𝚃𝚎𝚕𝚞𝚕𝚊𝚜 -𝟷𝟹

15 11 11
                                    

Katanya, hidup akan selalu seimbang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Katanya, hidup akan selalu seimbang. Akan ada waktu untuk kita bahagia dan menikmati hidup. Juga ada waktu di mana kita akan mengalami kesulitan dan kesedihan menjadi satu. Di dunia, tidak ada yang abadi. Semua hanya sementara.

Namun, bolehkah Danastri berkata jika hidupnya tidak seimbang seperti yang orang-orang katakan? Hidupnya terlalu monoton. Terlihat sepi dan hampa. Kesendirian membuat Danastri asing dengan namanya keramaian. Hampir setiap waktu, setiap detik, setiap menit, setiap jam, setiap langkah, Danastri selalu sendiri. Dan semua kesendirian itu akan sirna jika sudah bersama Nenek.

Dalam kurun waktu dekat, kesialan menimpa Danastri kembali. Dihadapkan kenyataan bahwa dirinya tidak akan terbebas dari makhluk bernama Veli Hatari dan Alvido Mahesa. Couple goals anak Sekolah Dasar.

Dengan perasaan cemas, Danastri melangkah pelan memasuki gerbang sekolah. Seperti biasanya, masih sepi. Sekolahnya ini menganut sistem paling santai menurut Danastri. Para guru belum satu pun hadir. Semua para guru pasti hadir saat waktunya sudah mepet dengan bel masuk kelas.

Tidak ada yang menyuruh Danastri untuk menjadi anak rajin. Salahkan saja Danastri yang memang lebih menyukai kesepian daripada ia berangkat saat sudah ramai murid-murid.

Membayangkan hal tersebut jika terjadi, Danastri bergidik ngeri.

"Tarik napas ... buang perlahan ... ayo Astri, Astri pasti bisa melawan Al sama Veli!" gumam Danastri menyemangati dirinya sendiri. Irama jantungnya sudah tidak terkondisikan. Reaksi tubuh Danastri yang selalu berlebihan, tapi itulah karakter Danastri. Tenang padahal berantakan.

Semakin melangkah, semakin kencang jantungnya berdegup. Dua kaki Danastri ikut bergetar, sambil menautkan jari jemarinya. Sekolah masih sepi, tapi pikiran Danastri sudah melayang ke mana-mana. Mustahil jika Alvido dan Veli datang sepagi ini. Jika mungkin terjadi, apa yang akan mereka lakukan? Belum ada banyak penduduk sekolah, belum ada teman-teman mereka juga.

Jadi, Danastri sedikit lega. Namun, tetap saja ia harus waspada dan menyiapkan hati serta mental yang kokoh.

"Heh, wes pernah nyapu?"

>> Wes= udah.

Tubuh Danastri menegang kaku. Rasa terkejut tidak bisa dihindari. Sesaat membalikkan badan, ternyata itu adalah tukang kebun sekolah. Namanya Mas Bagong. Entah itu nama asli atau hanya sekedar sebutan saja, Danastri tidak tau.

Danastri mengangguk pelan. "Udah kok. Kemarin Astri udah nyapu. Di depan kelas tiga."

Selalu seperti itu kebiasaan Mas Bagong. Jika ada murid yang datang lebih awal, seperti Danastri tadi misalnya. Selalu menyuruh para murid menyapu lorong kelas. Sebagian murid makanya lebih memilih berangkat mepet daripada harus menyapu. Padahal itu adalah tugas tukang kebun dan kebersihan. Masih saja melibatkan para murid.

Dalam pandangan Danastri, tidak salah. ia malah dengan senang hati membantu Mas Bagong menyapu lorong kelas. Mas Bagong tidak pernah menyuruh lebih, contohnya saja untuk menyapu halaman. Paling-paling Mas Bagong hanya menyuruh menyapu lorong, jika lorong sudah bersih maka menyuruh agar memindahkan jajanan ke koperasi sekolah. Hanya itu. Tidak heran jika Danastri lapang dada berangkat pagi-pagi sekali.

"Oh wingi?" Mas Bagong manggut-manggut sebelum akhirnya melenggang pergi.

>> Wingi= kemarin.

Melihat itu, bibir Danastri tersenyum tertahan. Mas Bagong mungkin akan semena-mena pada murid lain, maksudnya langsung menyuruh tanpa ditanyai terlebih dulu. Dan Danastri ... merasa istimewa, karena Mas Bagong selalu menanyakan dulu pendapatnya sebelum akhirnya disuruh menyapu lagi. Ya karena Danastri sering sekali melakukan hal tersebut. Dan Mas Bagong, sudah hapal dengan Danastri.

Bolehkah Danastri berharap lebih? Mas Bagong tidak pernah menyebut namanya. Entah karena tidak kenal atau tidak tau, tapi Danastri merasa iri dengan temannya yang namanya selalu disebut oleh Mas Bagong. Bukan apa-apa, jika mengingat nama akan dipastikan mengingat lebih terkesan santai jika berinteraksi. Danastri? Boro-boro bisa santai. Ia selalu takut jika orang-orang tidak nyaman dengan dirinya.

Menyudahi angan-angan tersebut, Danastri menghela napas lalu beranjak menuju kelas.

"Masih sepi, tapi nyaman. Nanti kalau udah ada banyak orang, pasti keadaannya jadi beda," kata Danastri, pandangannya menelisik seluruh sudut ruangan kelas yang masih lenggang. "Apalagi nanti kalau Al sama Veli udah dateng, lebih serem dari nonton film horor."

Meletakkan tas, Danastri berinisiatif untuk membuka semua jendela. Tidak lupa gorden yang sengaja dibuka agar udara luar tetap masuk. Angin alami lebih sejuk dari angin buatan kipas. Beruntungnya Danastri memilih tempat duduk dekat jendela. Jendela yang terletak di dekat belakang sekolah. Apalagi di sana banyak tumbuhan hijau dan sawah. Sudah syahdu suasananya.

"Astri," panggil seseorang membuyarkan lamunan Danastri pada pemandangan di sana.

Orang tersebut mendekat. "Aku kira bakal sendirian di kelas. Untung ada kamu," ujarnya sambil ngos-ngosan. Napasnya putus-putus dengan dada naik turun.

Dahi Danastri mengernyit, merasa heran dengan tingkah temannya. Salah satu teman sekelas Danastri, perempuan, tapi menyukai gaya laki-laki. Sebut saja tomboy. Mungkin karakternya agak begajulan, tapi ia tidak pernah ikut mem-bully Danastri ataupun memanfaatkan kepintaran Danastri.

"Habis lari ya?" tanya Danastri spontan.

Namanya Una Vasyanda. Namanya terdengar feminim, tapi pemilik nama terlihat tomboy. Perpaduan yang lucu bagi Danastri.

"Iya, tadi aku habis dikejar-kejar Mas Bagong. Nggak mau disuruh nyapu, aku 'kan ada piket di kelas," belasnya bersungut-sungut. Ada secuil emosi yang dapat Danastri tangkap, tahu tabiat Mas Bagong jika menyuruh orang pasti akan dipaksa. Namun, jangan melawan Vasya yang tidak takut apapun.

"Padahal tadi aku udah berusaha biar nggak kelihatan sama Mas Bagong, eh ujung-ujungnya juga kena."

Danastri terkekeh kecil. "Mas Bagong emang suka begitu, suka buat semua orang jengkel."

Vasya menganggukkan kepala sambil meletakkan tasnya pada bangku miliknya sekali sentakan. "Iya, bener banget. Buat semua orang jadi pilih berangkat siang daripada pagi-pagi. Ya salahnya sih, suka seenaknya nyuruh orang."

"Yaudah, karena sekarang kamu udah nggak dikejar Mas Bagong lagi, mending piket dulu. Takutnya Mas Bagong ke sini lagi dan lihat kamu nggak ngapa-ngapain." Danastri sebenarnya agak takut mengungkapkan, tapi mau bagaimana lagi, ia hanya berniat membantu Vasya agar tidak terkena serangan dari Mas Bagong itu.

Vasya berseru, "Lupa! Untung aja kamu ingetin aku, Tri. Nggak mau aku dikasih sapu Mas Bagong, mending nyapu di kelas aja."

Danastri lega, lega jika Vasya mau menerima sarannya tanpa menyudutkan pandangannya. Vasya baik sekali jika dikenali lebih dalam. Dari luar Vasya memang bersikap keras dan ceplas-ceplos. Bukan karena suka bergosip, tapi lebih ke membela dirin sendiri. Vasya ingin selalu berdiri tegak dan orang-orang tidak boleh menjatuhkannya begitu saja.

"Tri, di sini aja sama aku, biar ada temen ngobrol."

alhamdulillah, bisa double update di tengah" badan encok☺🙏🏼

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

alhamdulillah, bisa double update di tengah" badan encok☺🙏🏼

DANASTRI: Pedar KandarpaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang