7

610 43 0
                                    


🥂 HAPPY READING 🥂

"Don't forget to leave a comment and vote!"


***


Morning In Paris 🇫🇷

Limario melangkah keluar dari lift hotel, bunyi-bunyi sepatunya yang bersih berdentang di atas lantai marmer ketika melangkah cepat dan tegas. Tangannya mengancingkan jas hitam yang rapi, sudah melekat sempurna di tubuh atletisnya. Jelas terpancar aura profesional dan karismatik, ada padanya.

Dia melirik sekilas pada Bambam, yang susah-susah menyamakan langkah kaki dengannya, "Apa kendaraan sudah siap, Bam?"

"Sudah, Lim," jawab Bambam. Meski status mereka di kantor adalah seorang atasan dengan seorang bawahan, tapi jika mereka hanya berdua, Limario lebih senang mendengar Bambam menganggilnya dengan sebutan namanya sendiri daripada tuan.

"Mobil sudah stanby di pintu depan untuk mengantarmu ke konferensi," lanjut pria itu, memeriksa catatan, memastikan tak ada yang tertinggal.

"Bagus," singkat Limario menjawab sambil terus melangkah, matanya menelusuri arloji mahal yang melingkar di pergelangan tangannya, memastikan waktu agar tidak terlambat.

Saat melangkah di lobi hotel, para staf menatapnya dengan penuh hormat, beberapa memberi anggukan kecil, dan yang lainnya menyunggingkan senyum. Limario membalas dengan sedikit anggukan, tidak ingin terlihat terlalu akrab tapi tetap menjaga sopan. Ia tahu, sebagai CEO, semua mata akan tertuju padanya.

Ketika mereka berada di lobi, mata Limario tak sengaja menangkap sosok Ruby dan Jisoo yang baru saja juga keluar dari lift. Limario mendapati dirinya terdiam sejenak, tersesat dalam pandangannya saat melihat wanita itu yang tampak memukau dalam gaun putih mini Chanel yang memperlihatkan garis tubuhnya, kakinya yang kecil berbalut sepatu hak tinggi. Tegas langkahnya. Rambutnya terurai indah dan bibirnya yang merah menyala memberikan daya tarik yang kuat. Dijamin siapapun yang melihatnya akan tergoda, atau hilang akal sehatnya. Aura girl boss indentik padanya kini.

Sekilas, mata mereka bertemu. Limario merasakan sesuatu yang aneh dan asing di dalam dadanya-sesuatu yang selama ini tidak pernah dia izinkan muncul ke permukaan. Tetapi, dalam hitungan detik, keduanya mengalihkan pandangan, seolah-olah ada dinding tak kasat mata yang memisahkan, menciptakan jarak.

Limario menghela napas singkat, kemudian melanjutkan langkahnya tanpa menoleh lagi. Ruby melakukan hal yang sama, berjalan menuju kendaraan masing-masing yang telah siap di depan hotel. Mereka berpisah, meski ke tujuan yang sama.

"Semua berkasku tidak lupa kau bawa, kan?" tanya Limario, memandang Bambam yang duduk di kursi depan. Mobil mewah yang mereka naiki melaju perlahan meninggalkan halaman hotel, mesin menderum, membawa mereka menuju konferensi yang telah Limario nantikan.

"Tenang saja, Lim. Semua sudah kuatasi," jawab Bambam.

Limario mengangguk kecil, lalu memalingkan wajahnya ke luar jendela. Paris menyambut mereka dengan pagi yang cerah, jalan-jalan kota dihiasi sinar matahari yang memantul di bangunan-bangunan klasik. Kota impian Limario dulu. Sangat dulu.

"Kau gugup?" tanya Bambam tiba-tiba, diam-diam memperhatikan keheningan Limario.

Limario bergeming sesaat, "Tidak sama sekali."

Paris NightsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang