Total sudah hampir satu bulan ini, Karen tak pernah lagi mendengar kabar tentang bunda dan teman-temannya. Apakah mereka baik-baik saja? Apakah mereka masih mencarinya sampai saat ini? Karen bertanya-tanya. Apalagi dengan watak Sagara dan Dewa, ia yakin, keduanya akan tidak pernah diam saja.
Untuk menyembuhkan luka dalam waktu satu bulan ini, masih belum cukup baginya. Setiap malam, mimpi buruk itu selalu datang. Seolah memang tak akan pernah membiarkannya tenang.
Akan tetapi, kali ini, kehidupannya jauh lebih baik. Tidak akan ada lagi yang mengangkat tangan untuk menuding nya, tidak akan ada lagi tatapan tajam yang akan membuatnya ketakutan. Belajar dari kesalahan kemarin, Karen juga sadar, jika saat ini Jaka lebih berhati-hati kala berbicara dengannya. Selebihnya, tidak ada yang berubah. Semua masih berjalan seperti biasanya.
Dua minggu lagi, Jaka akan melangsungkan pernikahan nya dengan Juwi. Acara lamaran sudah di lakukan setelah Karen keluar dari klinik beberpa hari yang lalu, yang hanya di hadiri oleh beberapa tamu undangan. Acara sederhana, sebagai tanda bahwa kini Juwi akan menjadi milik Jaka sepenuhnya. Dan acara resepsi pun akan berlangsung tak lama kemudian.
Euphoria masih memeluk mereka yang kini bersuka cita, termasuk Karen Laka. Biarpun mimpi buruk itu kerap kali mengurungnya dalam ketakutan tanpa akhir, namun tidak ada yang perlu ia khawatirkan. Karena semua orang kini tengah berbahagia, tidak ada alasan baginya untuk terkurung dalam rasa sakit itu sendirian.
Di bulan Juli, angin bertiup dengan kencang. Baskara bersinggah sana dengan gagah di angkasa. Dedaunan gugur akibat tiupan angin, membawa serta rasa sejuk bagi manusia yang tengah menjalani setiap aktivitas mereka. Langit selalu cerah, baik itu kala senja sekalipun.
Kini Karen memiliki kegiatan lain setiap petang hampir mengambil alih. Cowok itu akan pergi ke lapangan, lalu menerbangkan layangan bersama anak-anak sekitar. Dan hal itu Karen lakukan hampir setiap hari, tanpa absen. Awalnya Jaka khawatir, takut anak itu akan kelelahan. Namun begitu melihat senyum dan tawa Karen yang tanpa beban, Jaka hanya bisa mengamati dari kejauhan. Takut menganggu bahagia yang tengah Karen rasakan.
Sore kali ini pun, sama. Dimana Jaka akan duduk di atas motor matic nya, sembari memperhatikan Karen yang tengah berlarian bersama anak-anak kecil, juga remaja seusianya dari kampung sebelah. Bedanya, kali ini fokus Jaka beralih antara Karen, dan juga ponsel di tangannya.
Dahi laki-laki itu berkerut penuh kebingungan. Berkali-kali mencoba untuk membaca artikel berita yang terpampang nyata di layar ponsel nya yang menyala. Satu kali, dua kali, bahkan sampai yang kesekian kali, Jaka berusaha untuk mencari kebohongan dari setiap aksara yang tertulis di sana. Akan tetapi, rasa denial itu tidak terbukti. Beberapa kali pun dia berusaha menyangkal, nama yang tertulis di sana memang benar nyata adanya.
"Mas Karen, terbangin yang tinggi lagi! Lagi, Mas! Itu masih kurang, lho."
"Haduh, ini udah tinggal, Budi. Nanti kalau tinggi-tinggi, bisa putus benang talinya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Karen Laka
Fiksi UmumSemesta menghadirkan dia, untuk mencicipi pahit manisnya sebuah kehidupan. Dengan tubuh kurusnya yang babak belur di hajar pahitnya kenyataan. Dia di paksa agar terus berdiri menjulang, untuk menjadi pelindung bagi orang-orang tersayang. Dia Karen...