🥂 HAPPY READING 🥂"Don't forget to leave a comment and vote!"
***Mata Ruby terasa berat saat ia membuka mata di tengah malam yang sunyi. Sekelilingnya terasa asing dan tenang, bukan kamar hotelnya yang biasa. Ia menggeliat, mencoba mengingat bagaimana ia bisa berada di tempat ini. Perlahan, kejadian beberapa jam lalu terlintas dalam ingatannya, tentang peristiwa yang menakutkan hingga membuatnya jatuh dalam kelelahan dan akhirnya tertidur di atas kasur sederhana ini.
Pandangan Ruby mengarah ke langit-langit kamar hotel yang memantulkan cahaya lampu yang redup. Sekilas wajah Limario melintas dalam pikirannya, satu-satunya orang yang menolongnya malam itu. Ia melirik ke kanan dan kiri, mencari keberadaan Limario, dan menemukan sosoknya tertidur di sofa, meringkuk ia dengan tangan memeluk tubuhnya sendiri dalam posisi yang tidak nyaman, kaki menggantung.
Ruby menghela napas. Ia tahu, jika bukan karena Limario, ia mungkin sudah larut dalam kebencian terhadap dirinya sendiri akibat perlakuan kurang ajar para pria biadab itu.
Hatinya tergerak saat melihat Limario sedikit menggigil, tanpa selimut, dan lengannya menggenggam tubuhnya sendiri, seolah mencari kehangatan. Keningnya berkerut dalam tidur, tanda bahwa ia tidak nyaman. Ruby merasa bersalah. Setelah semua yang Limario lakukan untuknya, ia tak ingin membiarkannya tidur dalam keadaan seperti itu.
Dengan hati-hati, Ruby turun dari kasur dan melangkah pelan mendekati Limario. Saat ia berdiri di sebelahnya, ia terdiam sejenak, memperhatikan wajah Liamrio yang tujuh tahun lalu menjadi pusat dari dunianya. Ada kelelahan yang terasa dalam dirinya saat memikirkan luka lama yang masih membayangi hidupnya hingga kini. Ke mana pun ia pergi, seberapa jauh ia berlari, bayangan wajah Limario selalu mengikuti. Kenangan mereka berdua, baik pahit maupun manis, tidak pernah sepenuhnya hilang dari benaknya.
Mereka berdua adalah manusia biasa dengan segala keterbatasan. Mungkin dulu mereka terlalu muda, terlalu naif untuk mengarungi bahtera rumah tangga, hingga pertengkaran kecil pun menjadi pemicu perpisahan yang tak seharusnya terjadi. Di luar semua itu, Ruby sadar bahwa Limario selalu menjadi orang baik. Sosok yang bisa memahami dan menerima dirinya apa adanya.
Limario tersentak bangun ketika merasakan sentuhan lembut di bahunya. Ia menatap Ruby dengan mata yang masih setengah terpejam, sedikit terkejut melihat wanita itu terbangun di tengah malam.
"Maaf aku membangunkanmu, Lim," ucap Ruby dengan suara pelan, tak ingin mengganggu kedamaian malam.
Limario duduk tegak, mengucek mata yang merah karena baru terbangun. Bajunya yang basah sudah mengering, rambutnya sedikit berantakan. Penampilannya saat ini mengingatkan Ruby pada Limario yang dulu, seseorang yang selalu tampil sederhana namun tetap memikat dengan rambut acak-acakan dan kaos polos. Kini, setelah bertahun-tahun, Limario tampak lebih dewasa dengan gaya rambut rapi dan klimis. tapi Ruby menyukai kedua versi tampilannya kini.
"Kau butuh sesuatu?" tanya Limario, menatap Ruby.
Ruby menggeleng pelan. "Tidak, aku hanya melihatmu tidur di sini, kedinginan. Aku merasa tidak enak hati."
Limario terdiam sesaat, lalu tertawa kecil. Ini adalah kali pertama dalam tujuh tahun Ruby menunjukkan perhatian padanya dengan ekspresi wajah yang selalu ia rindukan. Limario tak bisa menutupi rasa hangat yang merambat di hatinya. Dulu, perhatian kecil seperti inilah yang selalu ia nanti. Perhatian Ruby yang sederhana, tapi tulus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Paris Nights
FanfictionSetelah perceraian mereka yang pahit tujuh tahun yang lalu, Limario Bruschweiler dan Ruby Jane bertemu kembali di Los Angeles, ketika perusahaan mereka tidak sengaja menjalin kerjasama. Pertemuan ini penuh ketegangan karena sakit yang belum usai dan...