15

581 32 0
                                    


🥂 HAPPY READING 🥂

"Don't forget to leave a comment and vote!"



***

Bambam duduk di salah satu kursi yang berada di kamar hotel Limario yang luas. Sedang mencoba tenang ia setelah seharian berjalan-jalan sendirian di kota Paris. Mencari-cari kesenangan sejenak sebelum kembali besok pagi ke Los Angeles.

Terarah tatapannya pada Limario kini, yang terlihat suntuk sekali, berdiri di dekat jendela, menatap ke jalanan kota. Sudah bermenit-menit berlalu, tak kunjung tatapannya teralihkan. Apa kini yang sedang terpikir olehnya? Tampak begitu dalam sehingga tak tergubris sedikitpun kehadiran Bambam di sana.

Barulah ia mengalihkan tatapannya tatkala terdengar dering dari ponsel dalam sakunya. Tetapi tak segera ia angkat panggilan itu. Hanya ditatap-tatapi dengan wajah datar. Mengernyit kini Bambam. Ada apa dengan boss muda itu?

Limario menolak panggilan itu tanpa ragu, lantas memasukkannya kembali ke dalam saku celana.

"Dari siapa?" Bambam penasaran, akhirnya bertanya.

Menoleh sedikit Limario padanya. Setelah itu kembali menatap keluar jendela. "Irene," jawabnya datar-datar saja.

Kian banyak lipatan di dahi Bambam setelah mendengar nama itu. Bingung. Bangkit ia dari duduknya, berjalan ke sana, menghampiri Limario. "Kenapa kau tolak panggilan dari Irene?" Dia sentuh pundak Limario. "Sejak kita sampai di sini, Irene sering bertanya tentang kabarmu ke aku. Katanya dia tidak bisa menghubungimu langsung. Apa benar?"

Terpejam sejenak mata Limario, ia menghela napas, menyandarkan tubuhnya ke dinding. "Kau tahu aku sibuk di sini, Bam. Aku selalu memberinya kabar, tapi kadang-kadang dia menghubungiku ketika kita sedang rapat. Kau juga melihatnya waktu itu," ucapnya mencari alasan yang masuk akal, meski terenyuh hatinya sekejab karena merasa bersalah.

Bambam mengangguk. Sempat ia memang melihat panggilan masuk dari Irene ketika mereka sedang rapat. "Tapi lain kali, kau harus memberi pengertian padanya, Lim. Mungkin dia butuh kabarmu. Kau harus ingat, sebentar lagi kalian akan menikah. Dia membutuhkanmu."

"Aku tahu apa yang harus aku lakukan. Tidak perlu mengingatkanku berulang-ulang. Aku sudah cukup lelah memikirkan pekerjaanku. Lagi pula besok kita sudah kembali ke Los Angeles. Irene pasti mengerti."

Bambam mencoba memahami kata-kata itu, meski sebenarnya, ada sesuatu yang aneh ia rasakan sejak mereka tiba di Paris. Irene tidak biasanya berkali-kali mengirim pesan kepadanya untuk bertanya tentang Limario. Tahu ia bahwa Limario akan selalu membahas pesan sang wanita. Tetapi Bambam tidak ingin terlalu memikirkannya. Mungkin benar, Limario hanya sibuk. Limario memang tipe orang yang sering terjebak dalam urusan pekerjaan. Dia gila dalam bekerja.

Limario memeriksa arlojinya, tatkala ketika sudah waktunya, ia tampak bergegas lantas merapikan sweater hitamnya yang selalu membuatnya terlihat begitu rapi di depan cermin.

"Kau mau kemana, Lim?" tanya Bambam penasaran. Janggal sekali perubahan raut Limario yang tadi sempat terlihat bosan kini lebih bersemangat.

Tipis senyum Limario terlihat, sedikit menghindar dari tatapan Bambam. "Ah, aku hanya ingin berjalan-jalan sebentar, menikmati Paris terakhir kali sebelum kembali ke Los Angeles."

Paris NightsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang