🥂 HAPPY READING 🥂"Don't forget to leave a comment and vote!"
***Limario memijat tengkuk lehernya, merasa lelah setelah melewati hari ini dengan banyak pekerjaan. Mata cokelatnya yang dalam menatap kosong gedung-gedung megah yang berbaris di Los Angeles, tertutup lapisan kaca bening yang seakan memisahkannya dari hiruk-pikuk kota yang tak pernah tidur itu. Sudah sepuluh menit sudah dia berdiri di sana, membiarkan suaranya tertelan di antara keheningan ruangannya.
Sementara itu, di telinganya, suara Irene terdengar jelas, sarat emosi mengoceh tiada henti, semakin menambah lelah di pundaknya. Rasa-rasanya untuk menangkan diri saja dia butuh waktu, sekarang harus menenangkan Irene. Frustasi kepalanya kini.
"Kau tahu betapa pentingnya akhir pekan ini bagi kita! Kita sudah merencanakan ini jauh-jauh hari, Limario. Kita perlu waktu untuk persiapan pernikahan kita, dan sekarang kau bilang harus pergi begitu saja?"
Limario menghela napas panjang, mencoba meredam kegelisahannya. "Irene, aku tahu ini tidak adil bagimu. Tapi aku tidak punya pilihan lain. Mereka baru saja memberitahuku. Aku mencoba mengatur ulang jadwal, tapi mereka bersikeras aku harus ada di sana."
Kesal Irene bermula saat menerima kabar dari sang tunangan kalau pria itu harus pergi ke Paris selama dua minggu. Ada konferensi dan pertemuan penting yang mereka ingin membahas terkait proyek baru. Tentu saja, secepat kilat meledak amarah wanita itu. Pasalnya, sudah berkali-kali mereka mengundur waktu
untuk berlibur bersama dan mempersiapkan pernikahan karena kesibukan masing-masing."Tapi bagaimana dengan kita?" Irene menuntut. Ada rasa sakit yang terdengar jelas, dan itu menghantam Limario lebih keras daripada semua lelah yang menggulung di lehernya. "Bagaimana dengan liburan kita? Persiapan pernikahan kita?"
Limario menutup mata, membayangkan wajah Irene yang lelah tapi tetap anggun, mata hitamnya yang penuh harap. Tak tega rasanya terus-menerus mengorbannya demi semua ini, tapi ini adalah impian Limario, yang lama dia nantikan. "Aku berjanji, Irene, aku akan mengatur ini. Kita akan menemukan waktu lain. When I get back, we'll make everything right."
"Tapi kau selalu berkata seperti itu," gumam Irene pelan, suara yang hampir hilang di sela-sela detak jantung Limario yang semakin cepat. "Kapan kau akan benar-benar ada untuk kita?"
Limario terdiam, menatap kosong ke gedung-gedung yang tampak semakin kabur di balik kaca jendela. Ada hal-hal yang tak pernah bisa diungkapkan dengan kata-kata, seperti betapa ia ingin semuanya menjadi sempurna untuk mereka. Tapi ada juga dunia yang terus menuntut, memanggilnya pergi.
"Aku akan kembali," bisiknya pelan, hampir kepada dirinya sendiri. "Aku janji."
Irene tetap diam. Hening di antara mereka membuat Limario semakin khawatir, membuat pikirannya berputar, bertanya-tanya apa yang sedang Irene pikirkan, apa yang sedang ia rasakan.
"Untuk sementara waktu, selama aku pergi, aku akan minta tolong pada Rosie untuk menemanimu mempersiapkan segalanya sampai aku tiba," ujar Limario, mencoba menawarkan solusi.
"Iya." Jawaban Irene terdengar begitu datar.
Limario menggigit bibirnya, menahan perasaan gelisah yang merayap di dada. "Irene," panggilnya lagi dengan lembut. "Aku tidak ingin kita bertengkar karena hal ini. Percayalah, aku tidak mengabaikanmu. Aku juga ingin yang terbaik untuk kita. You can trust me. Kau tahu semua ini aku lakukan untuk masa depan kita."
KAMU SEDANG MEMBACA
Paris Nights
FanfictionSetelah perceraian mereka yang pahit tujuh tahun yang lalu, Limario Bruschweiler dan Ruby Jane bertemu kembali di Los Angeles, ketika perusahaan mereka tidak sengaja menjalin kerjasama. Pertemuan ini penuh ketegangan karena sakit yang belum usai dan...