21

859 78 15
                                    


🥂 HAPPY READING 🥂

"Don't forget to leave a comment and vote!"


***

Sudah Rosie amati bahwa selama tiga hari terakhir, Limario tampak seperti orang yang kehilangan arah. Tak jelas, dan lebih banyak diam, termenung juga. Sejak kembali dari Paris, ada sesuatu yang berbeda darinya. Mungkin tak dilihat orang lain, tapi nyata kini baginya.

Biasanya tuan muda itu semangat tentang pekerjaannya. Tekun dia menyelesaikannya. Kini, ia lebih sering melamun, menatap berkas-berkas kerjaan tanpa melakukan apa-apa. Sebagai CEO, tanggung jawab yang diembannya besar, banyak orang menunggu tanda tangannya, tetapi Limario tampaknya tenggelam dalam pikirannya sendiri.

Rosie tidak bisa lagi menahan rasa penasarannya. Melangkah dia mendekati Limario yang rasa-rasanya pun tak menyadari kehadirannya. Terpaku saja Limario pada berkas-berkas di hadapannya. Lingkar matanya yang terlihat kekurangan tidur, kosong dan hampa.

Rosie menggelengkan kepala, menarik napas panjang lantas menjentikkan jarinya di kening Limario, membuat sahabatnya itu tersentak kaget.

"Apa-apaan kau ini?" Limario memprotes kesal. Mendongak untuk ditatapnya Rosie.

"Aku sedari tadi mengajakmu bicara tentang proyek baru yang harus kau tanda tangani. Tapi kau tidak menjawab. Ada apa? Kau melamun sedari tadi."

Limario hanya menggeleng, "Tidak ada apa-apa. Aku hanya lelah." Jawabannya terdengar begitu datar dan monoton, tapi Rosie tahu ada sesutu yang lebih dari itu.

Sudah bertahun-tahun mereka telah bersahabat, memahami satu sama lain lebih baik dari siapa pun. Rosie tidak akan tertipu oleh jawaban itu. "Kau tidak bisa menutupi apapun dariku, Lim," ujarnya menatap lekat.

Limario masih berusaha menghindari topik itu, meneguk kopi yang kini sudah dingin. Namun Rosie tidak menyerah.

"Semenjak kau pulang dari Paris, kau berubah. I know you have something to tell me," desaknya lagi, matanya menyipit penuh selidik.

Merasa terpojok, Limario mencoba mengalihkan perhatian dengan membaca berkas-berkas yang tidak lagi bisa ia abaikan. Ia mulai membacanya satu persatu, berharap Rosie meninggalkannya. Namun Rosie bukan tipe yang mudah dibelokkan.

"Apa ini ada hubungannya dengan Jane?" terka Rosie.

Limario terdiam sejenak, matanya membelalak menatap Rosie. "What do you mean? Kenapa kau tiba-tiba membawa namanya? Tidak ada urusannya denganku," jawabnya cepat, sehingga terlalu cepat untuk dicurigai pula.

Rosie kini bersedekap, tatapannya semakin tajam. "Oh ya? Lalu apa?" tanyanya lagi.

Limario terdiam. Dia tahu Rosie tidak akan berhenti sampai ia mendapatkan jawaban yang memuaskan. "Apa kau masih tidak mau bercerita, Lim? Lihat dirimu sekarang di cermin. Aku baru menyebut namanya saja, wajahmu berubah. Kerutan di dahimu menunjukkan segalanya," ucap Rosie seraya menyentuh kening Limario.

Limario menarik napas dalam-dalam, matanya terpejam kini, ingin meredakan sesuatu gemuruh di dalam dadanya. Dia memutar kursinya, tengah menghadap jendela kaca besar yang menampilkan pemandangan gedung-gedung pencakar langit Los Angeles yang menjulang.

Paris NightsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang