28

475 58 12
                                    


🥂 HAPPY READING 🥂

"Don't forget to leave a comment and vote!"


***

Kini tampak Limario tengah menarik Ruby masuk ke dalam ruang kantornya siang itu. Ruangannya sebagai seorang CEO tampak begitu megah, luas, nyaman, dan harum, memperlihatkan pemandangan kota Los Angeles yang memukau di balik jendela kaca besar. Ia kembali teringat akan peristiwa kemarin, tatkala pergulatan penuh gairah antara mereka terjadi di ruangan ini.

Hati-hati ia menuntun Ruby untuk duduk di kursi kebesarannya di tengah ruangan. Ia memutar kursinya hingga menghadap ke arahnya, lantas berjongkok di hadapan Ruby, tersenyum lebar dengan tatapan yang penuh arti.

"Ada apa?" Ruby memandangnya dengan bingung. "Apa ada sesuatu yang ingin kau sampaikan? Kau tampak berbeda hari ini."

Limario tetap diam. Ia meraih tangan Ruby, lantas menciumnya dengan lembut beberapa kali, sebelum kembali menatapnya penuh cinta. "Tutup matamu sebentar," pintanya.

"Huh?" Ruby mengernyitkan dahinya. "Kenapa harus menutup mata? Apa yang ingin kau lakukan?"

"Kau akan mengetahuinya sebentar lagi." Limario mengelus tangan sang wanita dengan ibu jarinya, lembut-lembut dan pelan.

Ruby menghela napas pelan, tetapi tidak menolak. "Baiklah." Akhirnya, ia pun menutup matanya, mengikuti arahan Limario.

Setelah memastikan Ruby benar-benar memejamkan mata, kini Limario dengan perlahan merogoh saku jasnya bagian dalam. Membawa keluar sebuah kotak kecil berlapis beludru hitam. "Kau boleh membuka matamu sekarang," ucapnya tatkala menatap sang wanita yang tengah membuka matanya perlahan.

Terbuka mata Ruby kini, terfokus pandangannya pada benda kecil di tangan Limario, sebuah kotak beledru hitam yang sekarang terbuka, memperlihatkan sebuah cincin dengan berlian yang berkilauan.

"Lim?" tatapannya melebar, pun tangannya menutup mulutnya tak percaya. Dipandangnya lekat-lekat ke mata Limario yang hanya tersenyum menatapnya.

"Ini untukmu. Aku mendapatkannya demi menyenangkan hatimu," ucap Limario.

Ruby masih terpaku, tidak bisa berkata-kata. Matanya bergantian melihat Limario dan cincin yang kini ada di hadapannya. Cincin itu bukan sembarang cincin. Itu adalah cincin yang ia lihat beberapa hari lalu. Cincin yang akan digunakan Limario untuk menikahi Irene. Bagaimana mungkin Limario mengambil cincin yang seharusnya untuk Irene dan memberikannya kepadanya? Ia pikir Limario hanya bercanda mengiyakan keinginannya tentang cincin itu.

Limario mengambil cincin tersebut, meraih jemari Ruby, dan menyematkannya di jari manisnya. Senyumnya semakin lebar ketika melihat betapa indahnya cincin itu di tangan Ruby.

"Aku mencintaimu, Ruby Jane," ucapnya seraya mengecup lembut punggung tangan Ruby, mata mereka saling menatap dengan lekat dan dalam. "Semoga dengan ini, kau semakin yakin bahwa aku akan memperjuangkan kita hingga kembali bersama."

Ruby menelan ludah, merasa ada sesuatu yang salah. "Lim, apa kau benar-benar mengambilnya dari Irene?"

Limario mengangguk tanpa ragu.

Ruby terkejut, mulutnya terbuka lebar.

"Aku sudah bilang, Jane. Aku rela melakukan apa pun asal kau bahagia."

Paris NightsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang