelan.

"So cheesy, hm?" Irene mengenal Limario seperti ini, tidak berubah sejak tiga tahun lalu, yang kata-katanya selalu manis.

"Biar saja. Yang penting itu bisa membuatmu tertawa seperti ini."

Irene mendongak, menatap Limario dengan tatapan penuh perasaan yang mendalam. "Kau memang pintar menggombal," ledeknya, sementara kedua tangannya masih bersandar di dada bidang Limario, merasakan detak jantungnya yang stabil dan menenangkan.

Bohong jika para pegawai di kantor itu tidak jatuh hati pada Limario, lebih-lebih mereka jatuh hati karena mengagumi hubungan keduanya yang begitu cocok. Seakan takdir mereka adalah bersama-bagaimana seorang Limario dengan sifat tegasnya bisa luluh dalam kehangatan Irene, dan bagaimana Irene selalu tampak penuh perhatian, meskipun dia sendiri adalah sosok yang sangat mandiri dan sukses.

Limario mengangkat ujung lengan jasnya, memeriksa arloji brand ternama yang melingkar di pergelangannya. "Sepertinya kita harus berpisah sekarang. Aku ada pertemuan sebentar lagi," katanya dengan sangat menyesal.

Irene pun tampak sedikit kecewa. Pasalnya dia pun punya janji temu pagi ini. Kesulitan mereka berdua selalu saja terkendala waktu. Limario dengan pekerjaan dan tanggung jawabnya, serta Irene dengan karir yang dia ingin sejak dulu.

Limario mendekat sedikit, meraih tangan Irene dan menggenggamnya erat sejenak. "Hei.. Jangan murung seperti itu. Dalam bulan ini kita sama-sama sibuk, tapi kau tidak lupa janji kita kan, setelah ini kita akan pergi liburan berdua?"

Irene tersenyum. Lagipula dia tidak bisa berbuat apapun selain saling mendukung pekerjaan mereka masing-masing, sampai akhirnya nanti mereka menikah, dia bertekad akan memutuskan untuk berhenti bekerja agar lebih banyak waktu bersama Limario. "Aku tahu. Jangan khawatir, aku baik-baik saja."

Paris NightsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang