14

680 38 4
                                    


🥂 HAPPY READING 🥂

"Don't forget to leave a comment and vote!"


***

Kini Limario menepati janjinya. Pagi itu, suasana di sekitar Menara Eiffel begitu mempesona. Kabut tipis yang menutupi Paris memberi keromantisan pada kota itu. Suasana yang indah, mendukung perasaan hatinya, tatkala berjalan ia dengan Ruby, yang sejak tadi sudah tersenyum bahagia memperhatikan sekeliling.

Tanganya meraih tangan Ruby dengan lembut, menautkan jari-jari mereka seerat mungkin. "Paris pagi ini lebih indah dari yang aku bayangkan," ucap Limario.

Menoleh perlahan Ruby padanya. Sorot matanya yang berbinar, dan senyum kecilnya yang mungil, secara kontan membuat Limario ikut tersenyum. "Aku hampir tidak percaya bahwa aku di sini bersamamu. Paris adalah kota impianku, berjalan-jalan di sini adalah keinginanku sejak dulu. Kau tahu itu. Dan kini impian itu menjadi kenyataan," sahut Ruby.

Limario mengangkat tangan mereka yang terjalin, mengecupnya hangat, membuat senyum Ruby kian melebar.

Mereka berjalan melewati taman-taman yang hijau dan berbunga. Di sebuah bangku yang nyaman di bawah pohon, Limario mengajaknya ke sana, duduk dan menikmati suasana. Sesekali Ruby merentangkan tangannya, menghirup udara segar dan mengamati keindahan Menara Eiffel yang menjulang tinggi.

"Kau seperti anak kecil yang menggemaskan," ucap Limario, menatap Ruby tak henti-henti. "Berbeda sekali dengan kau yang tadi malam bersamaku di kam-"

Ruby meliriknya tajam, matanya menyala penuh peringatan. "Jangan menghancurkan moodku dengan itu, Lim."

Limario terkekeh, lucu sekali perubahan drastis raut wajah wanita itu, kini dia malu membahas apa yang terjadi tadi malam, tetapi ketika malam itu, dialah yang paling bersemangat. Buas sekali dan ganas. Membekas di kepala Limario bagaimana panasnya pergulatan mereka.

Limario kemudian mencubit pipi Ruby yang imut. "Kenapa? Padahal aku sangat suka dengan aksimu tadi malam. Itu membuatku merasa lebih bersemangat."

"Kau ini benar-benar tidak bisa diam, ya?" omel Ruby, memutar kedua bola matanya. Memerah wajahnya, bersemu malu, tapi berusaha ditutupi.

Itu hanya membuat Limario semakin terkekeh. "Baiklah, baiklah," jawab Limario, mengangkat tangannya dalam tanda menyerah.

Ruby mengeluarkan ponselnya, mencoba memotret beberapa spot yang menarik perhatiannya. Sedangkan Limario hanya memperhatikannya dengan penuh rasa sayang. Tangannya kini mengelus lembut surai indah Ruby. Baginya tidak ada yang lebih indah dari wanita ini. Menara Eiffel pun kalah. Sehingga hanya padanya sajalah Limario memandang. Sepuas-puasnya, selama-lamanya.

Ruby merasakan sentuhan lembut itu dan menoleh sebentar. "Kau mau berfoto bersama?"

"Sure." Limario tidak akan menolak tawaran itu. Mereka harus mengabadikan momen ini.

Ruby mengatur posisi ponselnya, berusaha mendapatkan sudut terbaik dengan Menara Eiffel sebagai latar belakang. "Ayo."

Limario lebih merapat kini, ia rangkul Ruby dengan hangat, dan wanita itu menyandarkan kepalanya pada bahu Limario. "Aku akan mengambil gambarnya sekarang."

Ketika kamera ponsel Ruby mengklik, mereka berdua tersenyum cerah, menampilkan ekspresi terbaik. Ruby melihat hasilnya dan tertawa kecil. "Perfect!" ucapnya. "Aku mau mengambilnya sekali lagi."

Paris NightsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang