"Habis ini kita mau kemana lagi, Mas?" Karen agak menyipitkan kedua matanya, kala sinar mentari itu menyorot tepat ke arahnya, setelah keluar dari sebuah salon pangkas milik teman Jaka.
Jaka yang tengah memasang helm, lantas menoleh pada Karen sembari mengulurkan helm milik anak itu. "Kita cari makan dulu, deh. Sudah siang juga. Nanti kita harus anter undangan lagi ke rumah temen Mas yang agak jauh dari sini." katanya membalas.
"Oke, deh! Aku mau nasi padang. Mas mau, nggak?"
"Boleh. Ayo, naik."
Setelahnya, Karen naik ke boncengan motor Jaka. Karena hanya tinggal menghitung hari dari acara resepsi pernikahan Jaka dan Juwi, kini Karen tengah menemani laki-laki itu mengantar undangan kepada teman-teman Jaka.
Jakarta siang ini sangat panas, sama seperti biasanya. Namun melihat keramaian yang terjadi, Karen sedikit merasa rindu. Jika melihat gedung-gedung tinggi itu, Karen mengingat bunda tanpa sadar. Walaupun ia belum pernah menginjakkan kaki ke tempat dimana bunda bekerja, namun ia seolah bisa merasakan rindunya kala melihat jajaran gedung tinggi tersebut.
Jaka memilih rumah makan nasi padang yang dekat dengan lampu merah. Sengaja Jaka memilih di sini, karena lokasinya tidak jauh dari rumah temannya. Niat Jaka, selepas makan siang nanti, dia akan langsung pergi ke rumah temannya untuk mengantarkan undangan.
"Mas, aku toilet dulu, ya." ucap Karen. Setelah di beri anggukan kepala, lantas Karen beranjak pergi ke belakang.
Karena saat ini memang tepat berada di jam makan siang, suasana rumah makan nasi padang ini cukup ramai dan bising. Meja-meja yang tersedia sudah penuh dengan para pelanggan. Bahkan di depan Jaka saat ini, sudah ada tiga orang wanita dengan pakaian kantor yang juga akan makan siang.
Tak lama, Karen kembali. Melihat Jaka yang salah tingkah dan canggung ketika di ajak mengobrol dengan para wanita di sana, Karen tak bisa menahan tawanya. Jika Juwi tahu, sudah dapat di pastikan, ketiga wanita ini akan mendapatkan tatapan tajam.
"Lama banget kamu, Ren." Jaka berbisik, begitu menyadari jika sosok Karen yang duduk di sampingnya. "Mas sampe kehabisan kata-kata buat jawab pertanyaan mereka." katanya melanjutkan.
Karen tertawa. "Maaf, maaf. Tadi agak sakit perut aku. Jadi ya udah, lanjut aja buang air besar." balasan itu menimbulkan decakan kesal dari Jaka.
Salah satu wanita itu kemudian berseru setelah melihat Karen. "Eh, ini adiknya, ya, Mas?"
Jaka yang merasa di lempar pertanyaan, buru-buru menjawab. "Iya, ini adik saya."
"Ini kakak adik sama-sama ganteng lho. Apalagi adiknya, kaya orang blasteran. Atau memang ada keturunan dari orang luar negeri, ya, Mas?"
"Enggak ada, Kak. Saya asli orang sini, kok. Ayah sama Bunda saya orang lokal." Bukan Jaka yang menjawab, melainkan Karen. "Ini Kakak-Kakak nya kerja dekat sini, ya?" Kemudian ia berusaha mengalihkan pembicaraan. Sejujurnya ia tak suka bila ada yang bertanya tentang background keluarga nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karen Laka
Genel KurguSemesta menghadirkan dia, untuk mencicipi pahit manisnya sebuah kehidupan. Dengan tubuh kurusnya yang babak belur di hajar pahitnya kenyataan. Dia di paksa agar terus berdiri menjulang, untuk menjadi pelindung bagi orang-orang tersayang. Dia Karen...