12

757 45 0
                                    


🥂 HAPPY READING 🥂

"Don't forget to leave a comment and vote!"


***

Ruby terbangun tatkala dia rasakan sentuhan hangat di bahunya yang terbuka, mengalir perlahan ke pipinya, mencubitnya dengan lembut. Begitu matanya terbuka sudah, ia mendapati Limario duduk di sampingnya dengan pakaian rapi, rambutnya tampak sedikit basah. Segar.

Hampir-hampir saja ia berteriak menyadari keberadaan Limario di sana, hingga ingatan tentang pergulatan panas mereka semalam kembali terlintas di pikirannya.

"Selamat pagi," sapa Limario dengan manis. Senyumnya merekah saat ia membantu Ruby yang kesulitan duduk, melilitkan selimut di tubuhnya. Sebuah kecupan singkat dia sematkan di pipinya.

"Kau curang, sudah mandi dan rapi, sementara aku seperti ini," gerutu Ruby, gemas sekali raut wajahnya. Limario terkekeh kecil, tak kuasa menahan diri untuk mencubit pipinya lagi.

"Minumlah dulu," ucap Limario, menyodorkan segelas air yang diterima Ruby. "Kau tertidur sangat lelap. Mungkin aku membuatmu terlalu lelah tadi malam. Jadi aku tidak tega membangunkanmu," katanya dengan seringai nakal.

"Kau ini," sahut Ruby, memukul lengannya pelan.

"Kau harus segera mandi, Jane. Jisoo mencarimu. Aku melihat dia sudah berkali-kali menghubungimu."

Ruby terperanjat. "Di mana ponselku? Jam berapa sekarang?" tanyanya panik, matanya mencari-cari.

Limario mengulurkan ponselnya. "Sudah jam sepuluh pagi," jawabnya. "Mandilah. Aku sudah menyiapkan pakaian untukmu."

Tanpa berkata apa-apa lagi, Ruby bergegas turun dari ranjang, tapi tiba-tiba langkahnya terhenti seketika. Nyeri sekali ia rasakan di tubuh bagian bawah, membuatnya meringis kesakitan. Limario segera menatapnya cemas. "Kau baik-baik saja?" tanyanya.

"Ini ulahmu," jawab Ruby tajam.

"Tapi kau menikmatinya. Bahkan meminta lebih," balas Limario dengan senyum menggoda.

Ruby menatapnya tajam, sementara Limario tertawa kecil. "Kau yang menggodaku, bukan?" tanya Limario.

"Aku hanya memberi respon, Lim. Kau yang memulai semuanya," tukas Ruby, tidak mau kalah.

Limario tersenyum kecil. "Baiklah, aku mengaku kalah. Aku sangat merindukanmu dan kau juga begitu cantik, siapa yang bisa menolak? Sebagai permintaan maaf, bagaimana kalau aku gendong kau ke kamar mandi?"

"Tidak, terima kasih. Aku bisa berjalan sendiri. Setelah mandi, pasti akan lebih baik," jawab Ruby cepat.

Limario mengangguk, tapi tetap menunggu di tepi kasur, matanya tak lepas dari Ruby yang tampak ragu-ragu.

"Kenapa kau masih di sini? Pergilah keluar. Aku ingin mandi," kata Ruby, mencoba mengusirnya dengan sopan.

"Kenapa aku harus keluar?" balas Limario santai.

"Aku mau ke kamar mandi. Dan aku malu kalau kau melihatku," jawab Ruby, pipinya memerah.

"Hei, mengapa harus malu? Aku sudah melihat semua dirimu. Tidak perlu merasa canggung," jawab Limario, masih menggoda.

Ruby memutar kedua bola matanya, mencoba menyembunyikan senyum di bibirnya. "Limario, tolonglah. Aku tahu apa yang ada di pikiranmu setiap kali kau menatapku seperti itu."

Limario tertawa lagi, menggelengkan kepala sebelum akhirnya berdiri. "Baiklah, baiklah. Aku akan menunggu di luar."

Ruby masih memandangi Limario yang berjalan keluar kamar, yang sesekali dia menoleh ke belakang menatap wanita itu untuk mengedipkan mata, tertawa kecil Ruby dibuatnya.

Paris NightsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang