"Nick!" Teriak mereka serempak sambil menghampiri tubuhnya yang jatuh ambruk ke tanah. Sedangkan Marceline di sana terpaku, shock atas apa yang dilihatnya.
"Nick! Ayo bangun, bro! Perang belum selesai!" Teriak Thomas sambil mengguncang tubuh Nicholas berulang-ulang.
"Nick, jangan pergi gitu aja! Kita semua membutuhkan kamu! Nick!" Teriak Madelaine, air matanya bercucuran.
"Nick... a-aku... belum ngasih jawabannya," ucap Marceline lirih, membuat semua orang melihat ke arahnya.
Tes. Setetes air mata keluar dari manik kelabu milik Marceline.
Tes. Tes. Tes. Kini, semakin banyak air mata yang keluar.
"Aku... juga mencintaimu. Ini semua salahku! Salahku!" Jerit Marceline tertahan sambil menjambak rambutnya. Lututnya lemas, dan perlahan dia jatuh ke tanah.
"Marcie!" Teriak Madelaine sambil memeluk tubuh saudara kembarnya itu. Marceline terisak di pelukan Madelaine.
"Ka-kalau aku tidak lengah, tidak akan jadi seperti ini jadinya!" Marceline meronta-ronta.
"Lepaskan dia, Mad," ucap Michael yang tetap tenang. Madelaine pun pasrah dan menuruti ucapan Michael untuk melepaskan Marceline.
"Andai saja... semua tidak begini. Pasti Nick masih hidup!" Marceline kembali menjerit. Tangisannya semakin menjadi, tidak ada yang mampu menghentikannya.
"Nick mati demi menyelamatkanmu, Marc! Kalau kau tidak ingin kematian Nick sia-sia, maka kau harus berjuang mengalahkan Ratu Eleanor!" Seru Thomas, memberi semangat pada Marceline.
Marceline terdiam. Dalam hati dia harus mengakui kalau apa yang dikatakan Thomas itu benar.
"Baiklah." Jawabnya mantap. Dia mengusap air matanya dengan kasar, berusaha menghentikan isakan tangis yang keluar dari mulutnya. Kemudian, dia mengambil pedangnya, dan menancapkannya ke tanah.
"Aku, Marceline Morgenstern, bersumpah, bahwa dengan ini, aku selaku putri dari kerajaan Vortherion, akan berusaha menumpas kejahatan yang muncul mulai detik ini, berusaha menghancurkan setiap akar kejahatan yang kembali mencuat, dan sebagai putri ramalan, aku akan berusaha memenuhinya! Kalian saksi dari sumpahku ini, jadi, ayo mulai!" Serunya dengan suara lantang.
Marceline segera berlari ke arah Ratu Eleanor, dan adu pedang pun kembali dimulai. Mata kelabu Marceline yang penuh kemarahan beradu dengan manik amber milik Ratu Eleanor.
"Kau telah membunuh separuh dari jiwaku! Kau pantas mati!" Teriak Marceline.
Nampaknya Ratu Eleanor shock dengan apa yang dilakukan Marceline. Kesempatan ini pun digunakan Marceline untuk menusuk perut Ratu Eleanor.
"Akh..." erang Ratu Eleanor kesakitan sambil memegang perutnya. Darah pun membasahi gaun putih yang ia kenakan saat ini.
"Kau pantas mendapatkannya," ujar Marceline dingin, sambil menatap Ratu Eleanor nanar.
Perlahan, tubuh Ratu Eleanor ambruk ke tanah. Pandangannya kosong, dan dia terlihat seperti menyesali segala perbuatannya.
"Mom..." gumamnya lirih. Air matanya mulai menetes satu per satu. Tanah yang bersalju itu, perlahan ternodai oleh tetesan darah Ratu Eleanor.
Tiba-tiba, angin bertiup kencang, membuat setiap orang menggigil kedinginan. Dari jauh, mereka bisa melihat roh Ratu Casey dan Lord Kevin melayang di sana.
"Come on, my daughter, let's go." Kata Ratu Casey sambil mengulurkan tangan, siap menerima Ratu Eleanor.
"Dan kau, Rosaline Falls," Lord Kevin menunjuk ke arah Lady Rosaline. Lord Kevin berjalan ke arahnya, sedangkan Lady Rosaline hanya bisa terpaku di tempatnya.
"Kau telah membunuh istriku, Rose, dan kali ini, kau akan menerima balasannya." Ucap Lord Kevin dingin sambil menggumamkan sebuah mantra. Dan tak lama kemudian, tubuh Lady Rosaline jatuh ke tanah.
"Kevin... apa tidak ada sedikitpun rasa cintamu untukku?" Gumam Lady Rosaline lirih. Dia mulai terbatuk-batuk, dan dari mulutnya keluar darah yang cukup banyak.
"Casey... Eleanor... maafkan aku. Aku telah merenggut kebahagiaan kalian. Aku telah menghancurkan semuanya. Maaf... maafkan aku." Lady Rosaline menyesal, dia meminta maaf pada Ratu Casey dan Ratu Eleanor.
"Kami sudah memaafkanmu sejak lama, Rosaline. Pergilah dengan damai. Jangan mengganggu kehidupan orang lain." Kata Ratu Casey lembut.
Pada akhirnya, Lady Rosaline menghembuskan nafas terakhirnya. Seluruh prajurit, bahkan keempat penguasa dan Ratu Valerina menyaksikan kejadian itu.
"Perang sudah selesai, semuanya. Letakkan senjata kalian." Seru Lord Morgenstern tenang. Semua prajurit, baik dari pasukan gabungan maupun pasukan dari negeri Iceland meletakkan senjatanya masing-masing.
"Mari kita berdamai! Tidak ada gunanya permusuhan di antara kita! Selama ini, kita dibutakan oleh aksi balas dendam, tanpa mempedulikan kalau akan ada banyak orang yang terluka karena ini. Marilah kita semua bersatu, menghimpun kekuatan, untuk menjadikan negeri kita, baik negeri Quarterion, negeri Golden World, dan negeri Iceland, menjadi lebih baik lagi!" Seru Lord Morgenstern lantang.
"Siap!" Teriak seluruh prajurit serentak.
~~~~~~*~~~~~~
Marceline dan teman-temannya, juga keseluruhan dari prajurit Quarterion kembali ke negeri mereka masing-masing. Saat ini, di ruang kerja Lord Morgenstern, para penguasa dan Ratu Valerina sedang berunding untuk membenahi segala sesuatu yang rusak akibat perang.
"Sekarang, bagaimana kita membenahi segala sesuatu yang terjadi akibat perang?" Tanya Lord Middleton serius.
"Pertama, kita benahi segala sesuatu yang rusak, kemudian kita akan memperbaiki hubungan dengan negeri Iceland, juga negeri Golden World," Lord Morgenstern memaparkan rencananya.
"Bagaimana dengan tahta di negeri Iceland? Tidak mungkin tampuk kekuasaan di sana kosong, kan?" Kata Ratu Valerina.
"Untuk sementara, pihak kami akan mengutus beberapa utusan untuk memantau negeri itu." Jawab Lord Morgenstern.
"Tapi, Lord Morgenstern, Ratu Eleanor tidak mempunyai pewaris, jadi, tahta itu untuk siapa?" Tanya Lord Charlevine.
"Itu yang masih jadi bahan pertimbanganku. Saat ini, itu sudah cukup. Mari kita beristirahat." Ajak Lord Morgenstern sambil bangkit dari kursinya, diikuti yang lain.
~~~~~~*~~~~~~
"Marc," panggil Madelaine lembut. Tapi Marceline tidak menggubrisnya. Madelaine menghela nafas pelan dan ikut duduk di samping Marceline.
"Perang sudah selesai, Marc," katanya sendu, "tapi kenapa kau masih tetap seperti ini? Seharusnya kau gembira."
"Besok adalah hari pemakaman Nick," gumam Marceline lirih, matanya mulai berkaca-kaca. "Aku telah kehilangan segalanya."
"Tidak, kau tidak kehilangan segalanya," hibur Madelaine. "Kami masih ada di sisimu. Mom, Dad, Jace, Chris, dan yang lainnya, semua masih disini."
"Tapi, Nick sudah tidak ada lagi, bukan? Berarti semuanya hampa. Kau tak tahu rasanya kehilangan, Mad, karena kau punya segalanya!" Jerit Marceline frustasi.
"Dengarkan aku, Marc, besok adalah hari pemakaman, dan kuharap kau bisa menunjukkan sikap yang bagus dan berlaku sebagai seorang putri." Kata Madelaine menyerah, lalu meninggalkan Marceline seorang diri.
------------------------------
Hai, all, sorry for late update! Maklum, udah kelas 9 dan bakalan menghadapi banyak hal buat UN nanti.
As usual, vomment please? Dan juga, bentarlagi epilog (yeay)!!! Jadi, gue berharap partisipasi kalian dan vomment yang banyak! Thanks!
---Marinka---
KAMU SEDANG MEMBACA
The Darkness and The Snow
Fantasy~Book One of The Darkness and The Snow~ Ketika dunia Quarterion diselimuti oleh kegelapan dan musim dingin yang mencekam, ramalan menyebutkan bahwa dua anak kembar yang bernama Marceline Morgenstern dan Madelaine Morgenstern akan menyelamatkan dunia...