Karena Jaka sudah berjanji, maka Jaka tak akan pernah berani untuk mengingkari. Saat ini, dia dan Karen tengah melakukan perjalanan untuk menjenguk laki-laki yang merupakan ayah kandung dari anak di belakangnya ini. Setelah mendapat izin dari Kartina, kedua berangkat pagi-pagi sekali, jelas untuk menghindari kemacetan.
"Mas, nanti aku punya waktu berapa menit, ya, untuk ketemu Ayah? Kalau dulu, sih, aku cuma di kasih waktu lima belas menit." Suara Karen menggema. Beradu dengan bisingnya suara kendaraan yang lain.
"Kurang tau, Ren. Tapi semoga lama, sih. Biar kamu puas ngobrol sama ayah kamu."
Karen mengucap aamiin di dalam hati. Semoga ucapan Jaka sepenuhnya benar. Rindu ini tidak bisa lagi di tahan. Dan Karen berharap, jika ia memiliki banyak waktu untuk mengobrol dengan ayah. Selama sisa perjalanan itu, Karen berpikir banyak sekali, tentang obrolan apa yang akan ia lakukan dengan sang ayah nanti.
Membayangkan itu, Karen tanpa sadar menarik sudut bibirnya untuk tersenyum.
Tak lama, keduanya sampai di tempat tujuan. Karen sempat gugup, sebenarnya, karena terakhir bertemu dengan ayah adalah satu tahun yang lalu. Mengekori Jaka yang mulai masuk ke dalam, lagi-lagi Karen berusaha menenangkan detak jantungnya yang terus bertalu-talu.
"Ren, nanti kamu ikuti Bapak itu, ya? Beliau yang akan bawa kamu ke ruang kunjungan. Tadi Mas sudah mencoba bicara, tapi, peraturan tetap nggak bisa di ubah. Kamu cuma di kasih waktu lima belas menit."
Mendengar itu, Karen sempat kecewa. Namun setelah di pikir lagi, itu sudah jauh lebih baik, di banding tidak bertemu sama sekali. "Ya udah nggak pa-pa. Aku tinggal dulu, ya, Mas."
Tatapan Jaka mengiringi kepergian Karen dari sana. Laki-laki itu akan menunggu di parkiran saja. Sekaligus memberi waktu untuk Karen, agar bisa mengobrol dengan ayahnya.
Detak jantung itu terasa semakin bertalu-talu dengan kencang, kala langkah kakinya sudah mendekati ruang kunjungan. Seorang petugas Polisi yang tadi mengarahkan, membuka suara. "Silahkan. Saya akan tunggu di sini."
"Baik. Terima kasih, Pak." Kemudian, Karen langkah kan kakinya masuk ke dalam. Seorang pria sudah duduk di sebuah kursi, dengan meja sebagai sekat di antara mereka. Bibirnya terasa bergetar tanpa sadar, kala melihat pria itu tersenyum padanya.
"Ayah nggak menyangka, kalau hari ini, bakal dapat kunjungan dari kamu." ucap pria itu—Harju.
"A-Ayah?"
"Ini Ayah. Karen apa kabar?"
Suara ayah masih sama lembutnya, masih sama hangat dan penuh perhatian. Karen merasa kedua matanya berkaca-kaca. "Aku ... aku baik. Ayah gimana? Ayah sehat-sehat aja, 'kan?"
"Ayah sehat, Nak." Melihat Karen yang masih berdiri, Harju tersenyum. "Duduk dulu, Nak. Kita nggak punya banyak waktu, jadi kita harus manfaatkan waktu yang singkat ini dengan sebaik-baiknya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Karen Laka
Ficção GeralSemesta menghadirkan dia, untuk mencicipi pahit manisnya sebuah kehidupan. Dengan tubuh kurusnya yang babak belur di hajar pahitnya kenyataan. Dia di paksa agar terus berdiri menjulang, untuk menjadi pelindung bagi orang-orang tersayang. Dia Karen...